Gerak jemari Ilona yang sedang berselancar di layar ponselnya mendadak terhenti saat tak sengaja melihat sebuah artikel dari sebuah akun sosial media gosip. Di sana terpampang foto Merisa—mantan tunangan Reinhard itu bersama rangkaian kalimat yang membuatnya tercengang.
‘Merisa Harjono, salah satu model papan atas yang sedang naik daun dikabarkan melakukan pembunuhan berencana pada istri dari mantan tunangannya sendiri. Kini, wanita itu sudah dilaporkan ke pihak berwajib oleh sang mantan. Menurut beberapa pihak, sudah banyak bukti kuat yang menyatakan jika Merisa memang bersalah.’Kurang lebih seperti itu isi dari artikel tersebut. Ilona sampai menelisik gambar tersebut dan memastikan jika perempuan yang ada di sana benar-benar Merisa. Wanita itu langsung mencari tahu lebih jauh tentang pemberitaan tersebut lewat media lainnya.Ternyata, sudah banyak sekali gosip yang beredar mengenai permasalahan tersebut. Bahkan, beberapa artikel sudah diposting sejakEkspresi Ilona langsung berubah setelah mendengar kalimat yang kepala pelayan itu ucapkan. Senyum tipis yang semula tersungging di bibirnya langsung lenyap. Berganti dengan ekspresi datar dan tatapan dingin. Namun, detik berikutnya wanita itu kembali menetralkan air mukanya. Seolah-olah kalimat barusan tidak mengusik perasaannya. Ilona merutuk dalam hati, seharusnya ia tidak perlu seperti ini hanya karena satu pertanyaan. Selama ini tak pernah ada yang bertanya seperti itu padanya. Entah kenapa pertanyaan tentang hamil sangat sensitif baginya. Mungkin karena dirinya masih merasa bersalah atas peristiwa yang terjadi beberapa bulan lalu. “Aku tidak hamil,” jawab Ilona seraya menyerahkan cangkir di tangannya yang sudah kosong ke tangan sang kepala pelayan. Sebisa mungkin ia memasang wajah santai. Menyembunyikan hatinya yang tersayat sekarang. Ilona memang belum mendapatkan tamu bulanannya. Namun, tanggalnya memang belum terlewat juga. Kalaupun terlambat, b
Bukan hanya Reinhard yang langsung ke arah Ilona, tetapi beberapa pelayan yang mengantarkan makanan juga. Sedangkan Ilona masih sibuk memijat pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut. Hanya karena tak sengaja menghirup aroma makanan yang baru saja diantar itu, ia mendadak merasa mual. “Tolong singkirkan makanan ini, aromanya menyengat sekali, membuatku pusing.” Ilona menunjuk sebuah mangkuk berisi sup iga yang menurutnya beraroma sangat menyengat. Padahal sebelumnya ia sangat menyukai makanan tersebut. Akan tetapi, entah kenapa sekarang makanan ini malah membuatnya pusing dan mual. Suasana hatinya sudah memburuk sejak mengetahui tujuan Reinhard memerintahkan orang untuk membawanya ke tempat ini. Tak cukup sampai di sana, sekarang ia malah merasa pusing dan mual luar biasa. Ia memang merasa kurang sehat dan agak lemas seharian ini. “Apa maksudmu? Bukannya kamu menyukai makanan itu?” sahut Reinhard dengan tatapan penuh perhitungan. “Jangan
Ilona tak berhenti meronta dan menyumpahi Reinhard yang masih menyentuh tubuhnya. Meskipun menyadari jika perlakuan kasar Reinhard adalah imbas dari sikap lancangnya barusan, wanita itu tetap enggan meminta maaf. Bagi Ilona, sindirannya tadi memanglah fakta yang harusnya tidak membuat Reinhard marah. Di saat tenaga Ilona sudah mulai habis dan tidak mampu melawan lagi, barulah Reinhard melepaskan wanita itu. Lebih tepatnya hanya menciptakan sedikit jarak di antara mereka. Sedangkan, lelaki itu masih mengunci pergerakan Ilona. Keduanya saling melempar tatapan sangat tajam sembari mengatur napas yang memburu. Ilona mengira Reinhard akan melanjutkan kegiatan mereka seperti hari-hari sebelumnya. Terlebih lelaki itu terlihat sangat murka dan seperti ingin menelannya hidup-hidup. Namun, dugaannya malah meleset. Reinhard tidak melanjutkan aksinya dan langsung beranjak dari ranjang tanpa mengatakan sepatah kata pun. “Akhirnya dia pergi juga,” g
Bola mata Ilona masih fokus menatap jejak kemerahan yang tersebar di leher Reinhard juga dada bidang lelaki itu. Bukan hanya itu saja, ia juga menemukan noda lipstik di kemeja suaminya. Seharusnya Ilona tidak perlu terlalu memikirkan apa yang Reinhard lakukan sebelum pulang tadi. Toh, itu bukan urusannya. Namun, bukti-bukti yang terpampang di hadapannya malah membuat dadanya seperti ditusuki jarum. Ilona menggeleng pelan. Wanita itu tidak mengerti mengapa reaksinya malah seperti ini hanya karena melihat penampilan Reinhard sekarang. Sangat berantakan untuk ukuran orang yang selalu perfeksionis dalam setiap kesempatan. Khawatir Reinhard tiba-tiba terjaga dan memergoki dirinya, Ilona pun kembali menegakkan tubuhnya. Tak ingin terlalu memikirkan apa yang Reinhard lakukan sebelumnya, wanita itu memilih keluar dari kamarnya. Ilona malah semakin haus dan gerah, ia harus meminum air sebanyak-banyaknya untuk menghilangkan perasaan mengganggu ini. “Sepertinya aku memang sudah gila! Unt
Ilona membekap mulutnya yang nyaris mengeluarkan pekikan. Masih dengan mata terbelalak, wanita itu menatap pemandangan berantakan yang tersaji di hadapannya dengan tatapan tak percaya. Entah apa yang memicu kekacauan ini. Di depannya, sebuah meja berukuran sedang jatuh terguling di lantai. Di samping meja tersebut teronggok kue tart besar yang sudah berantakan dan menimpa sebuah buket bunga. Sepertinya sudah tidak ada yang bisa di selamatkan lagi. Ya ampun! Seharusnya kue tart itu bisa saling berdampingan dengan tampilan cantik di atas meja dengan buket bunga yang sudah tidak karuan bentuknya sekarang. Sepertinya suara bising yang mengganggu tidur cantiknya memang berasal dari sini. Ilona melipat kedua tangannya di dada dengan tatapan lurus menatap Reinhard yang sedang berjongkok di depan kue tart dan bunga yang hancur itu. Segala sumpah serapah keluar dari bibir lelaki yang tampaknya belum menyadari kehadiran Ilona di belakangnya. Sebelah sud
Sebelum membicarakan sesuatu yang ingin dirinya utarakan, Ilona lebih dulu memesan beberapa jenis minuman dan makanan sekaligus. Bukan untuk dinikmati di sini, tetapi untuk dibawa pulang. Ia melakukan ini agar tidak terlihat mencurigakan di depan sopir Reinhard nanti. Atau sopir itu akan mengadu pada sang tuan. Selama beberapa saat, Ilona masih sibuk berbicara dengan pramusaji yang mencatat pesanannya. Mengabaikan seseorang yang kini menatapnya dengan sorot bingung. Setelah pramusaji itu pergi, barulah Ilona mengalihkan atensinya pada lelaki yang duduk di hadapannya itu. “Ilona, kenapa kamu bisa tahu aku ada di sini? Ada apa?” tanya Romeo setengah mendesak. Lelaki itu sangat terkejut karena Ilona yang tiba-tiba datang dan menghampirinya. Padahal mereka tidak memiliki janji untuk bertemu. Bahkan, selama beberapa pekan terakhir komunikasi di antara mereka sudah terputus begitu saja. Romeo sudah berusaha menghubungi wanita di hadapannya ini berulang lagi.