Share

Satu-Satunya Jalan

Author: Young Lady
last update Huling Na-update: 2025-03-19 15:20:48

“Sudah tiga bulan Nona menunggak iuran rumah ini. Kami sudah tidak bisa mentolerir lagi,” ucap sang petugas dari bank yang sedang memasang segel.

“Bukannya seharusnya masih minggu depan?” Ilona mencoba bernegosiasi dengan pihak bank.

Selama tiga bulan ini, gajinya habis untuk membayar utang lain dan kebutuhan sehari-hari. Ilona belum sanggup membayar iuran pada bank. Ia berencana membayar angsuran tersebut dengan gajinya bulan ini. Sekarang dirinya belum punya uang.

“Minggu depan bagaimana? Sekarang saja sudah jatuh tempo. Kami hanya menjalankan tugas. Kalau Nona keberatan, silakan datang ke kantor,” jawab orang itu datar.

“Kami memberi waktu sampai minggu depan. Bayar tunggakan kalian atau tinggalkan tempat ini.” Setelah memasang segel tersebut, orang itu langsung pergi begitu saja. Tak peduli dengan Ilona yang masih terus berbicara.

Ilona berdiri kaku di dekat pagar rumahnya. Menatap dua orang dari pihak bank yang sudah pergi. Hanya rumah ini satu-satunya peninggalan ayahnya yang tersisa. Bahkan, barang-barang berharga di dalamnya pun sudah ludes terjual untuk biaya pengobatan ayahnya.

Ilona tak bisa melepas rumah ini begitu saja. Apalagi jika nantinya harus menyewa rumah, biaya yang diperlukan akan bertambah. Dari banyak hal yang kini tinggal menjadi kenangan, satu-satunya yang ingin Ilona pertahankan adalah rumah ini.

“I-lona! Ilona!”

Ketika membalikkan tubuhnya, Ilona terkejut bukan main saat melihat ibunya sudah kesakitan dan terduduk di lantai sembari menyentuh dada. “Kita ke rumah sakit sekarang, Bu.”

Kedatangan orang-orang dari bank itu membuat penyakit jantung Haura—ibu Ilona kambuh. Akibatnya, Haura harus mendapat perawatan intensif di rumah sakit. Dengan sisa uang yang dimilikinya, Ilona membayar biaya administrasi rumah sakit untuk ibunya.

Entah apa yang terjadi, asuransi keluarga mereka tak bisa digunakan. Bahkan, sejak ayahnya mulai sakit-sakitan. Ilona sudah mencoba mengurusnya, namun sampai sekarang belum ada kemajuan. Asuransi tersebut masih belum bisa digunakan dan mau tak mau mereka harus menggunakan uang pribadi.

“Ilona! Bagaimana kondisi Ibu?” Adrian—kakak Ilona berlari menghampiri sang adik.

“Ibu sudah ditangani dokter. Aku juga sudah membayar biaya administrasinya,” jawab Ilona dengan suara lirih.

Apa yang terjadi seharian ini membuat separuh tenaganya menghilang. Hari ini benar-benar berat baginya. Setelah dikerjai oleh Reinhard, dirinya juga kehilangan pekerjaan. Rumahnya nyaris disita oleh bank dan sekarang ibunya jatuh sakit.

“Kakak ada sedikit uang. Kamu simpan.” Adrian menyelipkan beberapa lembar uang ke tangan Ilona sebelum masuk ke ruang perawatan ibunya.

Ilona yang hendak menolak uang tersebut memilih kembali mengatupkan bibirnya dan menyusul masuk ke ruang perawatan ibunya. Haura masih belum sadarkan diri. Jika tidak segera ditangani, kondisi wanita paruh baya itu mungkin lebih fatal lagi.

Ilona dan Adrian sudah mengobrol dengan dokter yang menangani sang ibu. Syok berat yang Haura alami membuat kondisi wanita paruh baya itu drop. Harus ada pemeriksaan lanjutan untuk mengetahui kondisi sang ibu lebih dalam dan pastinya membutuhkan biaya cukup besar.

“Tadi ada orang dari bank? Kenapa kamu tidak langsung menelepon kakak?” tanya Adrian setelah dirinya dan Ilona keluar dari ruang perawatan ibunya.

“Kakak sedang bekerja, aku tidak mau mengganggu. Lagi pula, meskipun kakak datang, mereka akan tetap menyegel rumah kita,” jawab Ilona putus asa.

Ilona tak berani mengatakan jika dirinya dipecat hari ini. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk menceritakannya pada siapa pun. Kabar pemecatannya hanya menambah masalah mereka yang sudah rumit. Ia sedang berusaha memikirkan solusi agar keluarganya tak semakin terlilit utang.

“Kakak akan mencari pinjaman lain. Untuk menutupi angsuran yang harus dibayar ke bank. Hanya itu cara yang bisa kita lakukan agar rumah itu tidak disita,” usul Adrian.

“Pinjaman ke mana lagi, Kak? Utang kita sudah banyak. Kalau begitu sama saja utang kita tidak berkurang!” tolak Ilona.

Meminjam lagi ke pihak lain hanya untuk membayar angsuran ke bank hanya membuat utang mereka semakin banyak. Sedangkan utang yang ada sekarang saja belum bisa terlunasi. Jika begini terus, entah sampai kapan keluarganya akan dikejar utang.

Adrian bekerja sebagai cleaning service di sebuah perusahaan yang tidak terlalu besar. Penghasilan lelaki itu juga tidak banyak. Apalagi sekarang Ilona sudah dipecat. Menambah utang hanya akan membuat kehidupan mereka semakin rumit.

“Kalau begitu, kita harus siap melepas rumah itu!” balas Adrian yang juga kebingungan mencari solusi.

Ilona spontan menggeleng tak setuju. “Jangan! Penyakit ibu bisa semakin parah kalau kita melepas rumah itu. Aku sudah punya solusi lain.”

“Solusi apa? Kamu mau ke mana?” tanya Adrian saat Ilona tiba-tiba pergi begitu saja.

“Aku akan segera kembali. Tolong kakak temani ibu dulu!” sahut Ilona yang menoleh sekilas tanpa menghentikan langkahnya.

Selama beberapa jam ini, Ilona sudah memikirkan solusi yang mau tidak mau harus dirinya ambil. Ia harus memutuskan dengan cepat karena waktunya tak banyak. Oleh karena itu, ia bergegas pergi. Dirinya harus menemui seseorang yang bisa membantunya.

Ilona kembali ke kantor Reinhard. Tak bisa bertemu secara langsung, ia terpaksa membuat janji temu terlebih dahulu. Ia pikir hanya akan menunggu sebentar. Nyatanya, Reinhard tak juga muncul hingga matahari terbenam. Bahkan, sudah banyak karyawan lelaki itu yang berseliweran pulang.

Sadar hanya dikerjai, Ilona pun memilih beranjak dari kursi yang selama beberapa jam ini dirinya tempati. Ia lupa Reinhard bukan lagi orang yang sama dengan yang dikenalnya dulu. Namun, ketika hendak beranjak pergi, seorang security memanggilnya.

“Pak Reinhard meminta Nona menemuinya di ruangan. Mau saya antar?” tawar sang security.

“Saya bisa ke sana sendiri, Pak. Terima kasih,” jawab Ilona seraya bergegas melangkah ke lift dan menekan tombol menuju lantai teratas gedung ini.

Lantai atas sudah sangat sepi. Beberapa ruangan tampak sudah kosong. Ilona bergegas melangkah menuju ruangan Reinhard yang letaknya paling ujung. Meja sekretaris lelaki itu jiga sudah kosong. Tanpa mengetuk, ia langsung membuka pintu ruangan tersebut.

“Belum genap 24 jam dan kamu sudah kembali? Aku tidak menyangka kamu akan berpikir cepat.” Nada mencemooh sangat kental dari suara lelaki itu.

“Aku bersedia menikah denganmu,” ucap Ilona tanpa basa-basi. “Tapi, aku ingin kamu melunasi semua utang keluargaku.”

Ilona tak tahu harus meminta tolong pada siapa lagi. Keluarga jauhnya menghilang sejak ayahnya bangkrut dan jatuh sakit. Jika keluarganya masih terlilit utang, penyakit ibunya akan terus kambuh. Ilona sudah kehilangan ayahnya, ia tak ingin kehilangan ibunya juga.

Reinhard yang semula masih menatap layar komputernya spontan mengalihkan pandangan. Lelaki itu bangkit dari kursinya dan menghampiri Ilona. “Semua? Lalu, apa yang aku dapatkan?”

“Apa pun yang kamu inginkan,” jawab Ilona tanpa berpikir panjang.

Sebelah sudut bibir Reinhard terangkat. “Oke. Aku akan menagih ucapanmu nanti. Pastikan ini bukan omong kosong.”

Pernikahan itu benar-benar terjadi seminggu kemudian. Sehari setelah Haura keluar dari rumah sakit, Reinhard langsung menagih janji Ilona. Lelaki itu benar-benar melunasi semuanya, termasuk biaya perawatan Haura selama berada di rumah sakit.

Awalnya, Adrian menentang keras keputusan Ilona. Namun, setelah Reinhard mengajak lelaki itu bicara, akhirnya Adrian menyetujui keputusan Ilona. Namun, hingga pernikahan tersebut terlaksana, Adrian masih menunjukkan ketidaksukaannya.

Pernikahan ini sangat sederhana. Hanya beberapa orang yang hadir. Bahkan, tak ada satu pun anggota keluarga Reinhard yang muncul. Pernikahan ini benar-benar disembunyikan. Entah apa yang Reinhard inginkan sebenarnya. Namun, sudah tidak ada kesempatan Ilona untuk mundur.

Begitu serangkaian acara tersebut selesai, Reinhard langsung menyeret Ilona menjauh dari ballroom hotel menuju kamar hotel mereka. Begitu sampai di dalam kamar, lelaki itu langsung menghempaskan Ilona di sisi ranjang, kemudian membungkukkan tubuhnya di depan laci yang ada di samping ranjang itu dan mengambil sesuatu dari sana.

“Cepat tandatangani berkas ini!” perintah Reinhard sembari melempar sebuah dokumen ke samping Ilona.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Retak yang Kembali Utuh

    “Milikmu?” beo Reinhard sembari menatap sang istri dengan sorot penuh makna. “Itu kalungku yang hilang. Sudah lama sekali aku mencarinya. Ternyata, kamu yang menyimpan kalungku?” Ilona spontan mendekati Reinhard dan menelisik kalung tersebut. Kalung itu memang miliknya. Kalung pemberian ayahnya, satu-satunya harta yang paling berharganya yang tersisa. Ilona telah mencari kalung tersebut sejak lama, namun tak pernah menemukannya. Sebenarnya, Ilona tidak pernah memakai kalung tersebut karena takut hilang. Namun, ia selalu menyimpan kalung tersebut di dompetnya. Namun, suatu hati saat Ilona mencari kalung tersebut, kalungnya telah menghilang entah ke mana. Ilona tidak tahu sejak kapan kalungnya menghilang. Ia sempat mengira kalungnya jatuh di jalan tanpa dirinya sadari. Hingga akhirnya, ia tak mencari-cari kalung itu lagi. Terlebih, kala itu kehidupannya sedang semrawut, dan banyak hal yang lebih penting yang perlu diurus. “Berarti kamu yang mendonorkan darah untukku saya aku k

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Tameng Tebal yang Terbuka

    Penyesalan selalu datang belakangan. Meskipun sudah berulang kali diingatkan, tetap saja akan dianggap angin lalu. Kecuali, jika sudah ada sesuatu yang terjadi. Menampar sanubari. Barulah, penyesalan itu datang, membelenggu hati entah sampai kapan. Reinhard merasakannya sekarang. Penyesalan tersebut tampak sangat jelas dan lelaki itu tak berusaha menutupinya. Awalnya, Reinhard yang bersikeras tak ingin berlama-lama tinggal di kediaman orang tuanya. Dan sekarang lelaki itu malah tampak tak mau pergi. Dua minggu telah berlalu sejak kepergian Anindya yang begitu mendadak. Reinhard memilih mengambil cuti tahunan secara tiba-tiba. Membatalkan seluruh agenda yang tersusun rapi. Dan lebih banyak mendekam di kamar bekas mendiang orang tua lelaki itu. Reinhard memang tak pernah berbicara macam-macam. Lelaki itu lebih banyak diam. Hanya berbicara jika ditanya dan menjawab seadanya. Namun, Ilona tahu kesedihan yang lelaki itu rasakan sangat dalam. Ia pernah merasa

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Keluarga Impian

    “Panggil saya ‘mama’.”“Saya ingin minta maaf atas semua yang pernah saya lakukan. Saya selalu menilai kamu dari sisi negatif. Tapi, saya tidak pernah berusaha mengenal kamu lebih jauh.” Suara Anindya terdengar bergetar. Matanya pun sudah berkaca-kaca. Ilona yang masih berdiri di pintu membeku selama beberapa saat. Ia mendengar ucapan sang mertua, sangat jelas. Ia menatap sang mertua dengan sorot campur aduk. Tak menyangka Anindya yang begitu angkuh akan mengatakan ini padanya dengan ekspresi penuh penyesalan. Bukan lagi sorot dan ekspresi dingin yang biasanya selalu Anindya tampilkan setiap kali berbicara dengannya. Ditambah lagi dengan nada sinis dan ketus dalam setiap ucap yang wanita paruh baya itu sampaikan. Kini, Anindya tampak benar-benar menyesal. Ilona masih belum bereaksi. Lebih tepatnya, ia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Ilona tidak menganggap ibu mertuanya sedang berakting. Hanya saja, terlalu sulit dipercaya jika Anindya meng

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Sayang Tapi Gengsi

    “Aku mau merawat mama. Kalau perlu, kita bisa pindah untuk sementara waktu,” ucap Ilona mengutarakan keinginannya.Ilona bukan sedang mencari muka. Pada dasarnya, ia tidak mahir melakukan hal-hal seperti itu. Keinginan ini tulus dari hatinya. Meskipun Anindya selalu mempersulitnya, melihat keadaan wanita paruh baya itu yang sekarang membuatnya tak tega membiarkan sang mertua sendirian. Anindya memang tidak benar-benar sendirian. Ada banyak pekerja yang ada di sekelilingnya. Reinhard juga menambah beberapa perawat yang khusus merawat wanita paruh baya itu. Namun, di balik itu semua, sang mertua tetap sendirian. Orang-orang yang bekerja di sana tidak bisa dianggap keluarga. “Mama sering menyakuti kamu. Untuk apa kamu repot-repot melakukannya? Aku bisa membayar banyak perawat untuk mengurus mama,” jawab Reinhard datar sebelum kembali berkutat dengan komputer di hadapannya. Tak ingin menyerah dengan mudah, Ilona pun langsung masuk ke ruang kerja Re

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Tak Ingin Ada Dendam

    Reinhard melewati Ilona dan Ruby begitu saja. Tampaknya, lelaki itu tak menyadari keberadaan istri dan anaknya. Reinhard membawa Anindya ke mobilnya dan mengendarai kendaraan beroda empat itu seperti orang kesetanan. Se benci apa pun Reinhard pada Anindya tetap tak akan benar-benar mengubur kepeduliannya. Ilona bergegas meminta sopir yang barusan mengantarnya untuk kembali mengejar mobil Reinhard. Ia hanya terlambat beberapa menit saja dan Anindya sudah terluka. Ilona berharap itu bukan imbas dari pertengkaran Reinhard dan Anindya. “Kita doakan supaya oma baik-baik saja ya?” bisik Ilona pada putrinya. Ilona menghapus sisa lelehan air mata Ruby menggunakan tisu. Putrinya sudah tidak menangis lagi sejak dalam perjalanan menuju kemari tadi. Ilona merengkuh putrinya lebih erat untuk menyalurkan kecemasan yang membelenggu dadanya. Jarak rumah orang tua Reinhard dengan rumah sakit tidak terlalu jauh. Tak butuh waktu lama untuk sampai ke sana. Ilona

  • Dinikahi Pria yang Pernah Kucampakkan    Akhirnya Reinhard Tahu

    “Kamu dapat cek ini darimana?” tanya Reinhard saat menemukan selembar cek yang jatuh dari tas Ilona saat ia hendak memindahkan tas tersebut. Cek tersebut berasal dari perusahaan milik keluarganya. Namun, tampak sudah usang dan logo yang tertera pun logo lama, ketika ayahnya masih ada. Ia merasa tak pernah memberi Ilona cek. Apalagi di zaman tersebut. Reinhard lebih suka langsung mentransfer ke rekening Ilona jika ingin memberi uang. Anehnya, cek tersebut juga kosong. Tak ada nominal yang tertera. Sepersekian detik kemudian, Reinhard menyadari sesuatu. Cek ini pasti pemberian ibunya. Ya. Ketika mengancam Ilona agar wanita itu meninggalkannya saat dirinya koma. Seperti yang Gerald katakan tempo hari. Ketika Reinhard sudah mulai tersulut, Ilona masih asyik tertawa renyah bersama sang putri. Ilona yang sedang asyik bermain dengan Ruby di sudut kamar tidak mendengar pertanyaan Reinhard. Sehingga saat Reinhard menghampirinya, ia tak berpikir macam-macam.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status