Like đ
Hari berikutnya Bryan tampak datang ke ARS untuk menemui Arsen. Semalam Thomas menghubungi memintanya agar datang. Saat ini Bryan sudah ada di ruangan Arsen bersama dengan Thomas. Pamannya itu berkata Thomas yang akan menjelaskan semuanya. "Aku siap mendengarkan," kata Bryan ke Thomas. Thomas mengangguk lantas bicara. âSaham milikmu sudah diproses pemindahan hak kepemilikannya, untuk tiket dan akomodasi lainnya juga sudah siap, kamu tinggal berangkat bersama Nyonya Monica,â ujar Thomas menjelaskan. Thomas menyodorkan sebuah map ke Bryan. "Silahkan baca kemudian tanda tangani," ucapnya. Bryan menerima map itu dan membukanya. Dia membaca isi di dalamnya sambil mendengarkan Arsen bicara. âHiduplah dengan benar di sana, dan jangan pernah berpikir untuk kembali sebelum sukses. Aku harap tidak akan ada lagi dendam. Kamu sudah melihat sendiri, dendam hanya akan menghancurkan seseorang,â ujar Arsen mencoba menasihati. Bryan menatap Arsen dan Thomas bergantian, lalu membuang
Lily termenung, diam memandang manik mata Arsen. "Apa kamu serius?" tanyanya. "Apa yang membuatmu berpikir aku tidak serius? Aku akan melakukan segalanya untuk menunjukkan ke semua orang bahwa kamu tidk bersalah dan malah menjadi korban dari berita itu," terang Arsen. Lily sejenak tak bisa berkata-kata. Dia terharu, hatinya menghangat melihat keseriusan di wajah suaminya. "Tapi, dia mantanmu ... " Lily bicara lirih dan ragu. "Mantan hanyalah mantan. Yang penting adalah kamu istriku. Orang bilang istri adalah pakaian suami, aku tidak akan membiarkan orang mengoyak bajuku dan membuatku telanjang. Aku akan melindungimu." Lily diam, bahkan saat Arsen menggenggam tangannya dia masih tak percaya dengan apa yang dia dengar. Hingga Lily seketika memeluk Arsen, membuat suaminya itu kaget. "Aku mencintaimu," bisik Lily. Arsen memulas senyum, mendekap erat Lily lantas mencium pundak istrinya itu. Arsen dan Lily masih berpelukan, hingga Thomas muncul tiba-tiba lalu terbatuk-ba
Sore harinya Arsen memanggil Thomas datang ke mansionnya. Dia agak kaget saat sekretarisnya itu membawa sang putra. "Maaf, Pak! Istri saya kerepotan karena si kecil baru selesai vaksin, jadi agak demam. Saya diminta menjaga Niel," ucap Thomas . Arsen tiba-tiba merasa tak enak hati. Apalagi melihat Niel yang menggelendot manja ke Thomas. "Aku ingin kamu melakukan sesuatu, tapi kondisikan dulu putramu," kata Arsen. "Baik, saya izin keluar sebentar." Thomas pamit lalu mengajak Niel. Dia menggandeng anak itu ke halaman samping. "Kamu main dulu di sini, Papa harus bekerja dulu," ujar Thomas. "Ini hari libur tapi kenapa papa masih kerja? Apa Paman galak menyuruh Papa bekerja di hari libur?" "Haish ... jangan bilang begitu, ini semua demi masa depan kita, setiap jam lembur yang papa kerjakan, paman Arsen memberi bayaran lima juta." Thomas menunjukkan lima jari tangan kanannya ke sang putra. "Wow ... banyak sekali," balas Niel seolah paham. Thomas mengangguk-angguk lalu m
Di lantai bawah. Para pelayan sedang bingung saat melihat berita tentang Lily yang katanya bertengkar dengan Hana sampai Hana masuk rumah sakit. Mereka saling bisik dan mulai bergunjing. "Apa mungkin Nona melakukan itu? Aku tidak percaya." "Bukankah anak presiden mantan Tuan?" Bibi Jess yang sejak tadi diam-diam mendengar perbincangan itu masih diam memerhatikan. Hingga akhirnya mendekat untuk menegur. âLebih baik kalian berhenti mengikuti akun gosip. Kecuali kalian sudah bosan bekerja dan ingin angkat kaki dari sini.â Bibi Jess menginterupsi sampai para pelayan itu terdiam semua. âApa kalian lupa dengan aturan di rumah ini?â tanya Bibi Jess sambil menatap tajam satu persatu pelayan itu. âMaaf, kami tidak bermaksud begitu,â balas salah satu pelayan diikuti anggukan dari pelayan lainnya. "Berhenti bergosip! Bukankah pekerjaan kalian masih banyak? Cepat selesaikan pekerjaan kalian!â perintah Bibi Jess. Semua pelayan mengangguk patuh, kemudian membubarkan diri. Se
Di mobil Arsen Lily masih berbicara dengan Juna. Pria itu baru saja menjawab pertanyaannya. "Perlu, ini sangat penting," balas Juna. âSaya ingin bertemu Anda untuk membahas masalah Hendra yang sudah mencuri ponsel saya," imbuhnya. Lily yang mendengar keseriusan dari ucapan Juna hanya bisa meneguk saliva. Lily dan Arsen langsung saling pandang. Tak menyangka Hendra akan ketahuan. Arsen memberi isyarat pada Lily agar tenang dan membalas ucapan Juna. âBagaimana bisa Hendra mencuri? Rasanya ini mustahil,â balas Lily. âKarena itu saya meminta bertemu agar Hendra menjelaskan kenapa dia mencuri ponsel saya. Di sini juga ada Dini yang melihatnya agar saya tidak dianggap berbohong dan melakukan fitnah.â Lily menatap pada Arsen yang mengangguk, lalu dia kembali bicara. âApa kalian masih ada di kantor? Aku akan ke sana?â tanya Lily. âYa, kami masih di kantor. Saya tunggu,â balas Juna dari seberang panggilan. Lily mengakhiri panggilan itu, lalu menoleh pada Arsen. âBagaima
Dini memandang ponsel Juna lalu menggeleng tak percaya. "Apa mungkin selama ini Lily salah menilaimu? Kamu ternyata punya sifat buruk. Kamu mencuri," ucap Dini. Hendra gelagapan. Dia memang terlalu bodoh dan polos. Bahkan dia mau menerima tugas dari Thomas untuk memata-matai Juna juga karena takut pada Arsen. Hendra terpojok. Dia tak bisa berkutik apalagi saat Juna berkata," Karena ponselku tidak apa-apa, maka aku tidak akan melaporkanmu ke polisi, tapi aku akan tetap memberitahu Lily." Hendra memandang Dini yang mengangguk setuju dengan usulan Juna. Hendra hanya bisa pasrah. Namun, dia lega karena ancaman Juna tidak berbahaya. Setidaknya Lily pasti bisa memaklumi karena apa yang dilakukannya atas dasar perintah Arsen. Tanpa menunggu besok, Juna langsung menghubungi Lily di depan Dini dan Hendra. Dia menelepon karena tahu kalau hanya mengirim pesan Lily tidak akan membalasnya. Juna tahu betul bahwa Lily pasti dibuat stress karena pesan sampah dari buzzer yang masuk. Se