Lily mencoba meredam amarahnya, dia kesal bukan hanya karena sikap Ella, tetapi ketidakpedulian Ella terhadap Oddy. Acara amal dimulai. Semua orang masuk ke ruang khusus untuk mulai pelelangan barang yang akan dijual dan hasilnya akan disumbangkan ke beberapa panti asuhan. Lily duduk di deretan paling depan bersama Arsen, begitu juga dengan Ella dan Teddy yang duduk tak jauh dari Lily. Barang pertama lelang dikeluarkan, sebuah lukisan dari pelukis ternama yang sudah berusia puluhan tahun dibuka dengan harga fantastis. “Lukisannya indah,” bisik Lily pada Arsen. “Tawar saja kalau kamu suka,” balas Arsen dengan entengnya. “Tapi harganya sangat tinggi,” ucap Lily lagi dengan tatapan ragu. “Harganya sebanding dengan usia dan keindahannya.” Melihat Arsen tak keberatan sama sekali, Lily mengangkat papan angka dan mulai memberikan tawaran. Tak hanya Lily, beberapa pengusaha juga mulai memberikan tawaran lebih tinggi dari Lily, tetapi itu tak membuat Lily berhenti, dia kembal
Beberapa hari kemudian Lily pergi ke pesta amal bersama Arsen. Dia memakai gaun yang sangat cantik dan begitu indah melekat di tubuhnya. Keluar dari mobil yang berhenti di depan pintu masuk gedung tempat acara amal diadakan. Lily disambut uluran tangan Arsen yang siap membantunya keluar dari mobil. Senyum Lily mengembang sempurna saat meraih telapak tangan Arsen, begitu berdiri di samping suaminya, Lily segera memindah tangannya ke lengan Arsen. “Sepertinya banyak tamu undangan dari kelas atas yang datang ke sini,” bisik Lily ketika mereka melangkah masuk ke gedung menuju ruang acara. “Tentu saja,” balas Arsen, “yang datang malam ini semuanya pengusaha kelas atas.” Lily mengangguk-angguk pelan."Riani tidak mau datang, sayang sekali undanganku tidak terpakai," kata Lily."Bunda dan Papa juga sedang ke luar kota. Mereka bulan madu, kapan kita bisa melakukannya." Arsen bicara tanpa menoleh Lily.Lily hanya tertawa, karena mana tega dia meninggalkan Audrey lama-lama. Sambil berbin
Lily kaget, dia menoleh Dini dan melihat temannya itu menunduk. Dini menelan rasa malu sekaligus sakit hati. Tanpa pikir panjang, Lily masuk ke pantry hingga membuat dua staff yang tengah bergosip tentang Dini terlonjak kaget. Keduanya mematung, wajah mereka pucat saat menyadari siapa yang datang. “Sepertinya kopi kalian akan terasa lebih nikmat kalau dibumbui ghibahan.” Suara Lily terdengar datar, namun tegas. Sorot matanya menusuk, penuh wibawa. “Bu… Bu Lily…” salah satu dari mereka terbata, mencoba memberi senyum canggung pada istri CEO perusahaan tempat mereka bekerja. Lily mendekat, dia meletakkan tasnya di meja dekat pintu, lalu menyilangkan tangan di depan dada. “Aku tidak tahu sejak kapan kalian memiliki pikiran seperti ini. Kalau Dini sampai bisa menjadi direktur, itu karena kemampuannya, bukan karena dekat denganku. Dan kalau dia memiliki hubungan pribadi dengan seseorang, itu haknya. Apa urusannya dengan kalian?" Kedua staff itu semakin menunduk, tubuh mere
Lily terdiam mendengar penjelasan Bibi Jess. Dia merengkuh tubuh Oddy dan memeluknya dengan hangat untuk menenangkan, tetapi ternyata itu tak cukup membantu dan tetap tak membuat Oddy berhenti menangis. “Mama mana?” rengeknya sejak tadi. Lily menoleh pada Bibi Jess yang panik dan kebingungan. “Saya hanya takut kalau mental Oddy terganggu karena terus menangis mencari ibunya,” kata Bibi Jess. Lily pun bingung. Dia akhirnya melepas pelukan lalu menatap Oddy sambil berkata, “Oddy ikut Mama Audrey, ya.” Lily menggandeng Oddy ke ruang makan, sesampainya di sana Arsen sudah memandang ke arahnya. “Oddy kangen Ellla, tapi kata Bibi Jess, Ella bahkan tak bisa dihubungi,” kata Lily. “Ella memang sangat keterlaluan. Dia sudah melewati batas sebagai orang ibu,” geram Arsen. Lily mengangguk lalu menoleh sekilas pada Oddy sebelum berkata, “Apa boleh Oddy bermain dengan Audrey agar dia tidak merasa kesepian?” Arsen menatap Oddy yang sesenggukan, lalu mengangguk pelan. Akhirnya L
Lily menipiskan senyum melihat penampilan Ella yang sudah sangat berubah dan kini menatap sombong padanya.“Soal tuduhanmu padaku, aku akan melaporkannya ke polisi,” ancam Ella penuh percaya diri.Kembali menipiskan senyumnya, Lily membalas, “Laporkan saja. Aku tidak takut. Bukti CCTV sudah jelas menunjukkan kalau kamu mengajak Audrey tanpa izin. Dengan trackrecord-mu, lihat saja siapa yang akan dipenjara.”Ella syok sampai mulutnya menganga dan tidak bisa membalas ucapan Lily.Soraya mendekat pada Ella, lalu memegang tangan Ella. “Lebih baik tidak mencari keributan di sini,” katanya.Ella menoleh pada Soraya, lalu membalas, “Apa Tante tidak tahu? Dia sudah menuduhku sebagai penculik sampai aku menjadi pusat perhatian banyak orang.”Tanpa membalas ucapan Ella, Soraya memilih menarik tangan Ella untuk menjauh pergi dari toko itu.Setelah berada jauh dari toko, Soraya melepas tangan Ella lalu mulai menatap datar.“Bukan begitu caranya melawan. Dengan posisimu sekarang, orang lain tentu
Lily dan Dini akhirnya pergi ke Mall. Siang itu Mall dipenuhi hiruk pikuk orang-orang yang mulai berdatangan. Lampu-lampu toko berpendar lembut, aroma kopi dan roti panggang dari cafe di lantai bawah tercium samar. Lily menurunkan stroller Audrey dari bagasi, lalu menaruh Audrey di atasnya. Dini menutup pintu mobil dan menguncinya. “Ayo,” ajak Dini dan membantu Lily mendorong stroler Audrey. Langkah mereka menuju lift. Saat pintu lift terbuka, mereka pun masuk dan naik bersama dengan pengunjung lain. Tak lama pintu lift kembali terbuka, mereka pun keluar dan menghirup aroma khas Mall yang menenangkan. Udara di mall terasa seperti hembusan segar yang Lily butuhkan. Ada rasa lega yang perlahan menepis sisa-sisa ketegangan yang menempel di dadanya. “Ramai sekali, apa karena tanggal muda?” gumam Lily pelan, matanya berbinar-binar menatap keramaian orang-orang yang lalu lalang dengan wajah ceria. Audrey, yang duduk di stroller, tak bisa menahan kegembiraannya. Tangannya menepuk-nep