Share

5. Aku Akan Menjadi Bayanganmu

"Dia terlihat menyedihkan, Ibu." Yang dimaksud Sofia adalah Aland. "Pria itu terlihat seperti singa yang kehilangan kuasanya. Aland benar-benar menderita kurang gizi."

"Ya," sahut Ibu Rahayu dari seberang telepon. "Mr. Amstrong selalu mengatakan hal yang sama setiap kami bertemu. Apa dia mau bicara padamu. Biasanya dia menolak berbicara dengan siapa pun."

"Dia bahkan memakiku," ucap Sofia sambil tertawa.

"Oh ya?" Ibu Rahayu ikut tertawa.

"Ibu, kau sungguh tidak keberatan aku harus mengabaikanmu lagi?"

"Kau tidak pernah mengabaikanku, Sayang. Tidak pernah sama sekali. Aland lebih membutuhkan bantuanmu. Ibu bisa menunggu dan Ibu akan baik-baik saja. Sementara Aland sudah sekarat. Sementara aku sedang menikmati hidupku dengan teman-temanku di sini."

Yang dimaksud di sini adalah di panti sosial. Sejak dua tahun lalu, Ibu Rahayu memang memutuskan tinggal di panti sosial dimana Mr. Amstrong adalah donatur tetap di sana. Ibu Rahayu merasa lebih hidup karena di sana ia membantu menyiapkan makanan untuk para jompo

Sofia menatap amplop besar yang ada di atas meja. Amplop yang berisi catatan medis yang diberikan Zoe kepadanya. Sofia belum membukanya.

"Besok aku akan mengunjungimu. Aku merindukanmu, Ibu."

"Ibu yang akan datang ke sana. Kau pasti sangat lelah.

Setelah kesepakatan bahwa Ibu Rahayu lah yang akan datang, panggilan pun terputus.

"Mari kita lihat apa yang terjadi dengan tubuhnya." Sofia mengambil amplop, mengangkat hasil rontgen ke arah matahari dan dia meringis melihat kerusakan yang dialami tubuh seorang pria yang ia kenal tangguh dan kuat. Sungguh suatu mukjizat, Aland tidak tewas di tempat.

Hasil rontgen yang diambil setiap kali operasi berjalan sukses memperlihatkan tulang-tulang yang mengalami kesembuhan lebih baik daripada seharusnya, sendi-sendi tulang kembali tersambung. Sofia mengeluarkan hasil rontgen terakhir menunjukkan detail menakjubkan. Entah dokter yang menangani Aland adalah seorang ahli bedah genius, atau ini sebuah keajaiban nyata. Sofia tidak melihat ada kendala fisik yang menghalangi Aland bisa berjalan kembali, saraf-saraf pria itu tidak rusak sepenuhnya.

Lalu Sofia beralih pada catatan laporan yang diberikan dokter. Membaca dengan penuh khidmat, mempelajari setiap detail. Di sana tertulis bahwa kendalanya ada pada Aland sendiri sehingga tidak ada kemajuan berarti. Aland terlalu pesimis. Minimnya keinginannya untuk bangkit kembali. Aland terpuruk dan mengalami depresi. Sofia menyelesaikan pekerjaannya, berakhir pada kesimpulan bahwa Aland menolak bekerjasama untuk kesembuhannya sendiri.

Well, ini akan menjadi tantangan tersendiri untuk Sofia dan gadis itu suka tantangan.

Dulu, ia mengingat bahwa Aland sangat aktif, kondisi tubuh sempurna, tipe pria sejati penggemar tantangan. Sofia bisa merasakan betapa frustasinya pria itu yang kehidupannya kini hanya berada di seputar kursi roda. Gerakan terbatas yang seolah membunuh jiwa pria itu. Dan faktanya, Aland memang tidak peduli lagi apakah dia masih hidup atau sudah mati.

Keesokan paginya, Sofia bangun tepat jam lima. Selalu seperti itu. Tanpa ada alarm sama sekali. Entah dia sedang begadang atau pun tidak. Tubuhnya akan tetap bangun dengan sendirinya di jam yang sama.

Sofia melakukan kewajiban sebagai seorang hamba, lalu kemudian mengerjakan apa yang dibutuhkan tubuhnya demi kesehatannya. Berolahraga selama dua puluh menit. Jam enam, dia sudah siap untuk bertemu dengan Aland. Apakah pria itu sudah bangun? Jika tidak, ia harus mempersiapkan diri untuk mendapat makian dari Aland.

Sofia masuk ke dalam kamar yang masih gelap gulita. Dia menyalakan lampu. Aland masih tidur. Sofia memperhatikan sosok tersebut. Terlihat menyedihkan. Kemarin Sofia tidak terlalu memperhatikan, ternyata Aland banyak kehilangan bobot tubuhnya dari yang ada di dalam ingatan Sofia.

Sofia menebak, Aland kehilang bobot kurang lebih 25 kilo. Dulu, Aland memang ramping, tapi tubuhnya penuh otot. Tatapan Sofia beralih pada rambut hitam kelam yang terlihat kusam karena kekurangan gizi. Berantakan, sepertinya sudah lama tidak dipotong. Kulit Aland pucat, pipinya cekung.

Sofia kini merasakan apa yang dirasakan Mr. Amstrong. Hatinya seperti tersayat sembilu. Kemana Aland yang dulu? Aland yang seakan bisa melakukan semuanya tanpa celah.

Sofia merasakan batinnya retak, hancur menjadi ribuan kepingan yang rapuh. Sofia meyakinkan dirinya bahwa yang ia rasakan ini karena ikatan batin antara dirinya dengan pasien.

Namun sebelumnya, dia tidak pernah merasakan seolah sedang sekarat. Ia tidak pernah merasakan amarah menggerogoti dirinya melihat ketidakadilan ini, ketidakberdayaan Aland. Penderitaan dan keputusasaan terpahat di wajah Aland.

Bulu mata lebat nan lentik itu tiba-tiba bergerak. Perlahan mata itu terbuka. Sofia menunggu reaksi Aland. Untuk sesaat keduanya saling menatap. Sepertinya Aland sedang berusaha mengumpulkan nyawa dan kesadarannya.

"Kupikir ini mimpi buruk, ternyata kenyataan pahit." Suara pria itu serak dan berat. Khas bangun tidur.

"Selamat pagi," Sofia menyapa dengan senyum lebar.

"Matikan lampunya!" Aland memalingkan kepalanya, entah karena malu atau memang tidak sudi melihat Sofia. Sofia bertaruh alasannya adalah yang kedua.

"Lupakan tentang lampu. Saatnya bangun, pemalas!"

"Apa yang kau lakukan di kamarku?!"

"Mulai hari ini aku adalah terapismu." Sofia mengumumkan dengan nada riang yang menurutnya sedikit berlebihan.

Berhasil, Aland mengembalikan tatapan ke arahnya dan senyum Sofia masih terpatri di kedua sudut bibirnya.

"Terapis?" Aland menatap tidak percaya. Lalu detik berikutnya, pria itu menyunggingkan bibir dengan gaya mencemooh. "Kau seorang terapis?"

"Itulah yang baru kuumumkan. Uncle secara khusus mempekerjakanku untuk menjadi terapismu. Jadi, kau harus bekerjasama."

Aland kembali menggerakkan matanya memperhatikan Sofia. "Tidak perlu, aku tidak butuh terapis dan aku tidak ingin diganggu."

"Karena aku sudah mengenalmu, kau pun demikian, jadi aku akan menanggalkan sikap formal diantara kita. Pertama, aku menyesal kau harus mengalami ini, Aland. Kedua, aku akan tetap di sini karena antara aku dan Mr. Amstrong sudah menyetujui kontrak dan aku tipikal orang yang menghormati sebuah perjanjian."

"Kau kubebaskan dari kontak tersebut." Gumamnya seraya kembali memalingkan wajah.

"Aduh, kau baik sekali. Masalahnya, aku yang tidak akan membebaskanmu dari kontrak ini. Uncle lah yang memberi kuasa padaku. Kontraknya sah dan sulit dibatalkan."

"Aku tidak ingin melihatmu di sekitarku!" Lagi, Aland menoleh ke arahnya dengan tatapan bengis. Jika dulu, mungkin Sofia akan langsung berlari melihat tatapan Aland.

Pernah satu kejadian, Sofia tidak sengaja menumpahkan minuman ke baju Julia, mantan istri Aland. Julia beraksi berlebihan dan mengadukan hal itu pada Aland. Aland marah dan tatapannya sama persis saat seperti sekarang ini.

"Kau harus membiasakan diri." Sofia menyahut santai. "Karena mulai hari ini, aku akan menjadi bayanganmu. Aku akan tinggal di sini, di kamar sebelah."

"Brengsek! Pergilah ke neraka, sialan!"

"Satu-satunya cara untuk bisa menyingkirkanku, adalah berjalan sendiri ke pintu dan dorong aku keluar. Pertanyaannya adalah apa kau mampu?" Sofia menunggu reaksi pria itu. Alanda hanya melayangkan tatapan sengit. "Tidak ada orang lain yang bisa melakukannya untukmu, Aland."

Sofia kembali menantikan reaksi Aland. Pria itu hanya diam.

"Berhenti lah melayangkan protes tidak berarti. Lihatlah dirimu yang menyedihkan, Aland. Otot-ototmu berubah menjadi bubur. Tidak heran kau tidak bisa berjalan!"

Pupil pria itu bergerak, berkilat marah. "Persetan denganmu." Suara Aland seperti tercekik.

"Dengan kondisimu sekarang, kau bahkan kalah telak jika berkelahi dengan mi. Kau masih suka mie instan?"

"Kau memiliki tongkat sihir yang bisa langsung membuatku bisa berjalan seperti semula?"

"Tongkat sihir? Kau terlalu tua untuk berfantasi seperti itu. Kau harus bekerja keras jika ingin bisa berjalan lagi. Kau harus berjuang, kesakitan, berkeringat dan aku akan membantumu bisa berjalan lagi."

"Kau tidak perlu melakukan itu, Nona. Satu-satunya yang harus kau lakukan adalah menjauh dari kamarku! Aku tidak peduli kontrak seperti apa yang kau setujui. Ini kamarku dan aku akan membayarmu untuk menyingkirkanmu. Bukankah itu yang kau harapkan? Uang dan uang. Sama seperti ayahmu yang penipu itu!"

"Aku tidak menerima bayaran apa pun. Dan aku tidak memberimu pilihan." Sofia menanggapi dengan santai.

"Bukan kau yang memberi pilihan, tapi aku lah yang mengambil pilihan!"

Sofia terdiam sejenak, ia perhatikan wajah Aland yang merah karena geram. Dan Sofia berniat membuat pria itu semakin marah, kemudia ia melontarkan kalimat yang cukup kejam.

"Sepertinya kau memang sangat menikmati tatapan kasihan yang dilayangkan orang-orang padamu."

"Tutup mulutmu, pelayan sialan!!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
kak via
aku hadir kembali ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status