Share

CHAPTER 4

Author: Thata Chan
last update Last Updated: 2024-09-27 09:53:13

"Awasi gerak-gerik Perawat yang bernama Handoko. Saya merasa jika dia menyembunyikan sesuatu! Periksa setiap CCTV yang ada di sudut rumah sakit, jangan sampai ada yang terlewat sedikitpun!"

Inspektur Raka berbicara pada asistennya sembari meninggalkan ruangan rapat rumah sakit. Melihat gelagat aneh yang ditunjukkan oleh Handoko, ia merasa jika pria itu terlibat dalam kasus kehamilan Giana.

Asisten Inspektur Raka mengangguk, "Baik, Inspektur. Saya dan Tim akan melakukan penyidikan dengan baik, tidak akan melewatkan semua orang dari pemeriksaan." Ia menimpali perkataan atasannya dengan nada yang tegas.

Ketegangan di rumah sakit terasa semakin memuncak setelah penyelidikan awal yang dipimpin oleh Inspektur Raka. Setiap staf yang hadir di ruang rapat tampak cemas, terutama setelah fokus penyidik tertuju pada perawat Handoko, yang sejak awal terlihat gelisah.

Setelah Inspektur Raka dan timnya meninggalkan ruangan, desas-desus mulai terdengar di antara para staf. Beberapa perawat mulai saling berbisik banyak dari mereka merasa tertekan, takut akan konsekuensi yang mungkin terjadi jika ada kesalahan kecil yang ditemukan oleh penyidik.

Di posisinya berada, Handoko tampak semakin panik. Keringat dingin membasahi wajahnya, dan tangannya gemetar saat dia berusaha menenangkan diri. Ia sadar, bahwa setiap kata yang diucapkannya tadi akan diperiksa dengan teliti. Kegelisahan semakin terasa ketika dia melirik ke arah Bu Fatma yang tampak teremenung.

"Bagaimana?" batin Handoko terus berucap.

Sementara itu, Bu Fatma yang duduk termenung dengan tatapan matanya yang kosong, tak henti-hentinya memikirkan kondisi putrinya. Ia berharap, penyelidikan yang dilakukan dapat mengungkapkan kebenaran.

Melihat keadaan Bu Fatma yang mengkhawatirkan, Dokter Antares dan Dokter Lucia yang duduk di sisi kanan dan kiri wanita itu saling bertukar pandang. Keduanya merasa kasihan melihat keadaan Bu Fatma yang dirundung kesedihan dan kebingungan.

Namun, mereka tidak dapat melakukan apapun selain berusaha menenangkan Bu Fatma dan membantu tim penyidik mengungkap kebenaran dari kasus yang membingungkan tersebut.

"Bu Fatma, kami tahu semua ini berat. Tapi percayalah, jika Tim penyidik akan memecahkan kasus ini secepatnya," ucap Dokter Lucia. Ia berbicara dengan nada lembut, berusaha memberikan ketenangan pada Bu Fatma yang sedang tidak baik-baik saja.

Mendengar perkataan Dokter Lucia, Bu Fatma yang tersadar dari lamunannya itu pun menganggukkan kepalanya.

"Entah apa dosa saya dan Giana, Dokter. Apa sebenarnya salah kami? Sehingga Tuhan memberikan ujian yang begitu berat seperti ini," ucap Bu Fatma. Suaranya serak, seperti tercekat di tenggorokan.

Dokter Lucia menghela napas, "Sabar, Bu. Percayalah jika Tuhan tidak akan menguji umatnya di luar batas kemampuan."

Mata Bu Fatma kembali memanas, air matanya menganak sungai. Ia kembali menangis tergugu, membuat Dokter Lucia dan Dokter Antares semakin merasa iba.

"Tenanglah, Bu. Kita akan memecahkan masalah ini bersama-sama," ucap Dokter Antares.

Perkataan pria itu terdengar lembut. Ia berusaha mendorong kekuatan untuk Bu Fatma yang sedang menghadapi masalah pelik. Masalah yang menimbulkan banyak pertanyaan tetapi belum ada satupun jawaban yang didapatkan.

"Semoga kasus ini cepat terungkap, Dokter. Agar pelaku keji itu bisa segera diamankan dan mendapatkan hukuman atas semua yang telah dilakukannya terhadap Giana," ucap lirih Bu Fatma.

Wanita itu menyeka air matanya yang terus-terusan menetes tanpa diminta, seakan tak pernah menyusut dan mengering.

Suasana ruang rapat rumah sakit tersebut benar-benar terasa tegang. Di posisinya, sesekali Handoko melirik pada Dokter Antares dan Dokter Lucia yang berusaha memberikan ketenangan untuk Bu Fatma.

***

Sore harinya, tepatnya di ruang rawat Giana, tampak gadis itu tengah duduk termenung diposisinya. Tatapan matanya kosong dengan pandangan yang lurus ke depan. Wajahnya pun terlihat begitu pucat, seperti mayat hidup.

Disamping ranjang tersebut, ada Bu Fatma yang duduk di sebuah kursi, di tangannya terdapat semangkuk bubur untuk putrinya.

"Buka mulutnya, Sayang," ucap Bu Fatma. Ia meminta putrinya untuk membuka mulut dan menerima suapan bubur yang disodorkannya.

Namun, Giana yang duduk diposisinya itu bergeming. Ia bagaikan jiwa tanpa raga setelah bangun dari tidur panjangnya dan mendapati jika dirinya tengah mengandung.

"Gi, ayo buka mulutnya. Mumpung buburnya masih hangat," ucap Bu Fatma.

Meskipun sulit menerima, tetapi Bu Fatma tetap merawat putrinya dengan sabar dan penuh kasih sayang. Mengandung seperti itu bukanlah keinginan putrinya, terlebih lagi semua ini adalah musibah yang begitu mengejutkan mereka semua.

Entah siapa pemilik janin yang tumbuh di rahim Giana, kenapa orang itu tega memanfaatkan ketidakberdayaan.

"Gi tidak lapar, Ma," ucap Giana. Suaranya lirih, nyaris tak terdengar. Hanya gerak bibirnya saja yang menunjukkan jika ia merespon perkataan ibunya.

Bibir Bu Fatma bergetar, ia sadar dan memahami jika saat ini putrinya pasti syok atas apa yang menimpanya.

"Meskipun tidak lapar, kamu harus makan meskipun sedikit. Mama tidak mau kamu kembali sakit," ucap Bu Fatma. Ia membujuk putrinya agar mau menerima suapannya. "Di dunia ini, Mama cuman punya kamu, Gi. Kamu adalah satu-satunya penyemangat dan alasan Mama bertahan." imbuhnya.

Mendengar perkataan Bu Fatma, Giana menoleh, ia merespon dengan cara menatap pada wanita itu.

Tak tahan melihat tatapan sendu Ibunya, Giana pun mengulas senyuman kecil di bibir pucatnya. Lalu, ia membuka mulut dan menerima suapan yang disodorkan oleh Bu Fatma.

"Makan yang banyak, habiskan, Sayang," kata Bu Fatma. Ia membalas senyuman kecil putrinya, tetapi dengan mata yang berkaca-kaca.

"Kapan kita pulang, Ma? Gi rindu rumah ...."

Ditanya oleh Giana, Bu Fatma memejamkan matanya, berusaha untuk mengurangi rasa sesak di dadanya.

Selanjutnya, "Besok, kalau semua musibah yang menimpa kita sudah menemui titik terang dan terselesaikan. Kita akan pulang dan hidup dengan tenang, Sayang."

Di saat Bu Fatma dan Giana sedang berbicara berdua, Dokter Antares yang membawa sebuah kantong kresek dan juga peralatan medisnya datang, membuat ibu dan anak itu menyudahi pembicaraan mereka.

"Selamat sore, Bu Fatma dan Giana!"

"Selamat sore, Dokter Antares," balas Bu Fatma seraya beringsut dari posisinya.

Sedangkan Giana yang duduk di atas ranjang, kembali memasang wajah murungnya.

Melihat perubahan raut wajah Giana, Dokter Antares tersenyum kecil. Ia melangkah mendekat dan meletakan kantong kresek yang dibawanya ke atas meja.

"Giana, saya bawakan kamu buah segar. Baik untuk kesehatan kamu dan janin yang kamu kandung, dimakan ya!" tuturnya dengan lembut, tak hentinya bibir Dokter Antares tersenyum, seolah memberikan semangat untuk Giana yang sedang terpuruk.

Dokter muda itu mendekat, tangannya perlahan menyentuh kening Giana dengan punggung telapak tangan, mencoba memeriksa suhu tubuhnya yang sebelumnya terasa dingin. Tetapi, tiba-tiba saja Giana menepis tangannya dengan cepat dan kasar.

"Giana!" seru Dokter Antares, terkejut. Wajahnya menegang, bingung dengan reaksi yang tak terduga Giana.

"Gia!" Bu Fatma segera mendekat, memanggil putrinya dengan cemas.

Giana terengah, napasnya memburu. Sorot matanya menunjukkan ketakutan. "Jangan sentuh saya, Dokter!" ucapnya, penuh penolakan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dinodai Saat Koma   CHAPTER 21

    Beberapa hari kemudian, sidang pengadilan atas kasus yang menimpa Giana di langsungkan. "Sidang perkara pidana pengadilan Negeri x x yang memeriksa dan mengadili perkara pidana nomer sekian atas nama terdakwa Cristian Antares Wilson, dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum." Tuk, tuk, tuk! Suara ketukan palu Hakim ketua, terdengar keras, memenuhi seantero ruangan sidang tersebut. "Penuntut umum, apakah terdakwa sudah siap?" tanya Hakim ketua pada Jaksa penuntut umum."Siap, Yang Mulia!" sahut Jaksa penuntut umum dengan suaranya yang terdengar lantang dan tegas. "Apakah penasehat hukum siap mengikuti persidangan?" tanya Hakim ketua lagi. Ia beralih pada pengacara hukum Dokter Antares yang hadir. Pengacara Hukum Dokter Antares yang bernama Fernando itu menganggukan kepalanya. "Siap, Yang Mulia!" timpal Fernando dengan tegas seraya tersenyum tipis.Pria itu berdiri sejenak dan kembali duduk pada posisinya semula. "Kepada Penuntut umum, dipersilahkan menghadirkan terdakwa untuk m

  • Dinodai Saat Koma   CHAPTER 20

    "Semua ini adalah awal, Gia. Saya pastikan, jika kamu dan bayi itu tidak akan pernah lepas dari saya. Saya mencintai kamu, dan percayalah jika kita ditakdirkan oleh Tuhan untuk bersama." Giana yang kini berada di ruangan rawatnya dan dijaga oleh Bu Fatma serta Dokter Lucia, tampak termenung di atas ranjangnya. Gadis itu memikirkan kata-kata yang di bisikan oleh Dokter Antares sebelum menyerahkan diri pada petugas kepolisian. "Tuhan, siapa sebenarnya Dokter itu? Apakah sebelumya Gia pernah mengenalnya?" batin Giana bertanya-tanya. Pikirnya, jika memang Dokter Antares mencintainya. Lalu kenapa melakukan hal keji seperti itu padanya? Menodainya yang sedang koma sampai mengandung dan membuat kehidupannya menderita."Gia, tidurlah. Hari sudah larut," ucap Bu Fatma. "Kamu harus menjaga kesehatan, ingat ada janin di rahin kamu." Suaranya pelan dan terdengar begitu penuh kasih sayang. Perkataan Bu Fatma, menyadarkan Giana dari lamunannya. Gadis itu menganggukkan kepalanya dan beringsut

  • Dinodai Saat Koma   CHAPTER 19

    "Berhenti di tempat, Dokter Antares. Tempat ini sudah kami kepung!" Peringatan melalui pengeras suara yang menggema, membuat Dokter Antares yang menggenggam erat pergelangan tangan Giana itu memejamkan matanya. "Ck! Sudah kukatakan tadi 'kan? Cepat sedikit, Gia! Tapi kamu tidak mendengarkan," kata Dokter Antares pada Giana dengan pelan. "Saya harus apa sekarang?" tanyanya.Giana menggelengkan kepalanya dengan pelan. Ia yang ketakutan, tidak berbicara sepatah katapun pada Dokter Antares. "Baiklah, saya tidak akan membiarkan hal buruk terjadi pada kamu dan bayi kita. Jadi— saya akan menyerahkan diri pada petugas-petugas sampah itu," kata Dokter Antares dengan suaranya yang terkesan di tahan. Pria itu berbicara sembari melepaskan Giana dan berdiri diam pada posisinya. Tetapi, sebelum itu, mendekatkan wajahnya pada Giana dan membisikkan sesuatu. Entah apa yang ia katakan, yang jelas, bisikannya mampu membuat tubuh Giana seolah membeku. Melihat Dokter Antares diam, tim kepolisian yan

  • Dinodai Saat Koma   CHAPTER 18

    "Dokter Antares!" Suara keras Bu Fatma, spontan membuat Dokter Antares melepaskan cengkeramannya dari pergelangan tangan Giana. Pria itu menatap datar pada wanita setengah baya berada tidak jauh dari posisinya dan Giana berada."Apa yang Anda lakukan, Dokter Antares? Lepaskan putri saya!" tekan Bu Fatma. Suaranya bernada tinggi tetapi terdengar bergetar. Ia mencampurkan kemarahan dan kekhawatiran yang saat ini tengah ia rasakan.Wanita itu tidak habis pikir mengapa Dokter Antares yang selama ini ia percayai, melakukan tindakan yang mengancam yang begitu di luar dugaan.Selama Giana dirawat di rumah itu, Dokter Antares merawatnya dengan baik. Bahkan, pria itu tak menunjukkan kejanggalan sedikitpun. Sikap dan caranya sangat normal seperti dokter pada umumnya. Namun nyatanya, Dokter Antares berbeda. Ia sangat-sangat mengerikan, rasanya sulit sekali untuk percaya, jika ia telah melakukan tindakan diluar dugaan. Dokter Antares hanya tersenyum tipis, seolah-olah tidak terpengaruh oleh lu

  • Dinodai Saat Koma   CHAPTER 17

    Tap, tap, tap! Sepasang langkah kaki terdengar mengetuk-ngetuk lantai koridor rumah sakit yang sunyi, bunyi tersebut terus terdengar. Derap langkah kaki tersebut adalah milik seorang pria berpawakan tinggi yang memakai celana jeans dan juga jaket berwarna hitam, bahkan wajahnya sengaja ditutupi oleh masker agar tidak dikenali oleh orang-orangnya yang melihatnya.Dengan langkahnya yang begitu santai, pria itu berjalan lurus menyusuri koridor rumah sakit. Kedua tangannya sengaja ia masukkan ke dalam saku celana, menambah kesan santai pergerakannya saat ini.Langkah pria itu membawanya menuju ruangan rawat nomer 13, yaitu ruangan di mana Giana di rawat selama ini. Ya, pria itu adalah Dokter Antares. Ia benar-benar datang seperti perkataannya pada Giana siang tadi. Datang untuk menjemput gadis itu dan membawanya pergi jauh dari rumah sakit itu.Tiba di depan ruangan rawat Giana, Dokter Antares menghentikan langkahnya sejenak. Ia tampak menyapu area sekitar tempat itu dengan pandangan m

  • Dinodai Saat Koma   CHAPTER 16

    "Dokter Antares mengajukan cuti pagi tadi. Katanya ada masalah mendesak, adiknya yang berkuliah di luar negeri mengalami kecelakaan, Pak Inspektur!" Perkataan tersebut terlontar dari mulut petinggi rumah sakit yang memberikan izin cuti pada Dokter Antares. Pria itu berbicara pada Inspektur Raka yang datang ke rumah sakit setelah dihubungi oleh Dokter Lucia."Sial! Ternyata Dokter Antares benar-benar licik," kata Inspektur Raka. "Dia sengaja izin cuti karena ingin menghindari tes DNA dan juga investigasi lanjutan!" imbuhnya. Sorot matanya yang tajam, menunjukkan kekesalan pada sosok Dokter Antares yang ternyata begitu licik."Apa benar-benar sudah terbukti jika Dokter Antares adalah pelaku pelecehan pada Pasien Giana, Pak Inspektur? Kenapa anda terlihat begitu cemas dengan kepergiannya?" "Ada beberapa bukti yang akurat, salah satunya adalah bukti rekaman yang menunjukkan jika Dokter Antares adalah orang yang memasukan selembar kertas berisi permintaan maaf pada Pasien Giana. Lalu, ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status