Di gedung mualaf center, Darren Dash merasa gelisah. Pasalnya entah keputusannya sudah bulat ataukah belum, hari ini dia akan mengucapkan sebuah ikrar untuk berpindah keyakinan. Sudah lama sekali Darren mengenal Islam sebab mayoritas teman dan karyawan di perusahaannya beragama Islam. Rasa penasaran itu sudah lama bersemayam hingga dia rajin membeli buku tentang agama Islam dan membacanya saat waktu senggang. Hanya sekedar memenuhi dahaga penasaran, sebab dalam kacamatanya Islam agama yang penuh cinta kasih dan kedamaian. Dia merasa nyaman tinggal di lingkungan seperti itu. Seorang lelaki bertubuh gemuk dalam balutan jubah putih dan kepala yang dililit sorban dengan warna senada tersenyum sembari berjalan gontai menghampiri Darren yang tengah kikuk duduk di atas sofa berwarna marun bersama Jodi. “Pak Darren, tenang saja Koko Jimmie tidak akan menelanmu hidup-hidup.” Jodi bersuara saat mendapati Darren yang terlihat gusar dengan nafas yang tak teratur. “Aku tidak takut dengannya,
Darren Dash terlihat sangat gugup. Dia merapalkan doa-doa pada sang pencipta agar bisa menerima respon Nuha terhadapnya. Nuha pasti sangat takut, syok, marah dan perasaan apapun itu yang mewakili kemarahannya padanya. Begitulah pikiran Darren Dash saat menanti kedatangan Nuha setelah akad nikah selesai.Aruni melirik sekilat pada Darren Dash, mengamati gerak-geriknya lalu pergi ke kamar Nuha diikuti oleh Salwa, untuk menjemput Nuha. Nuha berjalan dengan begitu anggun diapit oleh Aruni dan Salwa. Dia tampil sederhana tetapi terlihat cantik dengan kebaya yang dipadupadankan dengan khimar bertahtakan tiara yang bersinar.Darren menggerakkan lehernya untuk mengintip wajah istrinya sebentar. Cantik.“Teteh, sekarang sudah sah menjadi seorang istri,” bisik Salwa berusaha menghibur sang kakak yang masih terlihat murung. Ya, pasti siapapun akan murung menikah dengan pemuda yang tak dicintainya.Nuha sama sekali tidak merespon perkataan sang adik. Kini pikirannya tengah berkelana entah di mana
Aruni menyambar kerudung bergo instan dan langsung memakainya. Dia meraih sapu yang menggantung dari balik pintu kamar lalu menguak daun pintu itu perlahan. Kepalanya menyembul dari balik pintu dengan perasaan was-was. Salwa yang merasa ketakutan hanya bisa mencengkeram ujung baju Aruni.“Siapa di situ?” pekik Aruni sembari meraba-raba mencari saklar untuk menyalakan lampu di ruang tengah sedangkan tangan yang lain tengah memegang gagang sapu.Lampu menyala dan Aruni disuguhkan oleh pemandangan di mana tak ada seorang pun orang memasuki rumahnya alias tidak ada maling. Hanya ada vas bunga yang jatuh ke lantai. Beruntung vas bunga tersebut bukan terbuat dari kaca melainkan mika yang barang tentu tahan banting.“Ummi, kenapa vas bunga jatuh?” tanya Salwa, menurunkan tubuhnya, mengambil vas tersebut dan memunguti bunga yang jatuh tercecer ke atas lantai. Dia pun menatanya kembali dan mengembalikan pada tempatnya.“Sepertinya kucing, Ummi,” seru Rasyid keluar dari kamarnya sembari menguap
Kedatangan Nuha disambut baik oleh para pelayan dengan penuh keramahtamahan. Hanya pelayan karena anggota keluarga sedang tidak berada di rumah. Jonathan Dash dan Kinanti masih berada di Singapura sedangkan Daniel Dash jangan ditanya lagi, dia tinggal di mana pun dia mau, terkadang di rumah, flat atau hotel. Seorang ART wanita yang sudah lama bekerja di sana membantu Nuha untuk membawakan kopernya tetapi Nuha menolak.“Aku bisa membawanya sendiri,” ucapnya dengan berwajah dingin. Wanita tua itu cukup memaklumi sikap Nuha sebab semua orang yang berada di sana sudah tahu kejadian yang menimpa gadis itu. Pasti gadis itu terpaksa menerima pernikahan tersebut. Wanita tersebut mengangguk paham lalu pergi mendahului Nuha untuk menunjukan kamar yang harus ditempatinya. Sebuah kamar yang berada di lantai tiga. Untuk tiba di sana Nuha bisa menggunakan lift atau berjalan kaki dengan menaiki anak tangga. “Saya Bik Sumi, kalau Mbak?” tanya ART yang baru sadar belum berkenalan dengan majikan ba
Aruni menatap foto Nuha saat masih kecil di dalam dompet lusuhnya. Nuha tumbuh menjadi anak yang ceria dan pemberani. Karena terlalu dekat dengan Hilal membuat Nuha sedikit tomboy.Selain pintar dalam bidang akademis, Nuha memiliki jiwa sosial yang tinggi. Dia begitu berani dan membela teman-temannya yang dibully. Hingga saat menginjakkan kakinya di bangku kuliah, Nuha memutuskan untuk menjadi aktivis mahasiswa dengan mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan.Sebagai seorang ibu, Aruni senantiasa mengangguki permintaannya selama bersifat positif. Hanya saja ketika Nuha menjadi mahasiswa, Nuha kerapkali mengikuti demo untuk menyuarakan aspirasi. Meskipun hal tersebut bertujuan baik, Aruni tak mengijinkan seorang gadis berorasi-terlalu frontal, yang cukup membahayakan dirinya. Demo terakhir cukup menarik perhatian semua orang sebab sempat viral di salah satu media sosial. Nuha menyuarakan para perempuan terutama mahasiswi yang pernah mengalami tindakan asusila yang dilakukan oleh ok
Anggara menatap Darren Dash dari atas ke bawah lalu mengulanginya lagi. Darren pergi ke kantor memakai pakaian santai, tak seperti biasanya. Anggara menghampiri tuannya dan menanyakan ada perlu apa datang saat kantor akan tutup. Dia adalah sekretaris Darren yang sudah lama bekerja dengannya sejak Darren menjabat CEO di perusahaan JD Group. Biasanya jabatan sekretaris diemban oleh seorang wanita berparas cantik dan seksi tetapi Darren sengaja memilih seorang pria karena merasa lebih nyaman saat berkomunikasi dan tidak ribet. Dan, meskipun Anggara seorang pria, tetapi kemampuannya setara dengan sekretaris wanita, telaten dan rapi. “Ada apa Pak Darren? Ada yang bisa saya bantu?” tanya Anggara. “Di mana Jodi? Apakah dia sudah pulang?” Darren beberapa kali bersin. Dia menderita alergi dingin sehingga dengan begitu mudahnya terserang flu. Darren membuka maskernya lalu membuangnya ke tempat sampah dekat sofa. “Jodi sedang ke mushola, shalat magrib. Tapi Jodi bilang akan langsung pula
Nuha baru bisa tidur saat menjelang sepertiga malam. Lalu terbangun karena alarm weker berbunyi pukul lima. Dia pun bangun seperti biasa. Dia pergi ke kamar mandi dan menunaikan shalat subuh sebagaimana rutinitas yang dia kerjakan.Selepas subuh, Nuha membuka gorden dan membuka pintu balkon. Hening sekali rumah sebesar itu. Namun Nuha masih bisa menghirup udara segar dari halaman yang begitu luas tersebut.Seseorang mengetuk pintu.“Aku akan mengambil pakaian kerja, apa aku boleh masuk?” Darren meminta ijin untuk memasuki kamarnya sendiri.Nuha tak menyahut. Dia berjalan malas dan membuka kunci pintu kamar. Semalam Nuha mengunci pintu kamar setelah tahu Darren masuk kamar diam-diam. Nuha kembali melengos dan duduk di sofa seperti patung hidup.Darren mengabaikan Nuha lalu berjalan menuju walk in closet, mengambil pakaian kerjanya. Nuha merasa tak peduli apa yang dilakukan suami.Padahal, sebelumnya Nuha membayangkan kelak dia bangun pagi hari; menyiapkan segala kebutuhan suami dan me
Pagi itu karena pergi ke kantor dengan terburu-buru, Darren sempat ketinggalan berkas penting di ruang kerjanya di lantai tiga bersebelahan dengan kamar utamanya yang kini ditempati Nuha. Dia pun kembali pulang untuk mengambil berkas tersebut.Bik Sumi yang tak ingin disalahkan perihal menjaga Nuha buru-buru bergerak cepat mendekati tuannya yang baru turun dari lantai tiga sembari menenteng tas berisi berkas di tangan kanannya.“Mas Darren, Mbak Nuha masih belum mau makan. Dia hanya minum. Apa iya Mbak Nuha puasa? Perasaan tidak ada puasa yang dilaksanakan setiap hari selain ramadhan deh,” Bik Sumi mengadu.“Iya, tenang saja Bik Sumi, saya tidak akan menyalahkan Bik Sumi. Mbak Nuha sedang tidak selera makan saja,” jawab Darren dengan tersenyum tipis pada Bik Sumi. Dia berjalan terburu-buru menuju area carport.Bik Sumi mengelus dada, bersyukur tuannya tidak marah padanya.“Eh, Mas Darren, Mbak Nuha tadi keluar. Tapi Bik Sum tak tahu pergi ke mana,” katanya lagi melapor dari kejauhan.