Masuk"Pa, Ma, ada sesuatu yang ingin Ansel bicarakan kepada Papa dan Mama," ujar Ansel berat.
"Apa yang ingin kamu bicarakan. Kenapa raut wajah kamu sangat serius seperti itu?" "Apa ini ada hubungannya dengan Lili yang menangis?" lanjut Azumi bertanya. Ansel menganggukan kepala pelan. Terlalu berat masalah ini untuk disampaikan. Namun orang tua Lili berhak mengetahui semua itu. "Kalau begitu kita duduk dulu, Nak," ajak David ke arah sofa, tempat mereka duduk tadi. "Baik, Pa," sahut Ansel. Ansel mengikuti David dan Azumi yang telah duduk di sofa. Dia meremas kedua tangannya saking gugup. Mungkin lebih gugup jika dibandingkan saat melamar dulu. "Jadi apa yang ingin kamu bicarakan," kata David membuka suara. "Ah ... itu …." "Apa Nak? Jangan buat kami semakin penasaran." "Hufff … maaf Ma, Pa, Ansel tidak bisa menjadi suami yang baik buat Lili," ujar Ansel setelah menghembuskan nafas dengan dalam. Azumi dan David semakin dibuat kebingungan dengan perkataan Ansel. Mereka sama sekali tidak paham. Selama yang diketahui mereka, Ansel selalu menjaga Lili dengan baik bahkan sebelum mereka menikah. "Maksud kamu? Papa tidak mengerti," tanya David mengerti salah satu alis.. "Ansel dan Lili baru saja dari rumah sakit. Dokter mengatakan jika Lili tidak akan pernah bisa hamil dengan normal," ujar Ansel akhirnya dengan suara tercekik. "Apa?" teriak Azumi kaget. Azumi memegang jantungnya yang seakan berhenti berdetak. Sangat terkejut dengan pernyataan Ansel. Anak mereka yang disayangi sejak kecil kenapa harus menerima semua ini. Begitupun dengan David. "Ba … bagaimana bisa?" tanya David gagap. "Itu karena pengaruh dari penyakit bawaan Lili sejak lahir," terang Ansel. David dan Azumi seperti dipukul dengan palu. Ada luka yang tidak kasat mata di hati mereka. Mereka merasa gagal sebagai orang tua. Entah apa salah mereka sehingga Lili bisa lahir dengan kondisi diluar normal. "Nak Ansel, kamu jangan salahkan Lili. Ini salah Mama, Mama yang tidak bisa menjaga Lili dengan baik," mohon Azumi takut jika Ansel akan meninggalkan anaknya. Hanya ada segelintir laki-laki yang sanggup bertahan dengan istri yang tidak bisa memberikan keturunan. "Ansel tidak menyalahkan Mama. Ini semua salah Ansel juga. Jika Ansel tahu kalau Lili lemah sejak kecil, Ansel tidak akan meninggalkannya. Ansel akan terus berada di sisi Lili." "Maksud kamu?" "Apa Lili belum cerita sama Mama dan Papa kalau Ansel sama Lili sudah kenal sejak kecil?" tanya Ansel balik. Azumi dan David menggelengkan kepala. Mereka pikir jika Ansel dan Lili kenal karena satu sekolahan saat menengah. "Ansel pertama kali bertemu dengan Lili saat kami masih kecil. Dia selalu baik-baik saja saat itu. Tidak pernah mengeluh sakit." "Lili memang tidak pernah mengatakan jika dia lagi sakit. Dia sering menyimpannya sendiri, Nak. Lili memang anak seperti itu. Tidak mau membebani orang lain." "Nyonya … Nyonya gawat!" teriak bi Inem, asisten rumah tangga di rumah Azumi. "Ada apa Bi Inem?" "Itu Nyonya … itu," sahut bi Inem panik sampai sulit untuk menjelaskan apa yang terjadi. "Kamu bicara yang jelas Bi Inem." "Itu Nyonya, Non Lili, Non Lili mau bunuh diri." "Apa!" teriak mereka kompak. Tanpa babibu mereka segera lari ke kamar yang sudah ditempati oleh Lili sejak kecil. *** "Lili!" teriak mereka membuka kamar Lili secara kasar. Di dalam kamar Lili duduk di atas kasur. Terduduk sambil menatap tangan yang bergetar. Di sampingnya ada salah satu art lain yang telah menyingkirkan pecahan dari vas bunga. "Apa yang terjadi sama kamu, Nak?" tanya Azumi ikut duduk di samping sang anak. Azumi memegang tangan Lili dan membawanya ke dalam dekapannya. "Lili, kamu baik-baik saja?" tanya Ansel tidak kalah khawatir. Ansel ikut naik ke atas kasur. Karena Lili tidak memberikan respon apapun. Lalu membawa istrinya ke dalam pelukan. "Nak, ayo bicara sama Mama. Kamu jangan membuat Mama khawatir seperti ini, Nak," bujuk Azumi mengelus punggung Lili yang masih dalam dekapan Ansel. "Lili bukan perempuan yang sempurna. Lili tidak bisa memberikan keturunan buat Ansel. Lili tidak bisa menjadi istri yang baik," sahut Lili dengan tatapan kosong. Tubuhnya sama sekali tidak bergerak. "Tidak Lili. Bagi aku, kamu adalah perempuan yang sempurna dan bisa menyempurnakan hidupku. Dan kamu adalah istri terbaik di dunia," bantah Ansel segera. Ansel melepaskan dekapannya. Kedua tangannya sudah berada di sisi pipi Lili. Dia menatap Lili dengan lurus. Jadi mau tidak mau Lili juga menatap Ansel. "Benar yang dikatakan Ansel, Nak. Kamu adalah istri yang baik dan sempurna," sambung David berdiri di samping Azumi. "Itu menurut Papa, Mama dan kamu, Ansel. Tapi beda dengan kedua orang tua Ansel, Pa, Ma. Mereka pasti akan membenci Lili. Mereka akan menyuruh Ansel menikah lagi." "Lili, aku sudah bilang sama kamu, aku tidak akan pernah menikah perempuan lain," ulang Ansel. "Tidak Ansel, aku tidak mau kamu ribut sama keluarga kamu gara-gara aku," kata Lili menggeleng lemah. "Benar Ansel, bagaimana dengan orang tua kamu. Orang tua kamu pasti akan menolak Lili. Orang tua kamu akan menyuruhmu kamu mencari perempuan lain. Kamu anak satu-satunya." "Tidak Pa, Ma. Ansel janji kepada kalian, Ansel akan melakukan apapun, asal tidak berpisah sama Lili. Ansel … Ansel tidak masalah jika Ansel tidak mempunyai anak kandung nanti. Ansel dan Lili bisa mempunyai anak angkat. Kita ngaku aja itu anak kita. Ya kan, Li," kata Ansel dengan sedikit berat. Jauh dalam lubuk hati Ansel, dia sangat ingin memiliki anak, apalagi dari Lili. Melihat hasil pemeriksaan Lili, semuanya musnah. Harapan hanya tinggal harapan. Dia rela membuang keinginan dan berbohong, asalkan tetap bisa bersama Lili. "Anak angkat sama anak kandung beda Ansel. Dia tidak mewarisi darah kalian. Pa, bagaimana ini?" "Papa juga tidak tahu Ma. Jika mereka mengadopsi anak, suatu saat pasti akan ketahuan juga. Orang tua kamu mempunyai banyak kolega Ansel. Hanya sebentar sebelum semuanya ketahuan." "Sekarang hidup Lili benar-benar hancur. Kenapa ini harus terjadi sama Lili. Kenapa hidup Lili berbeda dengan Riri. Riri bisa melakukan apapun selama ini. Dia juga pasti bisa mempunyai anak, hidup bahagia dengan keluarganya. Bukan seperti aku. Aku hanya perempuan lemah," pancing Lili di sela menangis. Azumi mengernyitkan alis mendengar perkataan Lili. Seketika jadi membandingkan kehidupan Riri jauh lebih bebas di matanya. Tiba-tiba dia mempunyai ide agar Lili dan Ansel bisa bertahan. Dia juga tidak mau Lili bercerai dengan Ansel. Bersambung ....'Aku pasti salah dengar. Tidak mungkin kan, Papa dan Mama menyuruhku menikah dengan Ansel, dia adalah adik iparku. Walaupun dia ….' Riri tidak melanjutkan pemikirannya lebih jauh. Kepalanya menggeleng kecil mengusir semua bayangan masa lalu. Padahal kejadian itu sudah lebih dua puluh tahun. Semua bagi dia hanya masa lalu. Sekarang dia harus berfokus ke masa depan supaya bisa mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya. "Tadi Papa bilang apa?" tanya Riri ulang masih memasang raut bahagia. "Apa yang Papa katakan tadi belum jelas. Kamu ini punya telinga atau nggak sih," sindir Azumi. "Maaf, Ma. Riri tadi pasti salah dengar. Tidak mungkin kan, Papa menyuruh Riri menikah dengan Ansel?" sahut Riri tertusuk dengan perkataan Azumi. "Apa yang kamu dengar tidak salah. Memang itu yang Papa kamu katakan." "Maksud Mama dan Papa apa? Riri tidak mengerti?" tanya Riri dengan wajah bodoh. Bodoh mendengar permintaan konyol dan tidak masuk akal. "Kamu menikahlah dengan nak Ansel," ulang David.
Riri baru saja turun dari taksi. Kemanapun dia pergi, lebih sering menggunakan taksi atau angkutan umum. Orang tuanya tidak pernah membelikan dia mobil. Hanya Lili yang mendapatkan mobil. Seharusnya mobil itu untuk mereka berdua saat ulang tahun ke delapan belas. Tapi Lili merengek agar mobil itu untuk dirinya sendiri. Dia tidak mau berbagi. Akhirnya mobil itu untuk Lili. Saat itu dia lebih senang mendapat pelukan kedua orang tuanya daripada sebuah mobil. Pelukan yang sangat jarang didapat. Sekarang hati Riri sangat senang. Dia baru saja mendapatkan promosi untuk menjadi manajer umum setelah sekian lama bekerja dan bersusah payah. Akhirnya, semua usaha keras selama ini bisa membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Riri ingin segera bertemu dengan kedua orang tuanya. Berita seperti itu menjadi berita yang ingin diberitahukan kepada orang tuanya terlebih dahulu. Dia ingin orang tuanya bangga kepadanya. Dia tidak akan pernah menyerah untuk mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, me
Azumi mengernyitkan alis mendengar perkataan Lili. Seketika jadi membandingkan kehidupan Riri jauh lebih bebas di matanya. Tiba-tiba dia mempunyai ide agar Lili dan Ansel bisa bertahan. Dia juga tidak mau Lili bercerai dengan Ansel. Jika mereka bercerai, mereka tidak lagi mempunyai penyokong dana perusahaan. Mereka bukan orang kaya, mereka berasal dari orang biasa. Sejak Lili dekat dengan Ansel kehidupan mereka semakin membaik. Keluarga Ansel sering membantu mereka. Apalagi sejak mereka menikah, keluarga Ansel menyumbang banyak dana sehingga perusahaan mereka semakin berkembang pesat. Azumi tidak mau jatuh miskin lagi seperti dulu. Dia akan melakukan apapun agar Ansel dan Lili tetap bisa bertahan. Keutuhan rumah tangga Ansel adalah kunci kekayaan mereka."Mama punya ide," sahut Azumi gembira."Apa ide Mama?" tanya Ansel penasaran."Bagaimana jika Riri memberikan kalian anak. Pasti orang tua kalian tidak akan curiga," ujar Azumi egois. Mementingkan kepentingan diri sendiri dan ingin
"Pa, Ma, ada sesuatu yang ingin Ansel bicarakan kepada Papa dan Mama," ujar Ansel berat. "Apa yang ingin kamu bicarakan. Kenapa raut wajah kamu sangat serius seperti itu?" "Apa ini ada hubungannya dengan Lili yang menangis?" lanjut Azumi bertanya. Ansel menganggukan kepala pelan. Terlalu berat masalah ini untuk disampaikan. Namun orang tua Lili berhak mengetahui semua itu. "Kalau begitu kita duduk dulu, Nak," ajak David ke arah sofa, tempat mereka duduk tadi. "Baik, Pa," sahut Ansel. Ansel mengikuti David dan Azumi yang telah duduk di sofa. Dia meremas kedua tangannya saking gugup. Mungkin lebih gugup jika dibandingkan saat melamar dulu. "Jadi apa yang ingin kamu bicarakan," kata David membuka suara. "Ah ... itu …." "Apa Nak? Jangan buat kami semakin penasaran." "Hufff … maaf Ma, Pa, Ansel tidak bisa menjadi suami yang baik buat Lili," ujar Ansel setelah menghembuskan nafas dengan dalam. Azumi dan David semakin dibuat kebingungan dengan perkataan Ansel. Mereka sama sekal
Lili berdiam diri selama perjalanan menuju ke arah rumah orang tuanya. Mulutnya tertutup rapat menatap ke arah jalanan dengan tatapan kosong. Tidak mau melihat wajah sang suami yang tidak berhenti melihat merahnya di sela membawa mobil.. "Sayang," panggil Ansel dengan lembut.Lili sama sekali tidak menjawab panggilan Ansel. Panggilan itu jelas terdengar di telinganya. Dengan kedua tangan saling genggam dengan erat.Ansel meraih genggaman tangan Lili yang berada di atas pahanya. Lalu menepuk dengan lembut beberapa kali. Mengatakan secara diam jika semua akan baik-baik saja. Tidak akan ada yang berubah.Setelah genggaman tangan tersebut melemah, Ansel membawa tangan Lili kehadapannya. Mencium dengan lembut untuk menyalurkan semangat."Aku akan tetap menerima kamu apa adanya," ujar Ansel melirik Lili sekilas. Lalu beralih lagi ke arah jalan. Kondisi jalan tidak sepenuhnya sepi. Ada beberapa kendaraan yang lewat. Meski harus menenangkan sang istri, dia juga harus memikirkan keselamatan
"Riri, kamu menikahlah dengan Ansel," kata David membuka suara."Tadi Papa bilang apa?" tanya Riri ulang."Apa yang Papa katakan tadi belum jelas. Kamu ini punya telinga atau nggak sih," sindir Azumi."Maaf, Ma. Riri tadi pasti salah dengar. Tidak mungkin kan, Papa menyuruh Riri menikah dengan Ansel?" sahut Riri tertusuk dengan perkataan Azumi."Apa yang kamu dengar tidak salah. Memang itu yang Papa kamu katakan.""Maksud Mama dan Papa apa? Riri tidak mengerti?" tanya Riri dengan wajah bodoh. Bodoh mendengar permintaan konyol dan tidak masuk akal."Kamu menikahlah dengan nak Ansel," ulang David."Menikah dengan Ansel?""Iya.""Bagaimana Riri bisa menikah dengan Ansel, Pa. Ansel itu suami Lili, adik kandung Riri sendiri," tolak Riri tidak percaya."Kamu jangan khawatir, pernikahan itu hanya sementara," sahut Azumi. "Sementara?" tanya Riri yang semakin tidak tahu kemana arah pembicaraan kedua orang tuanya."Ya, kamu menikah dengan Ansel …." "Kenapa Riri harus menikah dengan Ansel," ka







