Share

Bab 3. Drama Lili

last update Last Updated: 2025-10-15 22:49:22

"Pa, Ma, ada sesuatu yang ingin Ansel bicarakan kepada Papa dan Mama," ujar Ansel berat.

"Apa yang ingin kamu bicarakan. Kenapa raut wajah kamu sangat serius seperti itu?"

"Apa ini ada hubungannya dengan Lili yang menangis?" lanjut Azumi bertanya.

Ansel menganggukan kepala pelan. Terlalu berat masalah ini untuk disampaikan. Namun orang tua Lili berhak mengetahui semua itu.

"Kalau begitu kita duduk dulu, Nak," ajak David ke arah sofa, tempat mereka duduk tadi.

"Baik, Pa," sahut Ansel.

Ansel mengikuti David dan Azumi yang telah duduk di sofa. Dia meremas kedua tangannya saking gugup. Mungkin lebih gugup jika dibandingkan saat melamar dulu.

"Jadi apa yang ingin kamu bicarakan," kata David membuka suara.

"Ah ... itu …."

"Apa Nak? Jangan buat kami semakin penasaran."

"Hufff … maaf Ma, Pa, Ansel tidak bisa menjadi suami yang baik buat Lili," ujar Ansel setelah menghembuskan nafas dengan dalam.

Azumi dan David semakin dibuat kebingungan dengan perkataan Ansel. Mereka sama sekali tidak paham. Selama yang diketahui mereka, Ansel selalu menjaga Lili dengan baik bahkan sebelum mereka menikah.

"Maksud kamu? Papa tidak mengerti," tanya David mengerti salah satu alis..

"Ansel dan Lili baru saja dari rumah sakit. Dokter mengatakan jika Lili tidak akan pernah bisa hamil dengan normal," ujar Ansel akhirnya dengan suara tercekik.

"Apa?" teriak Azumi kaget.

Azumi memegang jantungnya yang seakan berhenti berdetak. Sangat terkejut dengan pernyataan Ansel. Anak mereka yang disayangi sejak kecil kenapa harus menerima semua ini. Begitupun dengan David.

"Ba … bagaimana bisa?" tanya David gagap.

"Itu karena pengaruh dari penyakit bawaan Lili sejak lahir," terang Ansel.

David dan Azumi seperti dipukul dengan palu. Ada luka yang tidak kasat mata di hati mereka. Mereka merasa gagal sebagai orang tua. Entah apa salah mereka sehingga Lili bisa lahir dengan kondisi diluar normal.

"Nak Ansel, kamu jangan salahkan Lili. Ini salah Mama, Mama yang tidak bisa menjaga Lili dengan baik," mohon Azumi takut jika Ansel akan meninggalkan anaknya. Hanya ada segelintir laki-laki yang sanggup bertahan dengan istri yang tidak bisa memberikan keturunan.

"Ansel tidak menyalahkan Mama. Ini semua salah Ansel juga. Jika Ansel tahu kalau Lili lemah sejak kecil, Ansel tidak akan meninggalkannya. Ansel akan terus berada di sisi Lili."

"Maksud kamu?"

"Apa Lili belum cerita sama Mama dan Papa kalau Ansel sama Lili sudah kenal sejak kecil?" tanya Ansel balik.

Azumi dan David menggelengkan kepala. Mereka pikir jika Ansel dan Lili kenal karena satu sekolahan saat menengah.

"Ansel pertama kali bertemu dengan Lili saat kami masih kecil. Dia selalu baik-baik saja saat itu. Tidak pernah mengeluh sakit."

"Lili memang tidak pernah mengatakan jika dia lagi sakit. Dia sering menyimpannya sendiri, Nak. Lili memang anak seperti itu. Tidak mau membebani orang lain."

"Nyonya … Nyonya gawat!" teriak bi Inem, asisten rumah tangga di rumah Azumi.

"Ada apa Bi Inem?"

"Itu Nyonya … itu," sahut bi Inem panik sampai sulit untuk menjelaskan apa yang terjadi.

"Kamu bicara yang jelas Bi Inem."

"Itu Nyonya, Non Lili, Non Lili mau bunuh diri."

"Apa!" teriak mereka kompak.

Tanpa babibu mereka segera lari ke kamar yang sudah ditempati oleh Lili sejak kecil.

***

"Lili!" teriak mereka membuka kamar Lili secara kasar.

Di dalam kamar Lili duduk di atas kasur. Terduduk sambil menatap tangan yang bergetar. Di sampingnya ada salah satu art lain yang telah menyingkirkan pecahan dari vas bunga.

"Apa yang terjadi sama kamu, Nak?" tanya Azumi ikut duduk di samping sang anak.

Azumi memegang tangan Lili dan membawanya ke dalam dekapannya.

"Lili, kamu baik-baik saja?" tanya Ansel tidak kalah khawatir.

Ansel ikut naik ke atas kasur. Karena Lili tidak memberikan respon apapun. Lalu membawa istrinya ke dalam pelukan.

"Nak, ayo bicara sama Mama. Kamu jangan membuat Mama khawatir seperti ini, Nak," bujuk Azumi mengelus punggung Lili yang masih dalam dekapan Ansel.

"Lili bukan perempuan yang sempurna. Lili tidak bisa memberikan keturunan buat Ansel. Lili tidak bisa menjadi istri yang baik," sahut Lili dengan tatapan kosong. Tubuhnya sama sekali tidak bergerak.

"Tidak Lili. Bagi aku, kamu adalah perempuan yang sempurna dan bisa menyempurnakan hidupku. Dan kamu adalah istri terbaik di dunia," bantah Ansel segera.

Ansel melepaskan dekapannya. Kedua tangannya sudah berada di sisi pipi Lili. Dia menatap Lili dengan lurus. Jadi mau tidak mau Lili juga menatap Ansel.

"Benar yang dikatakan Ansel, Nak. Kamu adalah istri yang baik dan sempurna," sambung David berdiri di samping Azumi.

"Itu menurut Papa, Mama dan kamu, Ansel. Tapi beda dengan kedua orang tua Ansel, Pa, Ma. Mereka pasti akan membenci Lili. Mereka akan menyuruh Ansel menikah lagi."

"Lili, aku sudah bilang sama kamu, aku tidak akan pernah menikah perempuan lain," ulang Ansel.

"Tidak Ansel, aku tidak mau kamu ribut sama keluarga kamu gara-gara aku," kata Lili menggeleng lemah.

"Benar Ansel, bagaimana dengan orang tua kamu. Orang tua kamu pasti akan menolak Lili. Orang tua kamu akan menyuruhmu kamu mencari perempuan lain. Kamu anak satu-satunya."

"Tidak Pa, Ma. Ansel janji kepada kalian, Ansel akan melakukan apapun, asal tidak berpisah sama Lili. Ansel … Ansel tidak masalah jika Ansel tidak mempunyai anak kandung nanti. Ansel dan Lili bisa mempunyai anak angkat. Kita ngaku aja itu anak kita. Ya kan, Li," kata Ansel dengan sedikit berat.

Jauh dalam lubuk hati Ansel, dia sangat ingin memiliki anak, apalagi dari Lili. Melihat hasil pemeriksaan Lili, semuanya musnah. Harapan hanya tinggal harapan. Dia rela membuang keinginan dan berbohong, asalkan tetap bisa bersama Lili.

"Anak angkat sama anak kandung beda Ansel. Dia tidak mewarisi darah kalian. Pa, bagaimana ini?"

"Papa juga tidak tahu Ma. Jika mereka mengadopsi anak, suatu saat pasti akan ketahuan juga. Orang tua kamu mempunyai banyak kolega Ansel. Hanya sebentar sebelum semuanya ketahuan."

"Sekarang hidup Lili benar-benar hancur. Kenapa ini harus terjadi sama Lili. Kenapa hidup Lili berbeda dengan Riri. Riri bisa melakukan apapun selama ini. Dia juga pasti bisa mempunyai anak, hidup bahagia dengan keluarganya. Bukan seperti aku. Aku hanya perempuan lemah," pancing Lili di sela menangis.

Azumi mengernyitkan alis mendengar perkataan Lili. Seketika jadi membandingkan kehidupan Riri jauh lebih bebas di matanya. Tiba-tiba dia mempunyai ide agar Lili dan Ansel bisa bertahan. Dia juga tidak mau Lili bercerai dengan Ansel.

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dipaksa Jadi Istri Kedua Suami Adikku    Bab 52. Ancaman

    "Kalau begitu, mulai detik ini kamu tidak perlu masuk kerja lagi," perintah Lili."Apa? Aku tidak boleh masuk kerja?" tanya Riri tercengang.Riri sudah bersusah payah memperjuangkan kinerja selama ini. Dia baru menjabat sebagai manajer, mana mungkin dia mau membuang semua usahanya begitu saja."Iya," balas Lili tanpa rasa salah sedikit pun. "Tidak Li, kali ini aku tidak mau. Aku tidak bisa menuruti keinginan kamu," tolak Riri menggelengkan kepala. "Kamu jangan keras kepala. Baru awal hamil saja, kamu sudah pingsan begini. Apa kamu mau terjadi apa-apa dengan bayi yang ada di dalam perut kamu?""Aku janji Li, aku akan menjaga anak ini dengan baik. Lain kali aku tidak akan ceroboh dan memaksa diri lagi," terang Riri sambil memohon. "Halah, aku tidak percaya sama kamu. Pokoknya kamu segera keluar dari kantor itu. Aku tidak mahu tahu, titik," kata Lili tidak mau dibantah. "Aku tetap tidak mau Li. Aku baru saja diangkat menjadi manajer di sana. Mana mungkin aku keluar, Li. Aku mencapai

  • Dipaksa Jadi Istri Kedua Suami Adikku    Bab 51. Nikah Bohongan

    "Bagaimana kalau minggu depan kita mengkabari mereka kalau kita akan segera punya anak?" usul Lili "Apa mereka tidak akan curiga tentang kebohongan ini?""Kamu tenang saja Ansel. Sekarang kan tidak ada bedanya kalau aku mengaku hamil. Perut orang hamil tidak mungkin langsung membuncit. Jadi orang tua kamu tidak akan curiga. Nanti kalau usia kehamilan diatas empat bulan, baru aku tidak boleh bertemu dengan kedua orang tuamu. Supaya orang tua kamu percaya. Bagaimana?" tanya Lili bersemangat."Baiklah, minggu depan kita akan memberitahu kabar ini. Mereka pasti terkejut.""Aku tidak sabar menunggunya.""Aku juga tidak sabar bayi itu akan lahir," sahut Ansel.Lili rada sedikit kesal Ansel berkata menunggu bayi itu lahir. Dia harus mengubah topik agar Ansel bisa memikirkan topik lain. Terlalu malas mengungkit tentang kehamilan Riri."Apa kamu tidak kembali ke kantor?" tanya Lili agar Ansel segera pergi dari sana."Aku khawatir dengan Riri. Aku mau tunggu dia bangun saja," jawab Ansel."Kam

  • Dipaksa Jadi Istri Kedua Suami Adikku    Bab 50. Haruskah Senang

    "Selamat ya, Kakak anda saat ini sedang hamil. Isinya sudah memasuki dua bulan. Jadi untuk sementara dia tidak boleh terlalu lelah. Tolong kurangi aktifitas yang memberatkan. Termasuk beban pikiran.""Apa? Hamil?" tanya Lili dan Ansel barengan.Mereka sangat senang mengetahui Riri sedang hamil. Ansel tidak menduga jika dia akan menjadi seorang ayah. Sedangkan Lili senang karena dia bisa segera menjauhkan Ansel dan Riri lebih cepat. Sekarang kesempatan Riri untuk cari perhatian dari Ansel darinya akan hilang. Dia tidak sabar menunggu tujuh bulan lagi. Setelah itu, mereka tidak perlu melihat Riri lagi.'Akhirnya Riri hamil juga. Sekarang keluarga Ansel akan menerima aku dengan baik.'"Aku beneran hamil?" tanya Riri yang sudah siuman. Dia sempat mendengar perkataan dokter."Selamat ya Bu. Usia kandungan Ibu sudah menginjak dua bulan," ucap dokter memberikan selamat kepada ibu pasien seperti biasa.Riri masih tidak percaya dengan perkataan dokter. Dia tidak menyangka akan hamil secepat it

  • Dipaksa Jadi Istri Kedua Suami Adikku    Bab 49. Hamil

    "Oh, ini. Aku mau menyerahkan dokumen kamu yang tertinggal. Aku tidak sengaja melihatnya saat kamu ke kamar mandi. Jadi ini ketinggalan, aku hanya mau mengantar dokumen ini. Aku pikir dokumen ini penting," terang Lili sambil menyerahkan dokumen ke Ansel."Syukurlah dokumennya sudah ketemu. Aku mencari ini dari tadi," sahut Ansel lega.Ansel menerima dokumen yang diserahkan oleh Lili. Membuka dokumen untuk melihat isinya ada yang hilang atau tidak."Tadi kenapa kamu terburu-buru? Apa kamu mau pergi?" tanya Lili menatap Ansel dengan lekat.Ansel kembali teringat dengan Riri. Dengan sembarang melempar dokumen itu ke atas meja. Hampir lupa dengan keadaan Riri. "Ayo kita pergi," ajak Ansel menarik tangan Lili."Kita mau kemana. Kenapa kamu terlihat panik?" tanya Lili kesusahan mengikuti langkah kaki Ansel yang besar. Ditambah kedua kaki menggunakan high heel."Tadi ada yang ngabari aku, Riri tiba-tiba pingsan di kantor," ajak Ansel.'Riri pingsan? Kok bisa? Apa jangan-jangan Riri sudah ha

  • Dipaksa Jadi Istri Kedua Suami Adikku    Bab 48. Masuk Rumah Sakit

    Sejak menjadi seorang manager, Riri memiliki ruangan sendiri. Ruangan Riri hanya dibatasi oleh kaca. Sehingga dia bisa memperhatikan orang yang lainnya sedang bekerja. Riri memijat kening semakin erat yang terasa semakin berat. Sudah beberapa hari badannya sangat lemas dan tidak bertenaga. Kemudian sering sakit kepala. Dia juga sering mual di pagi hari serta saat mencium bau makanan yang berat."Ayo Ri, tugasnya sedikit lagi. Kamu pasti bisa," ucap Riri menyemangati diri sendiri. Dia harus menyelesaikan laporan itu sedikit lagi.Riri kembali mengerjakan laporan yang hampir selesai dikerjakan. Semakin dia memaksa mengerjakan laporan, kepala itu semakin berdenyut. Rasanya mau pecah isi kepalanya."Ya Tuhan, kenapa kepalaku semakin pusing," gumam Riri memegang kepala.Riri sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit kepalanya. Segera mengambil obat sakit kepala yang tersedia di dalam laci. Kemudian dia ingin meraih gelas minuman yang tidak jauh darinya. Sebelum tangan itu sempat menggengga

  • Dipaksa Jadi Istri Kedua Suami Adikku    Bab 47. Pusing

    Lili menghentikan makannya. Baginya, mertuanya tidak menghargai dia sedikitpun. Secara terbuka menunjukkan sikap tidak suka. Bahkan di depan suaminya."Mungkin Lili bosan di rumah, makanya dia keluar sekali-sekali," bela Ansel."Kenapa kamu terus yang menjawabnya. Lili punya mulut sendiri. Kami sedang tanya sama dia," tambah Miranda."Maaf Ma, Lili selama ini selalu salah di depan Mama. Lili janji, kedepannya Lili akan menjadi lebih baik," ucap Lili dengan raut wajah menyesal. Dia tidak mau terlihat kurang ajar di depan Ansel. 'Kalau bukan mertua aku, aku tidak mau capek-capek berpura-pura seperti ini,' batin Lili tidak suka."Kamu jangan hanya janji terus, tepati sekali-kali," sahut Miranda sambil menyuapkan makanan ke mulutnya. Dia bahkan tidak repot-repot memandang ke arah Lili."Iya Ma, Lili akan berusaha lebih baik lagi. Apalagi Lili dan Ansel sedang melakukan program agar kami bisa hamil" kata Lili memancing reaksi Miranda.Miranda menjatuhkan sendok yang digunakan untuk makan.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status