MasukLili berdiam diri selama perjalanan menuju ke arah rumah orang tuanya. Mulutnya tertutup rapat menatap ke arah jalanan dengan tatapan kosong. Tidak mau melihat wajah sang suami yang tidak berhenti melihat merahnya di sela membawa mobil..
"Sayang," panggil Ansel dengan lembut. Lili sama sekali tidak menjawab panggilan Ansel. Panggilan itu jelas terdengar di telinganya. Dengan kedua tangan saling genggam dengan erat. Ansel meraih genggaman tangan Lili yang berada di atas pahanya. Lalu menepuk dengan lembut beberapa kali. Mengatakan secara diam jika semua akan baik-baik saja. Tidak akan ada yang berubah. Setelah genggaman tangan tersebut melemah, Ansel membawa tangan Lili kehadapannya. Mencium dengan lembut untuk menyalurkan semangat. "Aku akan tetap menerima kamu apa adanya," ujar Ansel melirik Lili sekilas. Lalu beralih lagi ke arah jalan. Kondisi jalan tidak sepenuhnya sepi. Ada beberapa kendaraan yang lewat. Meski harus menenangkan sang istri, dia juga harus memikirkan keselamatan mereka. Lili tersenyum licik tanpa sepengetahuan Ansel. Ternyata begitu mudah menipu Ansel, seorang pengusaha sukses dan pintar. Di depan orang lain dia akan terlihat cerdik. Beda jika berhadapan dengannya, Ansel tidak lebih dari laki-laki yang buta karena cinta. Tidak percuma dia menyewa dokter sekaligus teman semasa sekolah untuk ikut membohongi Ansel. Rencana pertama sukses besar. Sekarang melanjutkan rencana kedua sampai tujuannya tercapai. "Mungkin kamu bisa menerima aku, tapi bagaimana dengan kedua orang tua kamu. Mereka sudah beberapa kali tanya kapan aku hamil. Mereka sudah tidak sabar ingin menimang cucu. Kamu adalah anak satu-satunya," sahut Lili memulai sandiwara. Lili terpaksa menjalankan aksi ini karena orang tua Ansel sudah beberapa kali tanya kapan mereka bisa menimang cucu. Dia sudah bosan mendengar kata itu dengan sorot mata dan nada dingin. Ditambah hubungannya dengan kedua orang tua Ansel tidak bisa dibilang baik. Seperti ada dinding tinggi di antara mereka. Dia juga terlalu malas untuk pura-pura baik dengan mereka. Mereka tidak mudah ditangani. Sikap yang ditunjukkan ke Ansel tidak akan mempan bagi mereka. Jadi, untuk membuat mereka bisa ada dipihaknya, maka dia sudah matang menyusun rencana ini. Dengan begini, sekali dayung bisa menyebrang lebih dari dua pulau sekaligus. "...." Ansel terdiam. Dia memang bisa menerima Lili apa adanya. Namun bagaimana dengan kedua orang tuanya. Dia adalah anak tunggal, tidak memiliki saudara atau sepupu. Orang tuanya akan menuntut cucu untuk mewarisi garis keluarga. "Aku tidak mau jika orang tua kamu menyuruh kamu menikahi perempuan lain, Ansel. Aku tidak sanggup kehilangan kamu. Membayangkan itu saja membuat aku ingin mati saja," lanjut Lili yang sudah meneteskan air mata palsu. Ansel segera membanting stir ke pinggir jalan saat mendengar kalimat itu dari Lili. Tidak mungkin dia bisa fokus membawa mobil lagi. Sekarang pikirannya kacau balau. "Li, sampai kapanpun aku tidak akan pernah mau menikahi perempuan lain. Di hatiku cuma ada kamu. Kamu adalah satu-satunya perempuan yang aku cintai. Sejak kecil, aku telah jatuh cinta sama kamu pada pandangan pertama. Sejak saat itu aku telah memutuskan hanya akan menikahi kamu. Tidak akan ada perempuan lain. Kamu harus percaya sama aku," ujar Ansel menggebu menyakinkan Lili. Lili sedikit tersentak mendengar perkataan Ansel. Ternyata cinta Ansel sama sekali belum berubah. Andai Ansel tahu kalau cinta pertamanya bukan dia. Maka dapat dipastikan dia tidak bisa ada di posisi sekarang. "Lili, kamu baik-baik saja kan," tegur Ansel cemas dengan Lili yang tiba-tiba terdiam dengan pandangan kosong. "Aaa … aku baik-baik saja," jawab Lili sedikit gugup. Dia sempat kehilangan fokus. "Kamu dengarkan aku baik-baik. Aku janji tidak akan menikahi perempuan lain. Tidak ada yang bisa memaksa aku. Tidak akan ada satupun yang bisa menggantikanmu di hati aku. Kamu harus percaya padaku," bujuk Ansel memegang kedua bahu Lili dengan erat. Lili menatap mata Ansel yang sangat serius. Tidak ada kebohongan di mata Ansel sama sekali. Lelaki yang sudah menjadi budak cinta memang tidak bisa melihat yang lain lagi. "Tapi, bagaimana dengan anak?" "Kamu tenang saja. Jika kamu tidak bisa hamil, kita bisa mengadopsi anak. Aku tidak masalah jika tidak mempunyai anak kandung dari kamu. Asalkan kamu terus berada di sisi aku, itu sudah cukup. Kamu jangan khawatir ya," bujuk Ansel tanpa pikir panjang. Tidak masalah baginya jika tidak memiliki anak. Asal bisa terus hidup bersama Lili. Masalah kedua orang tuanya, nanti dipikirkan. Lili kembali terdiam mendengar perkataan Ansel. Siapapun yang memiliki Ansel maka sangat beruntung. Laki-laki yang ada di hadapannya begitu setia. Suami yang sangat jarang ditemui di muka bumi. Hanya sekian kecil ada suami yang mau menerima kekurangan dan tidak akan meninggalkan istri apapun yang terjadi. Sejak kecil Lili bisa mendapatkan apapun yang dia inginkan, walaupun itu bukan miliknya. Tidak ada yang berani menolak keinginannya. Sekarang dia juga berhasil merebut Ansel menjadi suaminya. Dia berhasil dijadikan ratu oleh Ansel. Apapun keinginannya juga akan dituruti. "Aku capek Ansel," sahut Lili pura-pura ngantuk dan menutup mata. Untuk sekarang sudah cukup puas melihat reaksi Ansel. Satu langkah lagi sudah berhasil. Dia berhasil mendapatkan hati Ansel 100%. "Baiklah, kamu istirahat saja. Jangan banyak berpikir lagi ya. Nanti aku bangunkan jika sudah berada di rumah," ujar Ansel kembali fokus membawa mobil. Lili kembali tersenyum dalam pura-pura tidur. Tidak sangka jika kehidupannya begitu indah dan lancar. Tidak rugi dia merampas Ansel. Sekarang siapapun tidak ada yang boleh merebut Ansel darinya. Ansel adalah miliknya. Dengan begitu masa depan akan terjamin. *** Setelah mobil berhenti di perkarangan rumah orang tua Lili, dia segera membuka pintu mobil dan berlari ke dalam rumah. Meninggalkan Ansel sendirian di dalam mobil. "Lili tunggu!" teriak Ansel sambil membuka sabuk pengaman mobil dengan buru-buru. Suara tersebut tidak digubris Lili. Kakinya terus saja berlari menuju ke arah kamar. Begitu saja melewati kedua orangtuanya yang berada di ruang keluarga. "Lili, ada apa sama kamu, Nak," panggil Azumi, mamanya Lili. "Lili tunggu," teriak Ansel lagi. "Ada apa ini, Ansel. Kenapa Lili lari dengan menangis? Apa yang kamu lakukan padanya?" cegah David, papanya Lili. "Pa." "Kenapa kamu bikin Lili menangis, Ansel? Mama kecewa sama kamu," tanya Azumi kecewa. Ansel menghela nafas berat. Tidak mungkin untuk menyembunyikan hal ini kepada orang tua Lili. Lama-kelamaan pasti hal itu akan terbongkar juga. "Pa, Ma, ada sesuatu yang ingin Ansel bicarakan kepada Papa dan Mama," ujar Ansel berat. Bersambung ….'Aku pasti salah dengar. Tidak mungkin kan, Papa dan Mama menyuruhku menikah dengan Ansel, dia adalah adik iparku. Walaupun dia ….' Riri tidak melanjutkan pemikirannya lebih jauh. Kepalanya menggeleng kecil mengusir semua bayangan masa lalu. Padahal kejadian itu sudah lebih dua puluh tahun. Semua bagi dia hanya masa lalu. Sekarang dia harus berfokus ke masa depan supaya bisa mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya. "Tadi Papa bilang apa?" tanya Riri ulang masih memasang raut bahagia. "Apa yang Papa katakan tadi belum jelas. Kamu ini punya telinga atau nggak sih," sindir Azumi. "Maaf, Ma. Riri tadi pasti salah dengar. Tidak mungkin kan, Papa menyuruh Riri menikah dengan Ansel?" sahut Riri tertusuk dengan perkataan Azumi. "Apa yang kamu dengar tidak salah. Memang itu yang Papa kamu katakan." "Maksud Mama dan Papa apa? Riri tidak mengerti?" tanya Riri dengan wajah bodoh. Bodoh mendengar permintaan konyol dan tidak masuk akal. "Kamu menikahlah dengan nak Ansel," ulang David.
Riri baru saja turun dari taksi. Kemanapun dia pergi, lebih sering menggunakan taksi atau angkutan umum. Orang tuanya tidak pernah membelikan dia mobil. Hanya Lili yang mendapatkan mobil. Seharusnya mobil itu untuk mereka berdua saat ulang tahun ke delapan belas. Tapi Lili merengek agar mobil itu untuk dirinya sendiri. Dia tidak mau berbagi. Akhirnya mobil itu untuk Lili. Saat itu dia lebih senang mendapat pelukan kedua orang tuanya daripada sebuah mobil. Pelukan yang sangat jarang didapat. Sekarang hati Riri sangat senang. Dia baru saja mendapatkan promosi untuk menjadi manajer umum setelah sekian lama bekerja dan bersusah payah. Akhirnya, semua usaha keras selama ini bisa membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Riri ingin segera bertemu dengan kedua orang tuanya. Berita seperti itu menjadi berita yang ingin diberitahukan kepada orang tuanya terlebih dahulu. Dia ingin orang tuanya bangga kepadanya. Dia tidak akan pernah menyerah untuk mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, me
Azumi mengernyitkan alis mendengar perkataan Lili. Seketika jadi membandingkan kehidupan Riri jauh lebih bebas di matanya. Tiba-tiba dia mempunyai ide agar Lili dan Ansel bisa bertahan. Dia juga tidak mau Lili bercerai dengan Ansel. Jika mereka bercerai, mereka tidak lagi mempunyai penyokong dana perusahaan. Mereka bukan orang kaya, mereka berasal dari orang biasa. Sejak Lili dekat dengan Ansel kehidupan mereka semakin membaik. Keluarga Ansel sering membantu mereka. Apalagi sejak mereka menikah, keluarga Ansel menyumbang banyak dana sehingga perusahaan mereka semakin berkembang pesat. Azumi tidak mau jatuh miskin lagi seperti dulu. Dia akan melakukan apapun agar Ansel dan Lili tetap bisa bertahan. Keutuhan rumah tangga Ansel adalah kunci kekayaan mereka."Mama punya ide," sahut Azumi gembira."Apa ide Mama?" tanya Ansel penasaran."Bagaimana jika Riri memberikan kalian anak. Pasti orang tua kalian tidak akan curiga," ujar Azumi egois. Mementingkan kepentingan diri sendiri dan ingin
"Pa, Ma, ada sesuatu yang ingin Ansel bicarakan kepada Papa dan Mama," ujar Ansel berat. "Apa yang ingin kamu bicarakan. Kenapa raut wajah kamu sangat serius seperti itu?" "Apa ini ada hubungannya dengan Lili yang menangis?" lanjut Azumi bertanya. Ansel menganggukan kepala pelan. Terlalu berat masalah ini untuk disampaikan. Namun orang tua Lili berhak mengetahui semua itu. "Kalau begitu kita duduk dulu, Nak," ajak David ke arah sofa, tempat mereka duduk tadi. "Baik, Pa," sahut Ansel. Ansel mengikuti David dan Azumi yang telah duduk di sofa. Dia meremas kedua tangannya saking gugup. Mungkin lebih gugup jika dibandingkan saat melamar dulu. "Jadi apa yang ingin kamu bicarakan," kata David membuka suara. "Ah ... itu …." "Apa Nak? Jangan buat kami semakin penasaran." "Hufff … maaf Ma, Pa, Ansel tidak bisa menjadi suami yang baik buat Lili," ujar Ansel setelah menghembuskan nafas dengan dalam. Azumi dan David semakin dibuat kebingungan dengan perkataan Ansel. Mereka sama sekal
Lili berdiam diri selama perjalanan menuju ke arah rumah orang tuanya. Mulutnya tertutup rapat menatap ke arah jalanan dengan tatapan kosong. Tidak mau melihat wajah sang suami yang tidak berhenti melihat merahnya di sela membawa mobil.. "Sayang," panggil Ansel dengan lembut.Lili sama sekali tidak menjawab panggilan Ansel. Panggilan itu jelas terdengar di telinganya. Dengan kedua tangan saling genggam dengan erat.Ansel meraih genggaman tangan Lili yang berada di atas pahanya. Lalu menepuk dengan lembut beberapa kali. Mengatakan secara diam jika semua akan baik-baik saja. Tidak akan ada yang berubah.Setelah genggaman tangan tersebut melemah, Ansel membawa tangan Lili kehadapannya. Mencium dengan lembut untuk menyalurkan semangat."Aku akan tetap menerima kamu apa adanya," ujar Ansel melirik Lili sekilas. Lalu beralih lagi ke arah jalan. Kondisi jalan tidak sepenuhnya sepi. Ada beberapa kendaraan yang lewat. Meski harus menenangkan sang istri, dia juga harus memikirkan keselamatan
"Riri, kamu menikahlah dengan Ansel," kata David membuka suara."Tadi Papa bilang apa?" tanya Riri ulang."Apa yang Papa katakan tadi belum jelas. Kamu ini punya telinga atau nggak sih," sindir Azumi."Maaf, Ma. Riri tadi pasti salah dengar. Tidak mungkin kan, Papa menyuruh Riri menikah dengan Ansel?" sahut Riri tertusuk dengan perkataan Azumi."Apa yang kamu dengar tidak salah. Memang itu yang Papa kamu katakan.""Maksud Mama dan Papa apa? Riri tidak mengerti?" tanya Riri dengan wajah bodoh. Bodoh mendengar permintaan konyol dan tidak masuk akal."Kamu menikahlah dengan nak Ansel," ulang David."Menikah dengan Ansel?""Iya.""Bagaimana Riri bisa menikah dengan Ansel, Pa. Ansel itu suami Lili, adik kandung Riri sendiri," tolak Riri tidak percaya."Kamu jangan khawatir, pernikahan itu hanya sementara," sahut Azumi. "Sementara?" tanya Riri yang semakin tidak tahu kemana arah pembicaraan kedua orang tuanya."Ya, kamu menikah dengan Ansel …." "Kenapa Riri harus menikah dengan Ansel," ka







