Share

Bab 2. Menerima Apa Adanya

last update Last Updated: 2025-10-15 22:44:54

Lili berdiam diri selama perjalanan menuju ke arah rumah orang tuanya. Mulutnya tertutup rapat menatap ke arah jalanan dengan tatapan kosong. Tidak mau melihat wajah sang suami yang tidak berhenti melihat merahnya di sela membawa mobil.. 

"Sayang," panggil Ansel dengan lembut.

Lili sama sekali tidak menjawab panggilan Ansel. Panggilan itu jelas terdengar di telinganya. Dengan kedua tangan saling genggam dengan erat.

Ansel meraih genggaman tangan Lili yang berada di atas pahanya. Lalu menepuk dengan lembut beberapa kali. Mengatakan secara diam jika semua akan baik-baik saja. Tidak akan ada yang berubah.

Setelah genggaman tangan tersebut melemah, Ansel membawa tangan Lili kehadapannya. Mencium dengan lembut untuk menyalurkan semangat.

"Aku akan tetap menerima kamu apa adanya," ujar Ansel melirik Lili sekilas. Lalu beralih lagi ke arah jalan. 

Kondisi jalan tidak sepenuhnya sepi. Ada beberapa kendaraan yang lewat. Meski harus menenangkan sang istri, dia juga harus memikirkan keselamatan mereka.

Lili tersenyum licik tanpa sepengetahuan Ansel. Ternyata begitu mudah menipu Ansel,  seorang pengusaha sukses dan pintar. Di depan orang lain dia akan terlihat cerdik. Beda jika berhadapan dengannya, Ansel tidak lebih dari laki-laki yang buta karena cinta.

Tidak percuma dia menyewa dokter sekaligus teman semasa sekolah untuk ikut membohongi Ansel. Rencana pertama sukses besar. Sekarang melanjutkan rencana kedua sampai tujuannya tercapai.

"Mungkin kamu bisa menerima aku, tapi bagaimana dengan kedua orang tua kamu. Mereka sudah beberapa kali tanya kapan aku hamil. Mereka sudah tidak sabar ingin menimang cucu. Kamu adalah anak satu-satunya," sahut Lili memulai sandiwara.

Lili terpaksa menjalankan aksi ini karena orang tua Ansel sudah beberapa kali tanya kapan mereka bisa menimang cucu. Dia sudah bosan mendengar kata itu dengan sorot mata dan nada dingin.

Ditambah hubungannya dengan kedua orang tua Ansel tidak bisa dibilang baik. Seperti ada dinding tinggi di antara mereka. Dia juga terlalu malas untuk pura-pura baik dengan mereka. Mereka tidak mudah ditangani. Sikap yang ditunjukkan ke Ansel tidak akan mempan bagi mereka.

Jadi, untuk membuat mereka bisa ada dipihaknya, maka dia sudah matang menyusun rencana ini. Dengan begini, sekali dayung bisa menyebrang lebih dari dua pulau sekaligus. 

"...." 

Ansel terdiam. Dia memang bisa menerima Lili apa adanya. Namun bagaimana dengan kedua orang tuanya. Dia adalah anak tunggal, tidak memiliki saudara atau sepupu. Orang tuanya akan menuntut cucu untuk mewarisi garis keluarga.

"Aku tidak mau jika orang tua kamu menyuruh kamu menikahi perempuan lain, Ansel. Aku tidak sanggup kehilangan kamu. Membayangkan itu saja membuat aku ingin mati saja," lanjut Lili yang sudah meneteskan air mata palsu. 

Ansel segera membanting stir ke pinggir jalan saat mendengar kalimat itu dari Lili. Tidak mungkin dia bisa fokus membawa mobil lagi. Sekarang pikirannya kacau balau.

"Li, sampai kapanpun aku tidak akan pernah mau menikahi perempuan lain. Di hatiku cuma ada kamu. Kamu adalah satu-satunya perempuan yang aku cintai. Sejak kecil, aku telah jatuh cinta sama kamu pada pandangan pertama. Sejak saat itu aku telah memutuskan hanya akan menikahi kamu. Tidak akan ada perempuan lain. Kamu harus percaya sama aku," ujar Ansel menggebu menyakinkan Lili. 

Lili sedikit tersentak mendengar perkataan Ansel. Ternyata cinta Ansel sama sekali belum berubah. Andai Ansel tahu kalau cinta pertamanya bukan dia. Maka dapat dipastikan dia tidak bisa ada di posisi sekarang.

"Lili, kamu baik-baik saja kan," tegur Ansel cemas dengan Lili yang tiba-tiba terdiam dengan pandangan kosong. 

"Aaa … aku baik-baik saja," jawab Lili sedikit gugup.  Dia sempat kehilangan fokus.

"Kamu dengarkan aku baik-baik. Aku janji tidak akan menikahi perempuan lain. Tidak ada yang bisa memaksa aku. Tidak akan ada satupun yang bisa menggantikanmu di hati aku. Kamu harus percaya padaku," bujuk Ansel memegang kedua bahu Lili dengan erat.

Lili menatap mata Ansel yang sangat serius. Tidak ada kebohongan di mata Ansel sama sekali. Lelaki yang sudah menjadi budak cinta memang tidak bisa melihat yang lain lagi.

"Tapi, bagaimana dengan anak?"

"Kamu tenang saja. Jika kamu tidak bisa hamil, kita bisa mengadopsi anak. Aku tidak masalah jika tidak mempunyai anak kandung dari kamu. Asalkan kamu terus berada di sisi aku, itu sudah cukup. Kamu jangan khawatir ya," bujuk Ansel tanpa pikir panjang.

Tidak masalah baginya jika tidak memiliki anak. Asal bisa terus hidup bersama Lili. Masalah kedua orang tuanya, nanti dipikirkan.

Lili kembali terdiam mendengar perkataan Ansel. Siapapun yang memiliki Ansel maka sangat beruntung. Laki-laki yang ada di hadapannya begitu setia. Suami yang sangat jarang ditemui di muka bumi. Hanya sekian kecil ada suami yang mau menerima kekurangan dan tidak akan meninggalkan istri apapun yang terjadi.

Sejak kecil Lili bisa mendapatkan apapun yang dia inginkan, walaupun itu bukan miliknya. Tidak ada yang berani menolak keinginannya. Sekarang dia juga berhasil merebut Ansel menjadi suaminya. Dia berhasil dijadikan ratu oleh Ansel. Apapun keinginannya juga akan dituruti.

"Aku capek Ansel," sahut Lili pura-pura ngantuk dan menutup mata.

Untuk sekarang sudah cukup puas melihat reaksi Ansel. Satu langkah lagi sudah berhasil. Dia berhasil mendapatkan hati Ansel 100%.

"Baiklah, kamu istirahat saja. Jangan banyak berpikir lagi ya. Nanti aku bangunkan jika sudah berada di rumah," ujar Ansel kembali fokus membawa mobil.

Lili kembali tersenyum dalam pura-pura tidur. Tidak sangka jika kehidupannya begitu indah dan lancar. Tidak rugi dia merampas Ansel. Sekarang siapapun tidak ada yang boleh merebut Ansel darinya. Ansel adalah miliknya. Dengan begitu masa depan akan terjamin. 

***

Setelah mobil berhenti di perkarangan rumah orang tua Lili, dia segera membuka pintu mobil dan berlari ke dalam rumah. Meninggalkan Ansel sendirian di dalam mobil.

"Lili tunggu!" teriak Ansel sambil membuka sabuk pengaman mobil dengan buru-buru.

Suara tersebut tidak digubris Lili. Kakinya terus saja berlari menuju ke arah kamar. Begitu saja melewati kedua orangtuanya yang berada di ruang keluarga. 

"Lili, ada apa sama kamu, Nak," panggil Azumi, mamanya Lili.

"Lili tunggu," teriak Ansel lagi. 

"Ada apa ini, Ansel. Kenapa Lili lari dengan menangis? Apa yang kamu lakukan padanya?" cegah David, papanya Lili.

"Pa."

"Kenapa kamu bikin Lili menangis, Ansel? Mama kecewa sama kamu," tanya Azumi kecewa.

Ansel menghela nafas berat. Tidak mungkin untuk menyembunyikan hal ini kepada orang tua Lili. Lama-kelamaan pasti hal itu akan terbongkar juga. 

"Pa, Ma, ada sesuatu yang ingin Ansel bicarakan kepada Papa dan Mama," ujar Ansel berat. 

Bersambung ….

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dipaksa Jadi Istri Kedua Suami Adikku    Bab 52. Ancaman

    "Kalau begitu, mulai detik ini kamu tidak perlu masuk kerja lagi," perintah Lili."Apa? Aku tidak boleh masuk kerja?" tanya Riri tercengang.Riri sudah bersusah payah memperjuangkan kinerja selama ini. Dia baru menjabat sebagai manajer, mana mungkin dia mau membuang semua usahanya begitu saja."Iya," balas Lili tanpa rasa salah sedikit pun. "Tidak Li, kali ini aku tidak mau. Aku tidak bisa menuruti keinginan kamu," tolak Riri menggelengkan kepala. "Kamu jangan keras kepala. Baru awal hamil saja, kamu sudah pingsan begini. Apa kamu mau terjadi apa-apa dengan bayi yang ada di dalam perut kamu?""Aku janji Li, aku akan menjaga anak ini dengan baik. Lain kali aku tidak akan ceroboh dan memaksa diri lagi," terang Riri sambil memohon. "Halah, aku tidak percaya sama kamu. Pokoknya kamu segera keluar dari kantor itu. Aku tidak mahu tahu, titik," kata Lili tidak mau dibantah. "Aku tetap tidak mau Li. Aku baru saja diangkat menjadi manajer di sana. Mana mungkin aku keluar, Li. Aku mencapai

  • Dipaksa Jadi Istri Kedua Suami Adikku    Bab 51. Nikah Bohongan

    "Bagaimana kalau minggu depan kita mengkabari mereka kalau kita akan segera punya anak?" usul Lili "Apa mereka tidak akan curiga tentang kebohongan ini?""Kamu tenang saja Ansel. Sekarang kan tidak ada bedanya kalau aku mengaku hamil. Perut orang hamil tidak mungkin langsung membuncit. Jadi orang tua kamu tidak akan curiga. Nanti kalau usia kehamilan diatas empat bulan, baru aku tidak boleh bertemu dengan kedua orang tuamu. Supaya orang tua kamu percaya. Bagaimana?" tanya Lili bersemangat."Baiklah, minggu depan kita akan memberitahu kabar ini. Mereka pasti terkejut.""Aku tidak sabar menunggunya.""Aku juga tidak sabar bayi itu akan lahir," sahut Ansel.Lili rada sedikit kesal Ansel berkata menunggu bayi itu lahir. Dia harus mengubah topik agar Ansel bisa memikirkan topik lain. Terlalu malas mengungkit tentang kehamilan Riri."Apa kamu tidak kembali ke kantor?" tanya Lili agar Ansel segera pergi dari sana."Aku khawatir dengan Riri. Aku mau tunggu dia bangun saja," jawab Ansel."Kam

  • Dipaksa Jadi Istri Kedua Suami Adikku    Bab 50. Haruskah Senang

    "Selamat ya, Kakak anda saat ini sedang hamil. Isinya sudah memasuki dua bulan. Jadi untuk sementara dia tidak boleh terlalu lelah. Tolong kurangi aktifitas yang memberatkan. Termasuk beban pikiran.""Apa? Hamil?" tanya Lili dan Ansel barengan.Mereka sangat senang mengetahui Riri sedang hamil. Ansel tidak menduga jika dia akan menjadi seorang ayah. Sedangkan Lili senang karena dia bisa segera menjauhkan Ansel dan Riri lebih cepat. Sekarang kesempatan Riri untuk cari perhatian dari Ansel darinya akan hilang. Dia tidak sabar menunggu tujuh bulan lagi. Setelah itu, mereka tidak perlu melihat Riri lagi.'Akhirnya Riri hamil juga. Sekarang keluarga Ansel akan menerima aku dengan baik.'"Aku beneran hamil?" tanya Riri yang sudah siuman. Dia sempat mendengar perkataan dokter."Selamat ya Bu. Usia kandungan Ibu sudah menginjak dua bulan," ucap dokter memberikan selamat kepada ibu pasien seperti biasa.Riri masih tidak percaya dengan perkataan dokter. Dia tidak menyangka akan hamil secepat it

  • Dipaksa Jadi Istri Kedua Suami Adikku    Bab 49. Hamil

    "Oh, ini. Aku mau menyerahkan dokumen kamu yang tertinggal. Aku tidak sengaja melihatnya saat kamu ke kamar mandi. Jadi ini ketinggalan, aku hanya mau mengantar dokumen ini. Aku pikir dokumen ini penting," terang Lili sambil menyerahkan dokumen ke Ansel."Syukurlah dokumennya sudah ketemu. Aku mencari ini dari tadi," sahut Ansel lega.Ansel menerima dokumen yang diserahkan oleh Lili. Membuka dokumen untuk melihat isinya ada yang hilang atau tidak."Tadi kenapa kamu terburu-buru? Apa kamu mau pergi?" tanya Lili menatap Ansel dengan lekat.Ansel kembali teringat dengan Riri. Dengan sembarang melempar dokumen itu ke atas meja. Hampir lupa dengan keadaan Riri. "Ayo kita pergi," ajak Ansel menarik tangan Lili."Kita mau kemana. Kenapa kamu terlihat panik?" tanya Lili kesusahan mengikuti langkah kaki Ansel yang besar. Ditambah kedua kaki menggunakan high heel."Tadi ada yang ngabari aku, Riri tiba-tiba pingsan di kantor," ajak Ansel.'Riri pingsan? Kok bisa? Apa jangan-jangan Riri sudah ha

  • Dipaksa Jadi Istri Kedua Suami Adikku    Bab 48. Masuk Rumah Sakit

    Sejak menjadi seorang manager, Riri memiliki ruangan sendiri. Ruangan Riri hanya dibatasi oleh kaca. Sehingga dia bisa memperhatikan orang yang lainnya sedang bekerja. Riri memijat kening semakin erat yang terasa semakin berat. Sudah beberapa hari badannya sangat lemas dan tidak bertenaga. Kemudian sering sakit kepala. Dia juga sering mual di pagi hari serta saat mencium bau makanan yang berat."Ayo Ri, tugasnya sedikit lagi. Kamu pasti bisa," ucap Riri menyemangati diri sendiri. Dia harus menyelesaikan laporan itu sedikit lagi.Riri kembali mengerjakan laporan yang hampir selesai dikerjakan. Semakin dia memaksa mengerjakan laporan, kepala itu semakin berdenyut. Rasanya mau pecah isi kepalanya."Ya Tuhan, kenapa kepalaku semakin pusing," gumam Riri memegang kepala.Riri sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit kepalanya. Segera mengambil obat sakit kepala yang tersedia di dalam laci. Kemudian dia ingin meraih gelas minuman yang tidak jauh darinya. Sebelum tangan itu sempat menggengga

  • Dipaksa Jadi Istri Kedua Suami Adikku    Bab 47. Pusing

    Lili menghentikan makannya. Baginya, mertuanya tidak menghargai dia sedikitpun. Secara terbuka menunjukkan sikap tidak suka. Bahkan di depan suaminya."Mungkin Lili bosan di rumah, makanya dia keluar sekali-sekali," bela Ansel."Kenapa kamu terus yang menjawabnya. Lili punya mulut sendiri. Kami sedang tanya sama dia," tambah Miranda."Maaf Ma, Lili selama ini selalu salah di depan Mama. Lili janji, kedepannya Lili akan menjadi lebih baik," ucap Lili dengan raut wajah menyesal. Dia tidak mau terlihat kurang ajar di depan Ansel. 'Kalau bukan mertua aku, aku tidak mau capek-capek berpura-pura seperti ini,' batin Lili tidak suka."Kamu jangan hanya janji terus, tepati sekali-kali," sahut Miranda sambil menyuapkan makanan ke mulutnya. Dia bahkan tidak repot-repot memandang ke arah Lili."Iya Ma, Lili akan berusaha lebih baik lagi. Apalagi Lili dan Ansel sedang melakukan program agar kami bisa hamil" kata Lili memancing reaksi Miranda.Miranda menjatuhkan sendok yang digunakan untuk makan.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status