Perlahan kedua kelopak mata Lusi terbuka, menampilkan manik indah di dalamnya. Gadis manis itu turun dari ranjang besar menuju ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Bangun pagi adalah kebiasaan Lusi sejak dini. Dia sudah terbiasa. Kegiatan awal yang Lusi lakukan setelah sholat subuh adalah menyapa kucing kesayangan suaminya.Betapa terkejutnya dia saat mengetahui kucing tersebut tidak merespon sentuhannya sama sekali. Karena panik, Lusi buru-buru memanggil pelayan yang ditugaskan untuk merawat kucing kesayangan suaminya itu.Tak lama kemudian beberapa pelayan mengecek kondisi kucing. Mereka langsung takut ketika mengetahui jika kucing kesayangan Mark telah tewas.Yang mereka takutkan adalah kehilangan pekerjaan.“Geogi meninggal?” tanya Lusi memperjelas.Para pelayan mengangguk.“Aduh, gimana dong? Geogi ‘kan kucing kesayangan suamiku. Mana sekarang masih pagi lagi. Dibawa ke dokter dulu aja, kalau sudah diperiksa nanti aku baru lapor ke suamiku,” usul Lusi.Para pelayan pun menerima usulan dari Lusi. Mereka membawa Geogi ke dokter hewan.Sementara itu, Lusi mempersiapkan makanan untuk sarapan suaminya. Setelah sarapan siap, Lusi membawa nampan ke dalam kamar.Rupanya suaminya telah terbangun namun masih berbaring nyaman di ranjangnya.“Selamat pagi, Tuan Mark. Tadi malam tidurnya nyenyak banget. Sudah gak terbangun tengah malam lagi, pintar banget,” ujar Lusi membantu Mark duduk. “Hari ini sarapan roti gandum dan selai kecang kesukaan, Tuan loh,” tambahnya menyuapi suaminya dengan penuh telaten.“Di mana kucingku? Biasanya dia sudah mendatangaiku di pagi hari,” ucap Mark menanyakan atensi kucingnya.“Entahlah, ayo habiskan sarapanmu dulu. Nanti aku cek Geogi.” Lusi tidak ingin mengacaukan kegiatan sarapan Mark. Mangkanya dia lebih memilih untuk bungkam terlebih dahulu.***Hari sudah menjelang sore, Mark menanyakan kembali di mana keberadaan kucing kesayangannya yang selalu menemaninya. Kenapa sedari tadi tidak mendengar suara si kucing.Akhirnya setelah mengumpulkan semua keberaniannya. Lusi pun menceritakan tentang kematian kucing milik Mark. Di saat itu juga Mark memerintahkan semua pelayan yang mengurus kucingnya untuk berkumpul.“Merawat satu kucing saja tidak becus! Kalian apakan kucingku sampai bisa mati! Mulai sekarang kalian kupecat!” tegas Mark.“Suamiku tunggu dulu, jangan pecat mereka. Mereka masih punya keluarga yang harus dibiayai. Setidaknya tunggu hasil autopsi keluar. Geogi meninggal secara tiba-tiba. Sekarang dokter masih memeriksa penyebab Geogi meninggal. Dan juga, semua pakan Geogi sedang diuji di lab. Suamiku, tenang dulu ya. Aku benaran minta maaf, aku juga ikut andil dalam kematian kucing kesayanganmu,” terang Lusi memohon agar Mark mau berbelas kasih terhadap pekerja di rumah.Entah mengapa Lusi selalu bisa membuat Mark merasa sedikit tenang. Hanya dengan elusan lembut di pundaknya sudah mampu mereda api amarah di dalam dirinya.“Okay, aku akan menunggu hingga hasil autopsi keluar.”Semua orang di dalam kamar merasa sangat lega untuk saat ini.“Kalian bisa kembali bekerja. Sudah, jangan dipikirkan. Aku yakin kalau kalian pasti sudah menjalankan tugas kalian sebaik mungkin. Terima kasih ya,” ujar Lusi mengantar para pelayan sampai pintu kamar.Lusi berbalik menatap suaminya yang terlihat sedih.“Tuan Mark, kenapa kok memanjangkan rambut?” tanya Lusi berusaha mencari topik pembahasan untuk mengalihkan kesedihan Mark. “Oh ya, kalau dioles tanaman lidah buaya bisa lebih berkilau loh, Tuan mau coba gak? Kalau mau, nanti aku beliin lidah buaya di pasar,” tambahnya.“Semenjak aku buta, rambutku tidak pernah kupotong. Sebagai tanda berapa lama aku buta. Hanya itu, kalau aku sudah mendapat donor mata. Aku akan memotong rambutku,” ungkap Mark.“Jadi begitu ya? Aku yakin deh kalau sudah dipotong pasti nanti, Tuan makin terlihat tampan,” puji Lusi mengelus kepala Mark pelan.“Lusi, kenapa kamu selalu memperlakukanku sebaik ini? Bahkan pelayan saja mengeluh saat merawatku,” tanya Mark penasaran sekaligus terheran.“Pertanyaannya itu terus, gak pernah ganti," sindir Lusi."Sudah kubilang ‘kan? aku adalah istrimu. Berbeda dengan pelayan yang kamu bayar. Aku akan hidup selamanya denganmu. Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa sesantai ini. Tapi, bagaimana ya? Dari kecil, aku tidak punya teman. Kupikir setelah menikah, suamiku akan menjadi temanku. Aku sangat bersyukur, kamu mendengar semua ocehanku selama ini. Aku merasa sangat senang, mangkanya aku tidak pernah menganggap merawatmu adalah sebuah beban.”Mark tertawa kecil, baru kali ini dia mendengar kalimat senaif itu keluar dari bibir seorang wanita.“Padahal kamu masih berusia dua puluh satu tahun. Apakah kamu mengincar hartaku? Semua orang akan berkorban demi uang,” cibir Mark.Sungguh Lusi merasa sedikit sedih mendengarnya.“Aku saja tidak tahu, apakah kamu akan memberiku hartamu atau tidak. Kalau kamu tidak mau membagi hartamu denganku, aku sama sekali tidak keberatan. Itu ‘kan milikmu, aku masuk ke dalam hidupmu tanpa membawa harta. Aku hanya membawa badanku dan baktiku saja. Aku beneran gak minta apa pun kok, kecuali makanan yang enak,” terang Lusi panjang lebar. Senyuman tak pernah lekang dari wajah manisnya. “Habisnya dari kecil aku gak pernah makan nasi, kalau di sini ‘kan aku makan banyak nasi. Kamu juga sudah menyediakan banyak dress simpel untuk kukenakan. Aku beneran senang tinggal di sini.” Lusi mengatakannya dengan antusias.“Dasar cewek aneh,” ujar Mark tertawa kecil.“Engga aneh kok! Aku benaran gak pernah makan nasi! Yang makan nasi cuma ibuku dan kakakku. Aku ini muncul secara tiba-tiba loh, mangkanya orang tuaku tidak menyukaiku karena menganggapku beban,” cecar Lusi mengerucutkan bibirnya.“Semiskin itukah kamu?” ejek Mark di sela tawanya.“Miskin banget! Ayahku sampai banyak utang buat biaya kuliah kakakku! Ibuku juga sering ngomelin aku, dan nyuruh aku kerja cuci piring. Yaudah aku kerja nyuci piring. Kerja di panti jompo juga.”Mark berhenti tertawa setelah mendengar pernyataan Lusi.“Aku mau tanya kamu, dari mana keluargamu bisa mengenal Maria?” tanya Mark ketus.“Maria? Oh! Nyonya Maria? Kayaknya, ayahku bertemu dengan Nyonya Maria ketika bekerja membenarkan pipa di rumah sakit milik Nyonya Maria. Entahlah, setauku sih begitu,” jawab Lusi polos.Mark tersenyum miring. Meskipun dirinya tidak mampu melihat sosok Lusi. Mark tahu persis jika Lusi hanyalah gadis lugu yang diminta ibu tirinya untuk menikah dengannya.Kenapa harus Lusi? Tentu saja agar ibu tirinya itu bisa dengan mudah mengontrol dan mengawasi Lusi. Jika Mark diberi istri wanita pintar atau wanita dewasa, kemungkinan besar wanita itu akan berhianat.“Lusi, kamu ada dipihak siapa?” tanya Mark.“Maksudnya? Pihak apa?” tanya Lusi kebingungan.“Dipihakku atau dipihak Maria?” tanya Mark memperjelas.“Loh? Kenapa kok begitu? Kalian ‘kan keluarga? Kok harus pilih salah satu? Aku gak ngerti.” Lusi makin bingung.“Lupakan saja,” tandas Mark tidak mau membahasnya lagi.Selain lugu dan polos. Lusi juga sedikit bodoh.***Di malam hari, saat mereka berdua telah berbaring bersama, bersiap untuk tidur. Lusi mengelus lengan kekar suaminya dengan lembut. Matanya tak pernah lepas memandang wajah rupawan Mark.“Aku benaran suka suamiku,” tutur Lusi memeluk lengan Mark gemas.“Sesuka itukah?” tanya Mark.“Loh, kamu belum tidur? Aku pikir sudah tidur,” sahut Lusi kaget.“Kamu belum jawab pertanyaanku. Apa yang kamu suka dari pria cacat sepertiku?” ujar Mark.“Ngomong gitu lagi! Aku gak suka suamiku ngomong hal buruk! Mulai sekarang, Tuan Mark dilarang mengucapkan kata cacat! Engga boleh! Nanti aku hukum loh,” tegas Lusi megerucutkan bibirnya. “Dasar cowok nyebelin,” tambahnya makin mengeratkan pelukannya di lengan Mark. Tingkah Lusi sangat kekanakan.“Haruskah aku minta maaf?” cibir Mark.“Iya dong, harus minta maaf karena sudah membuat istrimu kesal,” sahut Lusi serius.Mark hanya bisa menghembuskan napas menghadapi tingkah Lusi. Dirinya selalu kehabisan kata jika berurusan dengan istrinya.“Sudah ah, aku gak mau bahas lagi, ayo kita tidur. Besok aku harus mengambil obat untukmu. Hari ini absen lagi loh, engga boleh nakal ah,” cerocos Lusi berbicara sendiri.***Keesokan harinya, Lusi mengambil obat di kediaman Nyoya Maria yang berada di pusat kota. Perjalanan dari rumah Mark sekitar setengah jam dengan mengendarai mobil. Sampainya di sana, Lusi langsung diberi satu kotak berisi obat untuk Mark.“Jangan sampai telat, biar kondisi Mark lekas membaik,” kata Nyonya Maria mengingatkan Lusi.Sedangkan Lusi hanya mengangguk takut. Pasalnya, Mark sudah dua kali tidak meminum obatnya.“Nyonya Maria, sebenarnya aku sekarang sedang galau. Kucing kesayangan Tuan Mark meninggal dunia. Gimana caraku buat ngelaporinnya?” keluh Lusi menyentuh kepalanya sendiri.“Hal kecil seperti itu kamu pikirin? Kucing milik Mark sudah tua, sudah selayaknya mati. Laporkan itu kepada Mark,” jawab Nyonya Maria cuek.Mendapat respons ketus dari Nyonya Maria membuat Lusi enggan untuk membahasnya lebih lanjut. Gadis manis itu lebih memilih mengemas kotak obat ke dalam tas. Setelah selesai, Lusi berpamitan pulang. Tidak ingin berlama-lama bersama Nyonya Maria yang menurutnya sangat menyeramkan.***Sampainya di rumah, Lusi langsung disambut dengan map berwarna merah berisikan hasil autopsi kucing kesayangan suaminya. Betapa terkejutnya dia saat mengetahui penyebab kucing itu mati.Terpampang jelas jika kematian kucing diakibatkan oleh racun. Bahkan Lusi saja tidak tahu bagaimana cara membaca nama racun tersebut.Rupanya hasil lab dari sampel pakan kucing juga sudah keluar. Semua pakan aman. Itu artinya racun tidak terdapat di dalam pakan. Lalu? Berasal dari mana racun tersebut? Kepala Lusi pusing memikirkan hal rumit seperti ini.Pandangannya beralih ke beberapa pelayan yang sedang sibuk membersihkan karpet di halaman samping rumah. Melihat senyuman tulus mereka, Lusi jadi tidak tega untuk mengatakan dengan jujur soal penyebab kematian Geogi.“Tuhan, maafin aku karena berbohong. Ampuni aku, Tuhanku. Sekali ini saja.”BERSAMBUNGMark berjalan memasuki ruang keluarga. Dia membawa beberapa berkas di tangannya. Kedatangan Mark membuat Ibu Tutik dan Dini sedikit tegang. “Maaf menunggu,” ucap Mark duduk di sofa tunggal. “Aku tidak suka basa-basi, jadi langsung saja. Maksudku mengundang kalian berdua adalah, aku ingin memberi tahu kalian bahwa, semua aset tidak bergerak milik Lusi, telah berganti nama menjadi milik kalian berdua. Aku membaginya seadil mungkin.” “Maksudnya? Aset apa?” tanya Dini tidak mengerti. “Aku membeli banyak tanah, dan bangunan atas nama Lusi. Sekarang, seluruh tanah dan bangunan tersebut telah berganti nama menjadi milik kalian berdua,” jelas Mark. Dini dan Ibu Tutik sangat terkejut. Mereka berdua sampai tidak bisa berkata-kata lagi. “Kenapa? Itu ‘kan milik Lusi, Kenapa diberikan kepada kami?” tanya Ibu Tutik menundukkan kepala. “Anda berhak memilikinya, Ibu. Berkat kebaikan hati, Ibu yang mengizinkan Lusi ikut bersamaku di Inggris,” jawab Mark bersuara lembut. “Maksudku, kami tidak per
Mark tersenyum puas karena telah berhasil membalas perbuatan Nyonya Maria dan Aldo terhadapnya. Sebenarnya, hal seperti ini tidak disenangi oleh Mark. Apalagi sampai harus mengorbankan banyak waktu dan uang. Benar-benar bukan tipe Mark. “Kasihan Nyonya Maria dan Tuan Aldo, mereka harus tidur di penjara. Tetapi, aku gak menyangka, Nyonya Maria yang menghilangkan nyawa Ningsih. Mengapa harus begitu sih jadi orang?” Lusi menggelengkan kepala mengingat perbuatan Nyonya Maria. “Pada akhirnya, semua akan mendapatkan balasan, sesuai dengan yang mereka perbuat,” balas Alex. “Tumben, Mister Alex pintar?” kata Lusi polos. “Aku memang pintar, hanya berpura-pura bodoh saja,” sahut Alex tidak mau ambil pusing. “Sayangku, kamu sudah siap tinggal di Inggris?” tanya Mark menarik perhatian Lusi. “Kita bakal pergi ke Inggris?” Bukannya menjawab, Lusi malah balik bertanya. “Aku ‘kan lagi hamil, emangnya boleh naik pesawat?” tanya Lusi. Lusi menyentuh perutnya yang telah membuncit. Sudah sembilan b
Nyonya Maria menjalani kehidupannya di dalam penjara dengan penuh kehampaan. Dia sangat sedih melihat tangannya tidak dihiasi perhiasan. Nyonya Maria juga mengeluh dengan kondisi kulitnya yang kusam, dan tidak bersih. Keadaan sel yang begitu jorok juga membuat Nyonya Maria sering mengalami demam. “Ada yang ingin bertemu denganmu, keluarlah,” pinta Petugas Polisi meminta Nyonya Maria keluar dari dalam sel. “Bertemu denganku? Siapa?” tanya Nyonya Maria heran. “Nanti kamu juga tahu.” Begitu sampai di ruang temu. Nyonya Maria ingin kembali ke dalam sel. Namun petugas polisi malah menyuruhnya untuk duduk di kursi. “Tatap aku, Madam,” kata Mark tidak senang melihat Nyonya Maria menundukkan wajah. “Kamu mau mengejekku? Aku gak ada waktu buat dengerin ocehanmu,” cetus Nyonya Maria memberanikan diri menatap mata tajam Mark. “Aku tidak suka mengejek orang yang tidak berdaya,” balas Mark menyeringai. “Aku hanya ingin menanyakan perihal keadaanmu saja. Apakah kamu baik-baik saja? Sepertinya
“Dengan kamu yang mengatakan terima kasih, apakah tugasku sudah selesai?” canda Miky.“Sayang sekali, tugasmu belum selesai. Aku masih membutuhkan bantuanmu,” jawab Mark.“Aku senang mendengarnya,” balas Miky.Mark tersenyum tipis kemudian melihat jam berwarna perak di tangan sebelah kanan. Rupanya jam telah menunjukkan pukul sebelas malam, sudah terlalu larut untuk Mark yang biasanya tidur di jam delapan atau sembilan malam.“Miky, pergilah tidur. Jangan terlalu sering bergadang. Sayangi juga tubuh mudamu, sebelum kamu menyesal sepertiku.” Mark memberi sedikit wejangan kepada Miky.“Apa yang kamu sesali di waktu muda? Boleh aku mengetahuinya?” Karena kalimat Mark, Miky jadi penasaran.“Aku menyesal karena terlalu sering bekerja, tanpa memedulikan kesehatanku. Sekarang aku sudah tua, jadi sedikit merasakan akibat dari kurangnya aku mengatur pola tidur,” jelas Mark menepuk pelan pundak Miky. “Aku pergi tidur dulu. Besok akan ada pertunjukkan yang menakjubkan. Memikirkannya saja, membuat
Mark tidak mungkin membiarkan Aldo hidup tenang di dalam penjara. Mark sengaja menyewa seseorang untuk mengerjai Aldo selama berada di dalam penjara. Keputusan Mark terbukti ampuh, Aldo tak berhenti berbuat kericuhan di dalam sel. Hal tersebut akan membuat Aldo kesulitan untuk mendapat keringanan hukuman. “Dia duluan yang menyenggolku! Dia menghinaku!” teriak Aldo keras. Kalimatnya ditujukan kepada seorang pria suruhan Mark. Para petugas sudah tidak memercayai Aldo lagi, karena Aldo telah terbukti mengalami depresi. Mereka menganggap jika sikap tidak menentu Aldo akibat dari penyakit Aldo. “Lepaskan aku! Kalian harusnya menangkap pria jelek itu!” Aldo berusa melepaskan diri dari genggaman para polisi. Polisi menyeret Aldo menuju sel tunggal. Mereka benar-benar memperlakukan Aldo dengan tidak baik. Sedangkan Aldo hanya bisa mencerocos tidak jelas ketika pintu sel tertutup rapat. *** “Aldo, pasti sangat menderita sekarang,” kata Mark berjalan mendekati Nyonya Maria. Melihat kehad
“Lusi menyewa tim audit untuk memeriksa keuangan perusahaan Asia Victory Grup? Yang benar saja, memangnya siapa Lusi?” tanya Nyonya Maria seperti tidak percaya dengan ucapan Bobi. “Apakah anda tidak tahu? Nona Lusi adalah pemegang sembilan puluh persen saham Liba Company,” kata Bobi. Nyonya Maria dan Aldo sangat terkejut mendengar pernyataan Bobi. “Bukankah, pemilik saham dari Liba Company adalah Mark Junior George?” tanya Aldo nyalang. “Tuan Mark tidak memiliki sepersen pun saham Liba Company. Tuan Smith, selaku pemilik Liba Company, telah menyerahkan seluruh hak perusahaan Liba kepada Nona Lusi. Tuan Mark adalah orang yang menjalankan Liba Company. Astaga, ternyata kalian baru mengetahui fakta ini. Aku pikir, kalian sudah mengetahuinya sebelum aku tahu.” Bobi sedikit meledek Nyonya Maria dan Aldo. Mengetahui kenyataan itu, Nyonya Maria terlihat memendam rasa kesal. Bagaimana bisa dia selama ini begitu santai. Nyonya Maria merasa sangat bodoh. Mark pasti memanfaatkan kewarganegar