Lusi, gadis lugu berusia 21 tahun dipaksa oleh orang tuanya untuk menikah dengan pria cacat bernama Mark Junior George yang berusia 40 tahun. Pada awalnya Lusi menolak namun ketika melihat wajah tampan Mark. Lusi jatuh cinta pada suaminya. Kondisi Mark yang lumpuh dan buta tak menjadi penghalang bagi Lusi untuk tetap berbakti kepada suaminya. Rentang jauh usia keduanya juga tak 'kan pernah menghalangi cinta mereka untuk terus mekar.
View More“Apakah kamu cantik?” tanya Mark meraba pelan pipi istrinya.
“Aku cantik kok. Tapi, bukan wajah yang membuat wanita terlihat cantik. Melainkan hati dan perilakunya,” jawab Lusi, nama istri Mark.Mark tersenyum tipis mendengar jawaban istrinya.Ini hari pertama bagi Lusi tinggal di rumah mewah setelah menikah dengan Mark. Pria tampan dan kaya raya. Akan tetapi Mark mengalami kebutaan dan kakinya lumpuh.Pada awalnya Lusi menolak keras ketika sang ayah memaksa dirinya untuk menikah dengan Mark. Namun, demi melunasi utang ayahnya, Lusi merelakan diri. Apa pun akan Lusi lakukan untuk kebahagiaan keluarganya, meski mereka tidak pernah memberi Lusi kasih sayang.“Biasanya setelah sarapan dan minum obat, Tuan ngapain?” tanya Lusi duduk di samping suaminya.“Aku hanya berdiam diri. Memangnya apa yang bisa dilakukan oleh orang buta, dan lumpuh sepertiku? Jangan menanyakan pertanyaan konyol,” sungut Mark. “Kamu mau menikah denganku karena uang ‘kan? Jadi, tidak perlu sok baik, dan pura-pura perhatian. Aku sama sekali tidak membutuhkanmu. Lebih baik kamu menikmati hidupmu saja,” tandasnya.Lusi sedikit terkejut mendengar nada ketus keluar dari bibir tipis sang suami.Sudut bibir Lusi naik, membentuk sebuah senyuman. Lusi berlutut di depan Mark, menggenggam jari besar milik sang suami.“Aku memang menikahimu karena uang, ayahku memiliki banyak utang, dan ibumu berjanji akan melunasi utang ayahku kalau aku mau menikah denganmu. Tetapi satu hal yang harus kamu ingat. Pernikahan kita itu sah secara agama dan negara. Bukan hanya sekedar formalitas. Apalagi untuk dipermainkan. Aku beneran gak mau mengingkari janji kita pada saat akad nikah. Aku bakal tetap melayanimu dan selalu berada di sisimu. Di waktu senang maupun susah.”“Begitukah? Baiklah, aku akan menunggu seberapa konsisten kamu dengan pemikiranmu itu,” cibir Mark.Lusi menghembuskan napas kasar. “Kamu tahu gak kalau aku masih berusia dua puluh satu tahun? Dan aku sudah berhenti kuliah. Mulai sekarang, akulah yang akan mengurusmu. Mulai dari memandikanmu, memberimu pakaian yang layak, dan memasak untukmu. Pokoknya aku bakal menemanimu dua puluh empat jam,” terang Lusi tersenyum senang membayangkan kegiatannya nanti.“Terserah apa katamu. Yang penting aku mau badanku selalu bersih," kata Mark cuek."Iya, aku bakal mandiin kamu kok, aku bisa mandiin kamu sendirian," sahut Lusi tanpa merasa jika pernyataannya aneh."Kamu pikir aku seperti bayi?" celetuk Mark. "Aku pria dewasa berusia empat puluh tahun. Kamu tidak bisa memandikanku sendirian."“Terus? Aku harus minta bantuan pelayanmu? Dan membiarkan mereka melihat tubuhmu? Tidak mau! Tidak boleh!” tegas Lusi.Tanpa disadari, Lusi telah menunjukkan sikap kekanakan. Mark bisa merasakannya. Lusi bertingkah seperti anak kecil yang baru saja memiliki kekasih. Melarang orang lain untuk menyentuh sesuatu yang telah menjadi miliknya.“Tidak bisa, kamu masih membutuhkan orang lain untuk mengangkat badanku. Biar kuperjelas, berat badanku delapan puluh lima kilogram, dan tinggiku seratus delapan puluh tujuh sentimeter. Kamu yakin bisa mengurusku sendirian? Setidaknya pakai otakmu terlebih dahulu sebelum berbicara,” tandas Mark. Nada bicaranya terdengar begitu ketus.“Gak mau! Kamu ‘kan suamiku! Aku bisa mengurusmu sendiri kok,” rengek Lusi menggoyang pundak suaminya. “Dulu waktu aku berusia empat belas tahun, aku pernah bekerja di panti jompo. Aku juga bisa memandikan serta mengurus para nenek di sana. Kamu jangan remehin aku dong,” tambahnya meyakinkan Mark.Mark hanya bisa menghela napas tanpa bisa menjawab perkataan istrinya. Menurutnya, Lusi adalah orang yang keras kepala. Baiklah, Mark akan berusaha menerima Lusi dan mengikuti kemauan gadis itu.“Tuan, aku masih perawan loh,” bisik Lusi tepat di telinga Mark. “Aku akan menjaganya dan memberikannya kepadamu. Tenang saja,” ucap Lusi menatap suaminya.Jemari lentik Lusi mengelus kepala suaminya. Membelai rambut panjang itu dengan lembut.“Tuan, rambutku juga panjang, berwarna cokelat gelap. Aku suka mengikat rambutku tinggi,” terang Lusi.“Untuk apa kamu memberitahuku? Kamu pikir aku peduli?” sahut Mark merasa jengah mendengar suara cempreng Lusi.“Meskipun kamu gak peduli, gak masalah kok. Aku ‘kan cuma cerita doang. Emangnya aku gak boleh cerita? Kalau gak boleh, aku tinggal nih,” canda Lusi. “Kok gak dicegah sih? Tuan nyebelin banget deh,” tambahnya kembali menghampiri Mark.“Kamu sedang mengolokku karena aku tidak bisa melihat?” sungut Mark sedikit geram.“Siapa juga yang mengolokmu. Aku hanya ingin mengajakmu bermain. Itu saja, kenapa menuduhku seperti itu? Aku ini istrimu, mana mungkin aku mengolok suamiku sendiri! Sudah ah, aku beneran ngambek!” kelakar Lusi duduk di atas sofa dengan wajah cemberut.Suasana kamar menjadi sunyi seketika. Mark sama sekali tak ingin menanggapi istrinya. Begitu pun dengan Lusi yang sesekali melirik ke arah Mark.Kesunyian tak bertahan lama saat seorang wanita masuk ke dalam kamar. Lusi langsung berdiri menyambut kedatangan ibu mertuanya. Wanita berusia enam puluh tahun itu masih tampak muda dengan dandanan layaknya sosialita pada umumnya, glamor dan penuh kemewahan.“Mark, aku ingin memberitahumu kabar sedih. Orang yang mendonorkan mata untukmu tiba-tiba membatalkan niatnya. Dia kabur entah ke mana,” ujar Nyonya Maria, nama ibu mertua Lusi.“Aku sudah memerintahkan banyak anak buah untuk mencarinya. Namun hasilnya nihil. Sekarang aku sedang kebingungan. Padahal oprasi mata akan segera dilakukan,” tambah Nyonya Maria mengeluarkan ekspresi sedih.“Cari pendonor lain, tambahkan nominal uang untuk ganti rugi. Aku harus segera mendapatkan mata,” tegas Mark menahan amarahnya.“Kamu tenang saja, aku akan segera mencarikan mata untukmu. Sekarang kamu harus sedikit bersabar.” Nyonya Maria mengelus jemari besar Mark.Wanita tua itu menoleh ke arah Lusi. “Apakah kamu sudah menjalankan tugasmu sebagai seorang istri dengan baik?” tanya Nyonya Maria tersenyum lembut menatap Lusi.“Aku akan berusaha semaksimal mungkin agar bisa membuat Tuan Mark bahagia. Aku juga sudah menyusun semua jadwal yang akan kukerjakan,” jawab Lusi antusias.“Syukurlah, aku merasa lega setelah mendengarnya. Semoga kamu betah ya tinggal di sini,” ucap Nyonya Maria.“Aku pasti betah kok, rumah ini besar dan indah. Aku ingin tinggal di sini selamanya,” tandas Lusi tertawa kecil.“Kalau begitu, jadilah istri yang baik. Jangan melawanku dan terus berbakti kepada suamimu,” ujar Nyonya Maria.“Pasti! Aku janji!” sahut Lusi bersemangat.Perhatian Nyonya Maria kembali tertuju kepada Mark, anak tirinya.“Mark, aku juga ingin memberitahumu soal pergantian Presdir di perusahaan Geo Grup Asia. Orang yang menggantikan posisimu adalah saudara tirimu. Ini bukan keputusanku, melainkan keputusan yang diambil oleh para pemegang saham.”Rahang Mark mengeras mendengar ucapan Nyonya Maria.“Kurang ajar! Beraninya mereka menghianatiku! Aku adalah pendiri sekaligus pemilik Geo Grup Asia! Kenapa mereka melangkahiku! Apakah mereka pikir aku tidak mampu mengurus perusahaan karena aku cacat! Sialan!” ujar Mark mengepalkan kedua tangannya.“Mark tenanglah, aku dan adik tirimu juga sudah menolak keputusan mereka. Tapi kami tidak berdaya. Mereka ingin seorang pemimpin yang bisa mengecek secara langsung keadaan perusahaan. Melihat kondisimu- aduh maafkan aku, aku tidak bisa mencegah mereka. Kamu tidak perlu khawatir, kamu masih menjadi pemilik Geo Grup Asia.”“Dasar sial!” geram Mark.Lusi merasa sedih melihat Mark marah. Dia tidak mengerti tentang apa yang dibicarakan oleh ibu mertuanya. Yang dia tahu hanyalah jabatan Mark yang diambil orang lain.***Sepertinya Mark salah telah meremehkan kekuatan Lusi. Nyatanya gadis itu mampu merawatnya dengan baik. Meskipun masih membutuhkan satu pelayan laki-laki untuk membantu mengangkat tubuh besar Mark. Selebihnya Lusi sendiri yang menangani.“Waktunya minum obat, Tuan.” Lusi menyiapkan semua obat yang akan dikonsumsi oleh suaminya.“Oh ya, Tuan tadi masakanku enak gak? Enak dong pasti. Buktinya, Tuan sampai nambah,” lanjutnya.Mark tersenyum tipis. “Kamu masak makanan favoritku. Aku sudah lama tidak memakannya, jadi nambah. Bukan berarti masakanmu enak,” sangkal Mark.Awalnya Lusi sedih mendengarnya tetapi dia buru-buru menghilangkan perasaannya itu. Senyuman kembali terpantri di wajah manisnya.“Yaudah besok aku pasti bisa masak makanan yang jauh lebih enak dari hari ini,” ujar Lusi optimis.“Ayo minum obat! Ups, ini obat terakhir ya? Besok harus minta ke Nyonya Maria nih,” tutur Lusi menyadari jika obat Mark sudah habis.Setelah mencampurkan semua obat di satu gelas kecil. Lusi berjalan mendekati suaminya. Namun karena kurang berhati-hati, kaki Lusi terselip boneka mainannya yang berserakan di atas karpet. Alhasil gelas digenggamannya jatuh dan menumpahkan isinya.“Ada apa?” tanya Mark terkejut mendengar suara tubuh Lusi yang menghantam sofa.“Aduh... Sakit banget!” keluh Lusi menyentuh dagunya. “Astaga! Aku terjatuh gara-gara boneka katakku, dasar boneka nakal!” tuduhnya memukuli bonekanya.“Kamu terjatuh karena ulahmu sendiri.” Mark terkekeh kecil membayangkan posisi Lusi ketika terjatuh.“Bukan salahku! Tapi salah boneka katak! Aku benci boneka katak! Aku gak mau tidur bersama boneka katak lagi!” pekik Lusi membuang boneka itu.Lusi panik begitu menyadari jika gelas obat malah dijilati oleh kucing kesayangan suaminya.“Geogi nakal! Ini obatnya suamiku loh! Bukan makananmu!” pekik Lusi mendorong pelan kepala kucing itu.“Tuan, Geogi menjilati obat yang tersisa di dalam gelas. Bagaimana ini? Itu adalah obat terakhir,” lapor Lusi menyalahkan kucing milik suaminya.“Tidak masalah, obat itu hanya vitamin. Tidak meminumnya sekali, tidak akan membuatku mati,” tandas Mark.“Tuan Mark berhati malaikat.” Lusi berlari dan langsung memeluk erat suaminya.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Mark mencoba mendorong pinggang Lusi.“Kok masih tanya. Aku ‘kan lagi meluk suamiku,” jawab Lusi senang.“Aku mengantuk,” sahut Mark malas.“Okay! Ayo kita tidur.” Lusi melepas pelukannya.Setelah merapikan ranjang dan membaringkan tubuh Mark. Lusi langsung tidur di samping suaminya. Tidak lupa memeluk erat boneka katak yang telah dia pungut kembali. Keduanya pun terlelap.Berbeda dengan Geogi, kucing yang tadi menjilati sisa obat milik Mark. Kucing tersebut tak mampu untuk berdiri. Suara kucing itu juga tercekat, tidak mampu mengeong, seperti ada sesuatu yang mencekiknya. Perlahan, mata kucing itu tetutup dan tubuhnya sudah tidak bergerak.BERSAMBUNGMark berjalan memasuki ruang keluarga. Dia membawa beberapa berkas di tangannya. Kedatangan Mark membuat Ibu Tutik dan Dini sedikit tegang. “Maaf menunggu,” ucap Mark duduk di sofa tunggal. “Aku tidak suka basa-basi, jadi langsung saja. Maksudku mengundang kalian berdua adalah, aku ingin memberi tahu kalian bahwa, semua aset tidak bergerak milik Lusi, telah berganti nama menjadi milik kalian berdua. Aku membaginya seadil mungkin.” “Maksudnya? Aset apa?” tanya Dini tidak mengerti. “Aku membeli banyak tanah, dan bangunan atas nama Lusi. Sekarang, seluruh tanah dan bangunan tersebut telah berganti nama menjadi milik kalian berdua,” jelas Mark. Dini dan Ibu Tutik sangat terkejut. Mereka berdua sampai tidak bisa berkata-kata lagi. “Kenapa? Itu ‘kan milik Lusi, Kenapa diberikan kepada kami?” tanya Ibu Tutik menundukkan kepala. “Anda berhak memilikinya, Ibu. Berkat kebaikan hati, Ibu yang mengizinkan Lusi ikut bersamaku di Inggris,” jawab Mark bersuara lembut. “Maksudku, kami tidak per
Mark tersenyum puas karena telah berhasil membalas perbuatan Nyonya Maria dan Aldo terhadapnya. Sebenarnya, hal seperti ini tidak disenangi oleh Mark. Apalagi sampai harus mengorbankan banyak waktu dan uang. Benar-benar bukan tipe Mark. “Kasihan Nyonya Maria dan Tuan Aldo, mereka harus tidur di penjara. Tetapi, aku gak menyangka, Nyonya Maria yang menghilangkan nyawa Ningsih. Mengapa harus begitu sih jadi orang?” Lusi menggelengkan kepala mengingat perbuatan Nyonya Maria. “Pada akhirnya, semua akan mendapatkan balasan, sesuai dengan yang mereka perbuat,” balas Alex. “Tumben, Mister Alex pintar?” kata Lusi polos. “Aku memang pintar, hanya berpura-pura bodoh saja,” sahut Alex tidak mau ambil pusing. “Sayangku, kamu sudah siap tinggal di Inggris?” tanya Mark menarik perhatian Lusi. “Kita bakal pergi ke Inggris?” Bukannya menjawab, Lusi malah balik bertanya. “Aku ‘kan lagi hamil, emangnya boleh naik pesawat?” tanya Lusi. Lusi menyentuh perutnya yang telah membuncit. Sudah sembilan b
Nyonya Maria menjalani kehidupannya di dalam penjara dengan penuh kehampaan. Dia sangat sedih melihat tangannya tidak dihiasi perhiasan. Nyonya Maria juga mengeluh dengan kondisi kulitnya yang kusam, dan tidak bersih. Keadaan sel yang begitu jorok juga membuat Nyonya Maria sering mengalami demam. “Ada yang ingin bertemu denganmu, keluarlah,” pinta Petugas Polisi meminta Nyonya Maria keluar dari dalam sel. “Bertemu denganku? Siapa?” tanya Nyonya Maria heran. “Nanti kamu juga tahu.” Begitu sampai di ruang temu. Nyonya Maria ingin kembali ke dalam sel. Namun petugas polisi malah menyuruhnya untuk duduk di kursi. “Tatap aku, Madam,” kata Mark tidak senang melihat Nyonya Maria menundukkan wajah. “Kamu mau mengejekku? Aku gak ada waktu buat dengerin ocehanmu,” cetus Nyonya Maria memberanikan diri menatap mata tajam Mark. “Aku tidak suka mengejek orang yang tidak berdaya,” balas Mark menyeringai. “Aku hanya ingin menanyakan perihal keadaanmu saja. Apakah kamu baik-baik saja? Sepertinya
“Dengan kamu yang mengatakan terima kasih, apakah tugasku sudah selesai?” canda Miky.“Sayang sekali, tugasmu belum selesai. Aku masih membutuhkan bantuanmu,” jawab Mark.“Aku senang mendengarnya,” balas Miky.Mark tersenyum tipis kemudian melihat jam berwarna perak di tangan sebelah kanan. Rupanya jam telah menunjukkan pukul sebelas malam, sudah terlalu larut untuk Mark yang biasanya tidur di jam delapan atau sembilan malam.“Miky, pergilah tidur. Jangan terlalu sering bergadang. Sayangi juga tubuh mudamu, sebelum kamu menyesal sepertiku.” Mark memberi sedikit wejangan kepada Miky.“Apa yang kamu sesali di waktu muda? Boleh aku mengetahuinya?” Karena kalimat Mark, Miky jadi penasaran.“Aku menyesal karena terlalu sering bekerja, tanpa memedulikan kesehatanku. Sekarang aku sudah tua, jadi sedikit merasakan akibat dari kurangnya aku mengatur pola tidur,” jelas Mark menepuk pelan pundak Miky. “Aku pergi tidur dulu. Besok akan ada pertunjukkan yang menakjubkan. Memikirkannya saja, membuat
Mark tidak mungkin membiarkan Aldo hidup tenang di dalam penjara. Mark sengaja menyewa seseorang untuk mengerjai Aldo selama berada di dalam penjara. Keputusan Mark terbukti ampuh, Aldo tak berhenti berbuat kericuhan di dalam sel. Hal tersebut akan membuat Aldo kesulitan untuk mendapat keringanan hukuman. “Dia duluan yang menyenggolku! Dia menghinaku!” teriak Aldo keras. Kalimatnya ditujukan kepada seorang pria suruhan Mark. Para petugas sudah tidak memercayai Aldo lagi, karena Aldo telah terbukti mengalami depresi. Mereka menganggap jika sikap tidak menentu Aldo akibat dari penyakit Aldo. “Lepaskan aku! Kalian harusnya menangkap pria jelek itu!” Aldo berusa melepaskan diri dari genggaman para polisi. Polisi menyeret Aldo menuju sel tunggal. Mereka benar-benar memperlakukan Aldo dengan tidak baik. Sedangkan Aldo hanya bisa mencerocos tidak jelas ketika pintu sel tertutup rapat. *** “Aldo, pasti sangat menderita sekarang,” kata Mark berjalan mendekati Nyonya Maria. Melihat kehad
“Lusi menyewa tim audit untuk memeriksa keuangan perusahaan Asia Victory Grup? Yang benar saja, memangnya siapa Lusi?” tanya Nyonya Maria seperti tidak percaya dengan ucapan Bobi. “Apakah anda tidak tahu? Nona Lusi adalah pemegang sembilan puluh persen saham Liba Company,” kata Bobi. Nyonya Maria dan Aldo sangat terkejut mendengar pernyataan Bobi. “Bukankah, pemilik saham dari Liba Company adalah Mark Junior George?” tanya Aldo nyalang. “Tuan Mark tidak memiliki sepersen pun saham Liba Company. Tuan Smith, selaku pemilik Liba Company, telah menyerahkan seluruh hak perusahaan Liba kepada Nona Lusi. Tuan Mark adalah orang yang menjalankan Liba Company. Astaga, ternyata kalian baru mengetahui fakta ini. Aku pikir, kalian sudah mengetahuinya sebelum aku tahu.” Bobi sedikit meledek Nyonya Maria dan Aldo. Mengetahui kenyataan itu, Nyonya Maria terlihat memendam rasa kesal. Bagaimana bisa dia selama ini begitu santai. Nyonya Maria merasa sangat bodoh. Mark pasti memanfaatkan kewarganegar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments