Share

Bab 2

Author: Hairunnisa Ys
last update Last Updated: 2021-04-30 10:59:41

Sudah satu bulan berlalu. Namun, belum ada wanita bernama Kanaya yang menemui Eiden untuk meminta pertanggung jawaban. Hal tersebut semakin membuat Eiden frustrasi sekaligus bingung. Di saat banyak pria yang bahagia karena tidak dituntut untuk bertanggung jawab. Berbeda dengan Eiden, pria itu tidak  bisa hidup dengan tenang sampai Kanaya menemuinya. Ia bahkan sampai bermimpi memiliki bayi yang mungil nan lucu dan memanggilnya om. Tentu saja Eiden tidak senang akan panggilan tersebut meski hanya dalam mimpi.

"Lo kenapa lagi?" Tanya Ardi saat melihat wajah sahabatnya sudah bisa disulam.

"Ardi, kamu bilang dia bakal datang. Mana buktinya? Ini sudah satu bulan tapi dia belum juga datang menemuiku."

"Astaga Eiden! Harusnya lo senang."

"Senang ndasmu! Yang ada otakku rasanya mau pecah karena kepikiran terus!" dengkusnya membuat Ardi terkikik geli.

"Lo yakin kalau dia hamil anak lo?" 

"Yakinlah, kan yang pertama menyentuh dia itu aku, tahu nggak, bahkan pacarnya sendiri nggak dia kasih. Eh ralat mantan pacarnya." 

"Anying! Jadi lo yang pertama!" 

Mereka berdua tertawa sejenak sebelum seseorang datang mengetuk pintu ruangan Eiden. 

"Masuk!" teriak Eiden. 

"Maaf, Pak. Ada yang ingin bertemu dengan Bapak."

"Siapa?" tanya Eiden dengan wajah sedikit berseri. Ia sangat berharap Kanayalah orangnya. 

"Saya tidak tahu, Pak. Karena Nona itu tidak menyebutkan namanya." 

Eiden seolah yakin jika tamu itu adalah wanita yang selama ini ia tunggu. "Persilakan dia masuk!" Perintahnya. 

"Baik, Pak."

“Apa gue bilang, cewek itu pasti orang yang selama ini lo tunggu.”

“Untuk selanjutnya aku akan berguru padamu Kanda.”

“Najis lo, kampret!”Eiden tertawa mendengarnya. 

wanita paruh baya yang menjabat sebagai sekretarisnya mempersilakan wanita itu masuk. Ia sengaja mempekerjakan wanita paruh baya, agar terhindar dari wanita jelmaan syaitan yang terkutuk. Eiden membalikkan tubuhnya menghadap jendela. Sedangkan Ardi memutuskan pergi dari sana. Suara tumit sepatu bertemu permukaan lantai membuat ketukan  berirama. Jantung Eiden berpacu dengan cepat. Dia membalikkan tubuhnya saat suara sepatu semakin mendekat. Senyumnya merekah sempurna saat ia menghadap wanita tersebut. Namun, lekukan bibirnya perlahan berubah datar saat wanita lain yang muncul dihadapannya. 

"Halo, Sayang!" Sapa wanita tersebut. 

"Apa yang kau lakukan di sini!" Intonasinya terdengar datar. 

"Aku sangat merindukanmu," ucapnya dengan wajah tersenyum seksi versi majalah dewasa. Eiden sangat membenci wanita yang kini sedang berdiri di hadapannya. Wanita yang sudah membuatnya hampir gila. 

"Ketika kau memutuskan pergi bersama pria lain, di saat itu juga tidak akan ada pintu lain untukmu kembali!" tegas Eiden dingin. Wajahnya terlihat sangat marah. Berbagai guratan emosi terlihat jelas di matanya. 

"Sayang, kenapa kamu begitu dingin padaku?" tanya wanita itu dengan raut sedih. 

"Bukan aku yang memintanya, tapi kau! Sekarang pergi dari ruanganku!" usirnya. 

"Kau sudah berjanji padaku akan selalu menyayangiku."

Mata Eiden sudah merah menahan amarah. Dia mendekati wanita itu dengan mata tajam. "Bukan aku yang tidak menyayangimu, tapi dirimu sendiri! Kau mau keluar dengan baik-baik atau diseret paksa oleh satpam!" 

"Aku tidak akan keluar sampai kamu mau mendengarkan aku."

Dengan geram Eiden segera memanggil satpam. 

"Keruangan saya sekarang!" 

Risma tampak masih mengiba pada Eiden. Namun, pria tersebut tidak bergeming sama sekali sampai dua satpam datang menghadapnya. Sesungguhnya mereka berdua sangat takut, apalagi melihat wajah bos besar mereka yang merah padam.

"Seret wanita ini keluar! Jangan sampai dia masuk dan merusak suasana hatiku! Jika dia masuk kembali, pekerjaan kalian akan menjadi taruhannya! Sampah tidak seharusnya di tempat yang bersih!" ejek Eiden tanpa perasaan. 

"Eiden, kamu akan menyesal. Aku akan membalasmu!" teriak Risma tak terima dirinya di seret dua satpam. Secara langsung Eiden mempermalukannya di depan umum.

"Bodo amat! Dasar sinting." kesalnya. Ia menarik napas dengan dalam sambil mengembuskan kembali. Ia. Melakukannya sampai tiga kali. 

Malamnya, Eiden pulang dengan wajah kusut. Tubuhnya sangat kelelahan di tambah kemacetan ibu kota membuatnya semakin frustrasi. Ia mengalihkan tatapannya ke arah acak. Matanya menangkap satu sosok yang selama ini ia tunggu siang dan malam. 

"Kanaya," ucapnya. 

Ia hendak mengejar Kanaya. Namun, lampu yang tadi merah kini sudah berganti hijau. Kebisingan terjadi saat beberapa mobil di belakangnya membunyikan klakson.

"Sial!" rutuknya kesal. 

Ia melihat kembali ke arah tadi tapi tidak ada lagi sosok itu di sana. Kembali ia kehilangan jejak Kanaya. Besok mungkin dia harus mengemis di sekitar sini. Ia menggelengkan kepala dengan idenya yang sangat menjatuhkan martabatnya sebagai lelaki tampan dan mapan. Ia kembali harus kecewa karena tidak bisa menemukan Kanaya di mana pun. Apa dia harus membayar seorang detektif agar Kanaya bisa ditemukan. Ia kembali menggeleng dan memutuskan kembali ke rumahnya. Ia akan memikirkan segalanya besok, untuk malam ini ia harus beristirahat dengan tenang.

-----------


Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dipaksa Menjadi Istri CEO   Bab 15

    Perusahaan Eiden hampir saja mengalami masalah serius. Salah satu pegawai yang menjabat sebagai bendahara, berusaha membawa kabur uang perusahaan. Untungnya pegawai yang selama ini loyal terhadapnya segera melaporkan kejadian tersebut. Jika tidak maka perusahaannya di ambang kehancuran. Eiden keluar dari ruangannya, ia menatap Kanaya serius."Kanaya, ikut saya!" perintahnya.Kanaya mengernyit bingung. Namun, tetap mengikuti langkah suaminya. Mereka berdua sudah sampai di ruang rapat. Pelaku yang selama ini menangani keuangan, tertunduk lesu dengan wajah sembab. Wajahnya yang cantik terlihat memerah menahan tangisan agar tidak keluar. Ia sangat menyesal melakukannya. Tapi saat itu dirinya sangat membutuhkan uang untuk biaya operasi ibunya yang bernilai ratusan juta rupiah.Eiden segera duduk di kursi kebesarannya, Kanaya juga duduk di sampingnya."Jelaskan!" perintah Eiden dingin. Wajah tampannya terlihat mengetat menahan amarah. 

  • Dipaksa Menjadi Istri CEO   Bab 14

    Fajar menyingsing menampakkan sinar keemasan. Kanaya membuka mata perlahan. Saat hendak turun, sepasang tangan besar melingkar di perutnya yang sudah berbentuk meskipun belum terlalu menonjol besar. Ia tersenyum menatap wajah damai Eiden yang snagat dekat dengannya, bahkan embusan napas suaminya mengelus lembut permukaan pipinya."Morning, Istriku." Eiden membuka mata dengan mata sayu, bahkan tangannya belum ingin beranjak dari sana."Pagi juga, Ei," balas Kanaya sambil menguap."Bahkan napasmu tercium harum," gombal Eiden sambil memajukan bibirnya.Kanaya meniup napas ke telapak tangan lalu menciumnya. Ia sedikit mual."Bau naga begini dibilang harum, dasar suami bucin!” ejek Kanaya."Tapi bagi diriku napasmu sangat harum, apalagi kalau benda kenyal milikmu dan milikku saling silaturahmi."Kanaya menatap lembut wajah suaminya, perlahan ia membiarkan Eiden mendekatkan bibirnya. Mendekati satu in

  • Dipaksa Menjadi Istri CEO   Bab 13

    Wajah Eiden terlihat kusut setelah pertemuannya dengan Risma. Wanita itu meskipun sangat dibenci olehnya. Tetap saja mereka memiliki kisah manis sebelum ia ditinggalkan. Kanaya masuk sambil membawa minumannya."Kamu kenapa?" tanya Kanaya sambil duduk di pinggir ranjangnya. Eiden diam tanpa menjawab. Kanaya mengangkat bahu lalu memainkan ponselnya. Sesekali ia tertawa. Eiden yang sedang melamun seketika melirik ke samping."Ada apa?" tanyanya sambil mengintip ponsel istrinya.Kanaya pura-pura tidak mendengar, ia membalikkan tubuhnya meski sedikit kesusahan akibat perutnya. Ia kembali tertawa, sesekali menyeka air matanya. Eiden menghela napas lelah. Ia tahu sudah salah karena mengabaikan istrinya, semua ini karena kehadiran Risma yang menyebabkan dirinya menjadi seperti sekarang."Sayang, maaf aku nggak bermaksud mengabaikan kamu barusan."Kanaya masih diam tidak menanggapi. Ia malah semakin tertawa menatap ponselnya, Eiden s

  • Dipaksa Menjadi Istri CEO   Bab 12

    Kanaya termenung panjang di sudut kamar. Masa lalunya yang menyakitkan tak mampu ia lupakan sampai sekarang. Kilasan akan orang-orang yang sangat ia sayangi terus mendoktrin pikirannya. Tanpa terasa sebulir air mengalir dari sudut matanya yang terlihat murung. "Andai … mama dan papa masih hidup, aku tidak akan hidup seperti ini.” Tapi sosok mereka hadir dalam diri kedua mertuanya. Setidaknya bisa mengobati luka hati yang ia simpan sendirian tanpa sepengetahuan siapa pun."Kana ...!" panggil sebuah suara.Kanaya mengusap air matanya, kemudian tersenyum polos."Kana ...!"Wanita itu dengan segera membuka pintu kamarnya. Wajah pria tampan terpampang nyata di hadapannya, maka dusta mana lagi yang kau inginkan."Tara ...!" Kanaya dibuat kaget oleh ulah suaminya."Suamimu yang tampan bawa sesuatu untukmu. Eits, jangan terharu dulu," ucap Eiden dengan jahil. Wajah Kanaya terli

  • Dipaksa Menjadi Istri CEO   Bab 11

    "Kenapa lagi dengan sekretarismu?" Angga duduk sambil meletakkan cangkirnya di meja.Eiden menghela napas, mengingat insiden kehilangan tender miliaran rupiah. Raut marah masih terlihat jelas di matanya. Masih untung dia memecat bukan membunuh wanita itu. Kewarasan masih menyuruhnya untuk sekadar marah."Papa tau, proyek A&N Company hilang gitu aja. Padahal Eiden bekerja bagai kuda agar bisa memenangkan tender tersebut," terangnya dengan dramatis."Ini sudah kesepuluh kalinya, Ei." Anita datang dan meletakkan cemilan ke hadapan keduanya."Mereka tidak ada yang kompeten sama sekali, Pa. Semuanya hanya menang tampang, tapi otak nihil!"Kanaya datang membawa minuman kemudian ikut duduk di ruang tamu tersebut. Anita melihat ke arah Kanaya dengan seksama. Ia sedang menilai, mana tahu bisa dijadikan sekretaris di perusahaan keluarga mereka."Kanaya kamu lulusan apa?" tanya Anita penasaran.

  • Dipaksa Menjadi Istri CEO   Bab 10

    Pagi Eiden diawali dengan kegabutan yang hakiki. Bagaimana tidak, gagal malam pertama, Kanaya menggodanya tapi tidak memuaskannya, ia ibarat ikan yang dipanggang di atas api yang sedang tamasya ke laut, apes sekali hidupnya sebagai suami."Wajahmu kenapa?" Anita menghampiri meja makan sambil membawa sepiring lauk kesukaan putranya."Memangnya wajahku kenapa, Ma?"Anita melihat dengan serius wajah putranya. "Seperti orang lagi menahan derita. Kalau sakit perut pergilah ke kamar mandi. Nanti kamu malah anu di sini."Eiden makin menekuk wajahnya yang tampan dan rupawannya dinistakan. Kanaya datang sambil membawa nasi dan meletakkan di meja makan. Eiden melirik istrinya yang sedang tersenyum bodoh, bahkan tidak meliriknya sama sekali, padahal Eiden sedang ingin menatap wajah yang selalu membuatnya terbayang siang dan malam."Hai, Istriku," ucap Eiden dengan nada geram yang dibuat terdengar manis.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status