Share

Bab 3

Kanaya yang sedang membersihkan beberapa pakaian kotornya, merasakan ada sesuatu yang aneh terjadi pada dirinya. Ia sering merasa seperti masuk angin yang menyebabkan mual-mual. Pagi ini ia sudah tiga kali bolak balik kamar mandi untuk megeluarkan muntahannya. 


"Tidak biasanya aku masuk angin sampai mual-mual begini," ucapnya lemah. 


"Apa aku ke dokter saja? Bulan ini juga aku belum datang bulan."


Ia belum memikirkan mengenai kejadian satu bulan yang lalu. Kanaya segera membersihkan wajahnya. Selesai ia memakan roti tawar yang diolesi mentega untuk mengganjal perutnya dan segera menuju rumah sakit. Sesampainya di sana Kanaya segera dibawa menemui dokter. 


"Ada keluhan apa, Bu?" tanya dokter Nova sambil tersenyum. 


"Akhir-akhir ini saya sering merasa mual, dok. Selain itu saya juga sering lemas." terang Kanaya. 


"Baiklah, Bu. Mari saya periksa. Silakan, Bu." dokter tersebut memberi instruksi pada Kanaya. 


Kanaya segera membaringkan tubuhnya di tempat yang telah disediakan. dokter Nova segera melakukan pemeriksaan. Sesekali Kanaya memperhatikan raut wajah dokternya yang tersenyum.  Setelah selesai Kanaya kembali ke tempat duduknya sambil menunggu hasilnya. 


"Bagaimana, dok?" 


"Bu, saya hanya bisa mengucapkan selamat." 


"Maksud dokter? Selamat karena apa?" Wajah Kanaya terlihat sangat kebingungan. 


"Ibu sedang mengandung tiga minggu," ucap dokter tersebut dengan wajah senang. 


"Bagaimana bisa?" 


"Bu, kehamilan biasanya terjadi saat suami istri melakukan hubungan suami istri," ucap dokter Nova sambil tersenyum geli melihat kepolosan pasiennya. 


"Oh, begitu? Terima kasih dokter." Sebenarnya Kanaya masih belum mengerti dengan apa yang diucapkan oleh dokter tersebut.


Kanaya segera keluar dari sana sambil memikirkan ucapan dokter yang menyatakan dia hamil. Seingatnya ia tidak pernah memiliki suami, bukankah ini sangat lucu.

"Bagaimana mungkin aku bisa hamil di saat aku sendiri tidak memiliki suami." 


Kanaya berpikir keras untuk menemukan jawabannya kemudian ia teringat sesuatu, tepatnya satu bulan yang lalu. Ia menepok jidatnya.  


"Apa aku hamil karena malam itu?" 


Kanaya menggelengkan kepala dan berjalan dengan lesu. Ia berjalan sambil menunduk. Ia tidak melihat ada seorang pria berjalan ke arahnya dengan tergesa-gesa. 


Bruk... 


"Mbak, kalau jalan lihat-lihat dong!" Kesal pria tersebut tanpa melihat pria tersebut. 


"Maaf, Mas." ujar Kanaya dengan lemah. 


Pria tersebut mengalihkan matanya ke arah Kanaya. Namun, tidak lama setelah itu dia dibuat kaget luar biasa. Antara bahagia dan syok karena akhirnya bisa menemukan Kanaya. Ia mencarinya seperti mencari sebongkah berlian.


"Kamu!" Tunjuknya. 


"Siapa ya?" tanya Kanaya dengan wajah polos. 


Eiden tidak habis pikir kenapa wanita di depannya yang sudah ia tiduri malah tidak mengenalinya. Ini benar-benar aneh. 


"Kamu tidak mengenalku?" 


"Nggak, Mas." Lagi-lagi jawaban polos yang keluar dari mulut Kanaya. 


"Gila! Udah ditidurin malah melupakanku!" kesal Eiden dengan sewot. Suaranya yang lumayan keras berhasil menarik perhatian beberapa orang yang melintas.


Kanaya menutupi wajahnya saat beberapa mata malihatnya dengan aneh. 


"Mas, kenapa berbicara seperti itu."


"Karena kenyataannya aku sudah meniduri kamu. Biasanya kaum lelaki yang melupakan wanita yang pernah dia tiduri. Lah malah kamu yang melupakanku, apa dunia sudah benar-benar terbalik?"


"Ya, maaf mas."


"Kamu ngapain di rumah sakit ini?" tanya Eiden. Tatapannya penuh menyelidik. Sesekali matanya menatap perut Kanaya yang masih datar. Ia kembali teringat pada bayi mungil yang memanggilnya om. Eiden mendengkus kesal mengingatnya.


"Eh, itu Mas, saya lagi periksa."


"Kamu periksa kandungan?"


"Kok, Mas tahu."


"Nah, kamu hamil?"


"Kok, Mas tahu."


Eiden ingin sekali mengubek-ubek wajah polos Kanaya yang berhasil membuatnya kesal. Sejak tadi hanya kok, mas tahu yang keluar dari bibirnya. Ia bertanya dengan serius agar bisa siap siaga. Hatinya sangat senang saat mengetahui Kanaya benar-benar hamil anaknya. Awas saja kalau bayinya memanggilnya om.


"Kamu tinggal di mana?" tanya Eiden serius. 


"Di rumah saya Mas."


"Aku tau Kanaya! Maksudnya alamat."


"Buat apa Mas tahu alamat saya?" tanya Kanaya dengan curiga. Beberapa hari yang lalu ia sempat menonton berita mengenai modus beberapa pria yang pura-pura menanyakan alamat.


"Jangan bilang kalau Mas mau menguntit, ayo ngaku!"


"Enak aja! Aku Eiden. Masa kamu nggak mengenali sih."


"Mas Eiden yang diputusin sama mantannya dulu?" 


Eiden mendengkus kesal. Dari sekian banyaknya kenangan mereka. Kenapa Kanaya hanya mengingat hal tersebut. Membuat moodnya hancur saja.  


"Iya dan aku juga yang menjadi ayah dari kandunganmu."


"Iya, Mas. Saya ingat," ucap Kanaya dengan raut yang biasa. Bukankah seharusnya dia histeris, Eiden menggeleng melihat kelakuan Kanaya.


"Kamu nggak minta pertanggung jawaban dariku?" Eiden mulai memancing Kanaya bereaksi. Ia berharap gadis itu menodongnya dengan beberapa ancaman dan berujung memintanya bertanggung jawab.


Kanaya menggeleng polos. "Mas, kan nggak salah." 


Eiden ingin berteriak bahwa ia baru saja ditolak oleh wanita yang sudah ia tiduri dan sekarang sedang hamil. Kenapa dari semua prediksinya tidak ada yang benar sedikit pun. Wanita di hadapannya ini sangat berbeda 180 derajat dengan wanita pada umumnya. Hal itu membuat Eiden tidak senang, bagaimana pun caranya ia akan menjadikan Kanaya sebagai istrinya. 

-------

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status