Share

BAB 12 : ORANG KETIGA

Penulis: Langit Parama
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-05 08:46:26

'Tidak, saya tidak minat.'

Savana menghela nafas pendek mengingat ucapan pria itu. Alhasil dia menghabiskan nasi goreng buatannya seorang diri. Sementara Daryan, pria itu sudah berangkat ke kantor beberapa menit yang lalu.

Ia juga baru saja selesai mandi dan bersiap untuk ke rumahnya, akan tetapi dia bingung mau pulang mengenakan pakaian apa, sementara yang dia punya masih kemeja Daryan yang semalam.

Celana training pria itu? Jangan ditanyakan lagi, ukuran pinggang Daryan dan Savana berbeda jauh sehingga jika Savana mengenakannya pasti kedodoran. Makanya Savana mengenakan kemeja saja tanpa dalaman.

"Apa aku telfon mama aja dan minta Mama buat anterin pakaian aku ke sini ya?" gumam Savana seraya menatap pantulan dirinya di cermin meja rias, tubuh mungilnya kembali memakai kemeja Daryan.

Ting tong.

Tiba-tiba terdengar bunyi bel phentousenya membuat Savana buru-buru bangkit dan keluar dari kamar, langkahnya cepat menuju pintu dan segera membukanya.

"Selamat pagi, Bu Savana,
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Jati Setiasri
Mulaiiii,,,,ulat bulunya datang ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 198 : ALAT PENYADAP

    “Nelpon sama siapa dia tengah malam begini?” gumam Daryan dengan kening mengerut, matanya fokus pada layar iPad yang menampilkan rekaman CCTV di kamar istrinya—Savana tengah menerima panggilan dan tampak merasa lebih tenang setelah menerima panggilan tersebut. “Apa teman kampusnya itu?” gumam Daryan lagi. Ia melipat kedua tangan di dada, lalu meraih ponsel dan mencari kontak Revanza. Tak butuh waktu lama, Revanza langsung menjawab panggilan Daryan. “Ada apa, Dar?” suara di seberang sana terdengar berat dan serak, Daryan tahu temannya itu pasti baru saja menerima nafkah batin dari istrinya. “Kalau sibuk, aku telepon besok lagi, Za,” kata Daryan dengan nada rendah, sudah menurukan ponselnya untuk memutuskan panggilan. Tapi belum sempat, Revanza langsung menjawab cepat. “Nggak, Dar. Aku udah selesai. Kalau penting, ngomong aja.” Daryan menunduk sejenak, lalu mengangkat kepalanya dan mulai mengatakan maksudnya menghubungi temannya itu. “Aku butuh alat penyadap di kamar istriku,

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 197 : BUKAN KLINIK, TAPI TAMAN

    Suara detak jam dinding menemani ruang praktik malam itu sekitar pukul sembilan malam. Seorang wanita paruh baya duduk di hadapan Arfan, matanya sembab, menyeka air mata dengan tisu yang sejak tadi tak lepas dari genggaman. “Saya gak tahu lagi harus bagaimana, dok. Suami saya sudah tujuh tahun meninggal, anak-anak sibuk dengan keluarga masing-masing. Saya cuma ... ngerasa kosong,” lirih wanita itu, suaranya bergetar. Arfan mengangguk pelan, mencatat sesuatu di notes-nya. “Perasaan itu valid, Bu. Kesepian memang bisa menggerogoti mental, apalagi kalau tidak dibagi dengan siapa pun.” Wanita itu hanya mengangguk. Arfan tersenyum tipis, mencoba menenangkan. “Kita bisa mulai dari rutinitas baru. Hal-hal kecil yang bisa bikin Ibu merasa ‘ada’. Kita atur sesi lanjutan minggu depan, ya?” Saat wanita itu berdiri dan mengucap terima kasih pelan, Arfan membalas dengan ramah. Namun sesaat setelah pintu ruang praktik tertutup kembali, ponselnya yang tergeletak di atas meja bergetar dua kal

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 196 : DARYAN CEMBURU?!

    Daryan masih berdiri mematung di depan lift yang baru saja tertutup, seolah jiwanya ikut terkunci di balik pintu logam itu. Napasnya berat, bahunya turun naik. Sementara itu, Hana perlahan menghampiri, diikuti Ameer yang menatap menantunya dengan rasa bersalah. “Daryan,” panggil Hana pelan, menyentuh lengannya dengan hati-hati. Pria itu menunduk, tak mampu menatap siapa pun. “Savana ... bahkan gak mau lihat saya, Ma. Dia bener-bener marah sama saya.” Hana menggenggam lengan Daryan lebih erat, lalu memaksanya menatapnya. “Dengar, Nak. Savana bukan marah sama kamu. Dia cuma ... belum selesai berduka.” “Tapi saya suaminya. Saya yang seharusnya jadi tempat dia bersandar. Kenapa malah saya yang dia benci?” suara Daryan bergetar, mengandung luka yang dalam. Hana menatap Daryan dengan mata yang basah, tapi tetap tegar. “Karena kamu tempat paling aman buat dia, Daryan. Justru karena kamu yang paling dia percaya, makanya dia berani menunjukkan luka terdalamnya di depan kamu. Itu buka

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 195 : DIANTAR ARFAN

    Mobil Arfan melaju tenang di bawah langit malam yang mulai menghitam. Di dalam kabin, suasana cukup hening, hanya suara mesin mobil dan kendaraan lain. Savana duduk di kursi penumpang samping kemudi, memandang keluar jendela pada gedung-gedung tinggi dengan sorot mata kosong. Arfan meliriknya sejenak sebelum membuka percakapan dengan hati-hati. “Nyonya,” panggilnya pelan, matanya tetap fokus pada jalan raya di hadapannya. Savana menoleh, tapi sebelum Arfan membuka suara—ia lebih dulu memotongnya. “Jangan panggil saya Nyonya, dok. Panggil aja langsung nama saya, Savana.” Arfan tersenyum kecil. “Tapi itu tidak sopan bagi saya, karena Anda kan—“ “Jika saya minta seperti itu, tolong dilakukan ya, dok? Saya gak memberi perintah, saya cuma minta aja.” Ucap Savana tegas. Arfan hanya mengangguk singkat, “Baiklah, Savana. Saya cuma mau tanya, kalau boleh tahu ... bagaimana kondisi Anda sekarang? Maksud saya, secara emosi ... keseharian? Sejak Anda meninggalkan rumah sakit kemarin

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 194 : PEMAKAMAN ELIT

    Sore itu sebuah taksi berhenti di depan pemakaman elit di pusat kota. Seorang wanita bertubuh mungil turun dengan pelan, mengenakan setelan hitam sederhana dan kacamata hitam yang menutupi matanya yang sembab. Di tangannya, sebuket bunga lili putih tergenggam erat. Savana melangkah perlahan menyusuri jalan setapak yang basah oleh embun sore. Angin berembus lembut, seakan menyambutnya dalam keheningan yang menyayat. Sesampainya di makam yang masih tampak baru, Savana berjongkok perlahan. Matanya menatap nama kecil yang terukir di nisan itu—nama yang bahkan belum sempat dipanggil dengan suara keras, belum sempat dirayakan dengan pelukan hangat. “Maaf, Nak. Mama baru bisa dateng sekarang,” bisiknya lirih, nyaris tak terdengar. Tangannya gemetar saat meletakkan bunga di atas tanah makam. Air mata yang sejak tadi ditahan, akhirnya jatuh perlahan dari sudut mata. Bahunya mulai terguncang, isaknya pecah, seakan semua luka yang ia tahan selama ini tumpah bersama tanah yang diam. “Ka

  • Dipaksa Nikah, Malah Kecanduan   BAB 193 : BERHALUSINASI

    Jam di dinding kamar bernuansa putih gading milik Savana menunjukkan pukul dua dini hari. Savana masih terjaga. Duduk di ranjang dengan bantal di pangkuannya. Kamarnya gelap, hanya diterangi lampu temaram dari nakas. Tirai jendela berkibar pelan, diterpa angin malam dari celah kecil yang sengaja dibuka. Matanya kosong. Wajahnya pucat. Bibirnya kering. Tangannya perlahan menekan perutnya yang kini datar. Tak ada lagi jejak kehidupan di sana. Tiba-tiba… Tangis bayi menggema di telinganya. Samar, lalu makin jelas. Tangisan itu menusuk. Membelah udara malam yang sepi. Dan seperti biasa—itu hanya ada di kepalanya. Savana membekap mulutnya. Dadanya naik-turun. Tubuhnya bergetar hebat. “Anakku,” bisiknya, lirih sekali. “Maafin Mama. Maafin Mama, Nak.” Air matanya jatuh, membasahi bantal yang dipeluknya erat-erat. Ia memejamkan mata kuat-kuat, mencoba mengusir suara itu. Tapi tidak bisa. Tangis itu masih ada—bergaung dalam hatinya yang hancur. Ia bersandar ke dinding. Mena

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status