Share

Dipertemukan Oleh Pengkhianatan, Berakhir di Pelaminan
Dipertemukan Oleh Pengkhianatan, Berakhir di Pelaminan
Author: Erna Azura

Pengkhianatan

Tangan Venus mencengkram stir erat saat melihat mobil sang tunangan-Altezza Rizky Putra memasuki sebuah hotel.

Jantungnya seketika berdetak kencang membayangkan apa yang mungkin Altezza lakukan di sana.

Pasalnya hotel tersebut adalah murni hotel yang tidak memiliki fasilitas lain yang bisa dikunjungi tamu yang tidak menginap.

Tidak ada resto, Caffe, bar bahkan tidak memiliki fasilitas gym, kolam renang atau meeting room apalagi ballroom.

Gedung dengan sebelas lantai itu hanya berisikan kamar-kamar saja.

Venus tahu percis karena dia adalah General Affair di sebuah perusahaan BUMN dan sering bekerjasama dengan Managemen hotel itu untuk menyiapkan akomodasi bagi karyawan dari Cabang lain yang datang dari berbagai daerah untuk menghadiri training di Jakarta.

Hati kecil Venus sebenarnya tidak ingin kecurigaannya beberapa bulan terakhir terhadap sikap Altezza yang berubah itu terbukti.

Padahal sekarang ini dia menguntit Altezza dari kantornya adalah untuk mencari pembuktian namun mendadak dia yang bimbang dan cemas.

Venus memarkirkan mobil Diana-sahabatnya di sisi jalan berseberangan dengan hotel.

Venus menunggu beberapa lama di dalam mobil memberi waktu Altezza untuk melakukan urusannya di resepsionis.

Tanpa persiapan matang menggunakan properti yang bisa membuat Altezza tidak mengenalinya—Venus berani masuk juga ke dalam hotel.

Dia berusaha tenang melewati sekuriti, tersenyum sembari memberikan anggukan.

Matanya mengedar ke sepenjuru loby mencari kemungkinan keberadaan tunangannya namun beruntungnya loby itu kosong, mungkin Altezza sudah naik ke kamarnya.

Hanya musik jazz mengalun merdu dari speaker yang dipasang di setiap penjuru loby.

“Selamat malam … ada yang bisa saya bantu?” Pria di belakang meja resepsionis bertanya.

“Mau minta akses ke kamar Pak Altezza.” Dengan ekspresi wajah di buat sepolos mungkin, Venus berujar.

“Baik … sebentar ya, Bu.” Dan tanpa curiga, bertanya nama atau apa keperluannya, petugas resepsionis itu membuat keycard untuk Venus.

Mungkin karena baru saja Altezza dari sini, untuk keperluan check in atau sama sepertinya mengambil kunci akses ke kamar.

Bisa jadi siapapun yang akan Altezza temui sudah berada di dalam kamar.

“Silahkan, pak Altezza ada di kamar tiga kosong lima.” Pria resepsionis menggeser keycard ke depan Venus.

“Terimakasih,” ucap Venus lalu tersenyum lebar.

Venus kemudian berlari mengejar lift yang pintunya hampir tertutup.

Dia menekan tombol angka tiga dan tidak lama pintu lift terbuka.

Jantung Venus tiba-tiba berdetak kencang, tangannya yang memegang keycard gemetar dan napasnya mulai tersendat.

Kaki Venus juga terasa lemas tapi dia paksakan menyeretnya untuk menemukan pintu bernomor tiga kosong lima.

Dada Venus semakin sesak saat menyusuri lorong yang hanya diterangi cahaya temaram dari lampu yang menempel di dinding.

Dari ujung lorong sana, ada seorang pria berjalan berlawanan arah dengannya.

Venus tidak terlalu memperhatikan jadi dia tidak tahu pria itu adalah tamu hotel atau karyawan hotel ini, dia terlalu sibuk membaca setiap angka pada pintu yang dilalui.

Angka-angka di setiap pintu dimulai dengan angka besar jadi Venus harus terus berjalan hingga ke kamar tiga kosong lima.

Akhirnya langkah Venus berhenti, dia menemukan nomor tiga kosong lima di sebuah pintu.

Dan dia baru menyadari kalau pria yang berjalan dari ujung lorong sana berhenti tepat di depannya.

Selama beberapa detik Venus dan pria itu terlibat saling pandang dengan ekspresi bingung.

Tidak ada kata yang terucap tapi setelah sama-sama menoleh ke arah pintu bernomor tiga kosong lima, netra mereka akan kembali bertemu.

Tiba-tiba terdengar suara berisik di pintu bernomor tiga kosong lima.

Ada tawa renyah seorang wanita disusul suara kunci dari pintu tersebut dibuka.

Karna panik, Venus mendorong dada pria itu yang terasa liat dan bidang dengan maksud menyingkirkannya agar memberi jalan.

Namun yang dilakukan pria itu adalah mencengkram kedua lengan Venus sambil berjalan mundur membawa mereka berdua masuk ke pintu tangga darurat yang hanya berjarak beberapa meter saja dari sana untuk bersembunyi.

“Ssttt ….,” kata pria itu membekap mulut Venus sementara tubuhnya menghimpit tubuh Venus di dinding.

Mata Venus membulat, dia mengangguk pelan barulah sang pria menjauhkan tangan dari mulut Venus.

Keduanya lantas mengintip dari celah pintu yang sengaja dibuka sedikit agar bisa menjangkau penglihatan ke pintu kamar tiga kosong lima.

“Aku laper banget, aku nungguin kamu dari jam tiga loooh,” kata seorang wanita yang bergelayut manja di lengan Altezza ketika keluar dari kamar.

Altezza terkekeh dengan suara beratnya yang khas, dia mengecup sekilas bibir wanita itu sembari menutup pintu membuat bola mata Venus nyaris keluar dari rongganya.

Venus juga membungkam mulutnya dengan tangan untuk meredam suara histeris yang nyaris tidak bisa ia tahan.

Pria itu sempat melirik Venus dan kemudian benaknya menerka siapa dan apa tujuan Venus berada di sini.

“Kita makan di Caffe depan ya.” Samar masih terdengar suara Altezza yang tengah merangkul wanitanya sedang berjalan menjauh menuju lift.

Venus dan Pria itu tidak menyadari kalau posisi mereka belum berubah, masih saling berhadapan tanpa jarak setelah tadi mengintip Altezza dan wanita selingkuhannya melalui celah pintu.

Venus menengadah dengan mata terpejam dan sekarang sudah tidak bisa menahan perasaan lemas di kakinya lagi, tubuhnya melorot bersama derai air mata membanjiri wajah.

“Hey … Hey ….” Pria itu menahan tubuh Venus dengan memegangi kedua lengannya.

“Saya Archio Mars Byantara … kamu bisa panggil saya Archi, perempuan yang keluar bersama pria dari kamar tiga kosong lima adalah istri saya … apa kamu istri dari pria yang bersama istri saya?” Archio bertanya mencoba menghentikan tangis Venus.

Venus menggelengkan kepala, dia mengusap berkali-kali air mata mencoba setegar karang tapi buliran kristal itu enggan berhenti mengalir dampak dari sakit di hatinya.

“Aku … tunangan Altezza, dua bulan lagi kami … akan menikah … hiks … hiks ….”

Archio mengusap-ngusap pundak Venus, dia belum berani menanyakan siapa namanya terlalu fokus menenangkan perempuan asing di depannya.

Sesungguhnya Archio juga terluka, jika dirinya seorang perempuan mungkin akan menangis seperti Venus.

Tapi kedatangannya jauh-jauh dari Surabaya bukan untuk meratapi nasib melainkan untuk mencari bukti perselingkuhan sang istri.

“Kamu denger ‘kan tadi, mereka akan pergi ke Caffe di depan hotel ini, saya akan ke sana … kalau kamu mau ikut, ayo … tapi tenangkan diri kamu dulu ….”

Beberapa saat kemudian Venus mendongak menatap mata pria itu yang baru dia sadari ternyata Archio memiliki mata teduh yang indah.

Dia juga ingin melabrak Altezza, tunangannya itu harus menjelaskan semua ini.

“Ayo,” kata Venus dengan sorot mata penuh luka.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Riski
Sangat bagus
goodnovel comment avatar
rendi repandi
supaya saya sering baca
goodnovel comment avatar
rendi repandi
banyakin lagi bonus koinnya!
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status