Share

3. Permintaan Arsyana

Penulis: Iestie Adja
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-02 21:33:26

Adit benar-benar terkejut mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh tunangannya tersebut. Bagaimana mungkin bisa Riska menanyakan hal itu sedangkan di antara mereka sudah terikat status pertunangan.

“Kenapa tanya seperti itu, dek?” Adit penasaran.

Riska mencoba untuk terlihat tetap tenang dengan menelan lebih dulu makanan yang ia kunyah di dalam mulutnya. Setelah itu Riska kemudian menyedot jus buah yang ada di hadapannya barulah wanita muda itu menatap ke arah Adit dan menjawab, “Ya... Sekedar tanya saja.”

“Memangnya ada yang mau melamarmu?”

“Bukan begitu, mas. Emm... Mas Adit kan bilang setahun lagi kita menikahnya. Cukup lama itu sebenarnya, mas. Kalau ada yang tiba-tiba ngelakuin hal itu sebelum waktunya kita menikah bagaimana?”

“Kamu ingin cepat-cepat menikah, dek? Sebenarnya aku bisa tapi konsekuensinya aku tidak bisa memberikan pernikahan seperti yang kamu impikan. Karena semuanya kan butuh uang yang tidak sedikit. Dan waktu setahun yang aku minta itu aku jadikan sebagai waktu untuk aku menabung untuk biaya menghalalkan kamu dan memberikan pesta pernikahan seperti kebanyakan orang di sekitar kita,” jawab Adit menghentikan makannya dan mencoba untuk menjelaskan kepada Riska.

Adit dan Riska telah menjalin hubungan selama 2 tahun dan sekitar 2 bulan yang lalu Adit meminta Riska kepada keluarganya untuk menjadi calon istrinya. Mereka berdua menggunakan istilah tunangan yang artinya sudah sama-sama terikat dan sama-sama konsekuen menjaga hubungan mereka untuk menuju ke jenjang pernikahan. Adit meminta waktu kepada keluarga Riska satu tahun untuk menabung guna mengumpulkan biaya untuk acara pernikahan mereka.

“Iya, aku paham kok,” jawab Riska sambil menarik kedua ujung bibirnya membentuk senyuman kecil.

“Kenapa tanya seperti itu, dek? Ada sesuatu? Cerita saja,” ujar Adit penasaran.

Kekasihnya itu tentu tidak akan bertanya demikian jika tanpa suatu alasan. Karena selain karena permintaan Adit untuk mengumpulkan uang untuk biaya menikah, juga karena Riska masih ingin menyiapkan mentalnya untuk berumah tangga. Sehingga tentu saja Adit penasaran alasan apa yang membuat tunangannya itu menanyakan hal demikian kepadanya.

“Ada apa, dek? Riska, katakan ada apa?” desak Adit lembut sambil menggenggam salah satu tangan Riska.

Riska kemudian meletakkan sendok dari tangannya. Ditatap wajah laki-laki muda dengan kulit sawo matang dan hidung mancung itu penuh senyum. Mata bulat dengan bola mata hitam yang bagi Riska terlihat semakin tajam saat menatap itu adalah laki-laki yang selama 2 tahun telah mengisi seluruh relung hatinya. Laki-laki yang baru berani mengungkapkan perasaan kepada wanita yang dulunya adalah adik tingkatnya itu setelah dirinya mempunyai pekerjaan tetap.

“Sebenarnya bukan hal penting juga sih... Tadi ada muridku tiba-tiba bilang gini, Bu guru kalau jadi ibu aku mau nggak gitu,” jawab Riska dengan santai kemudian menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

Adit terdiam sesaat sembari menatap ke arah kekasihnya dengan tatapan rumit. Lalu pria 28 tahun itu menghela nafas dan berkata, “Memangnya ibu anak itu kenapa?”

“Aku nggak tahu pasti sih. Kalau kata teman guru, ibunya meninggal waktu dia masih kecil,” jawab Riska tetap tenang sambil melihat ke arah Adit sekilas.

Adit menatap ke arah gadis muda yang rentan usia dengannya 5 tahun itu dengan tatapan tajam. Entah mengapa dirinya merasa khawatir karena ucapan wanita yang membuatnya jatuh cinta itu.

“Memangnya kamu mau menikah dengan duda satu anak?” tanya Adit dengan serius.

“Apaan sih mas... Aku maunya nikah sama kamu saja, yang sudah kenal lama, yang sudah sama-sama punya misi yang sama,” jawab Riska sambil meletakkan sendoknya dan menatap kekasihnya dengan serius dan berusaha untuk meyakinkan pria yang telah menjadi tunangannya itu.

Adit tersenyum melihat ke arah Riska. Ada rasa bahagia tatkala mendengar jawaban kekasihnya itu yang dengan penuh kebanggaan mengatakan jawaban sesuai dengan yang diharapkannya.

Mereka berdua kemudian menikmati makan siang bersama. Obrolan-obrolan ringan menjadi pemanis dalam kebersamaan sepasang kekasih itu dalam menikmati kebersamaan. Mereka tampak tersenyum senang bahkan beberapa kali terlihat tertawa lepas di sela obrolan mereka yang terlihat membahagiakan.

Selesai makan Adit kemudian mengantarkan tunangannya pulang ke rumah. Sepasang kekasih itu sama-sama saling menjaga dan saling memberi semangat dalam segala hal yang mereka lalui. Hubungan yang terjalin selama 2 tahun berhasil membangun chemistry yang kuat di antara keduanya hingga dua bulan yang lalu mereka sepakat untuk saling mengikat diri dalam pertunangan sebelum menuju ke jenjang pernikahan.

***

Malam itu selepas shalat magrib, Arsyana menghampiri ayahnya yang sedang duduk santai di ruang tamu dengan sarung dan peci yang masih melekat pada dirinya. Dengan manja Arsyana duduk di sebelah sang ayah kemudian memeluk erat lengan orang tua tunggalnya itu dengan erat.

“Ayah...” panggil Arsyana.

“Iya, cantik. Ada apa?” jawab Ardi dengan lembut kemudian mengangkat tubuh gadis kecilnya untuk duduk di pangkuannya.

“Anak ayah mau apa?” tanya Ardi kembali sambil mendaratkan kecupan lembut di kepala Arsyana.

“Ayah, aku mau punya bunda. Semua teman-temanku punya bunda semua dan hanya aku yang nggak punya,” rengek gadis berusia 5 tahun itu dengan tatapan memelas ke arah Ardian.

“Siapa yang bilang kalau kamu nggak punya bunda? Kamu itu punya bunda, nak. Kalau kamu nggak punya bunda terus kamu lahir dari mana coba? Kamu punya bunda yang sangat cantik, baik dan juga sabar,” jawab Ardian penuh senyum pada Putri semata wayangnya itu.

“Tapi, Yah...”

“Iya, sayang. Bunda memang sudah kembali sama Allah lebih dulu. Jadi kalau ada teman kamu yang bilang kamu nggak punya bunda, tentu saja itu salah besar.”

“Tapi bunda nggak ada di sini ayah? Bunda nggak pernah nemenin aku seperti bunda teman-temanku yang lain. Makanya mereka pada bilang kalau aku nggak punya bunda sendiri.”

“Siapa yang bilang kalau bunda nggak ada di sini? Bunda itu selalu ada di dekat kita. Bahkan sangat dekat. Bunda ada di sini,” jawab Ardian sambil meletakkan telapak tangannya di dada anak gadisnya yang berusia 5 tahun itu dengan suara yang mulai bergetar.

“Bunda selalu ada di hati, sayang. Selalu ada di hati kita. Bahkan di hati ayah sudah penuh dengan nama bunda,” lanjut Ardian kembali dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Karena tak sanggup lagi menahan kesedihan yang muncul saat menjawab pertanyaan putrinya, Ardian Langsung memeluk erat tubuh Arsyana yang cukup berisi itu untuk menyembunyikan kesedihan dan air matanya yang tak bisa lagi ia tahan.

Ardian selama 2 tahun menjadi orang tua tunggal bagi putri kecilnya setelah kepergian Risa, istrinya karena penyakit komplikasi yang dideritanya. Risa wanita cantik yang harus meninggalkannya di usia 29 tahun di saat usia pernikahannya baru memasuki tahun ke-4.

Beruntung saat itu Ardian dibantu oleh keluarganya dalam mengurus Arsyana kecil. Di saat dirinya yang tetap harus mengurus toko bangunan miliknya, anak balita yang baru saja kehilangan ibu itu terpaksa harus tumbuh dan besar dengan kasih sayang dari keluarganya. Keluarga Risa yang jauh dari tempatnya tinggal membuat mereka tidak bisa setiap saat datang dan membantu Ardian mengurus gadis kecil berusia 3 tahun tersebut. Sehingga Ardian hanya dibantu oleh keluarga dari pihaknya dalam mengurus putrinya.

“Ayah nangis, ya?” tanya Arsana dengan polos saat mendengar isak ayahnya ketika memeluk dirinya.

“Enggak. Ayah nggak nangis. Ini ayah tiba-tiba saja jadi pilek,” jawab Ardian sambil melepas tubuh putri kecilnya.

“Kok bisa sih tiba-tiba pilek? Padahal tadi ayah baik-baik saja,” tanya Arsyana kembali dengan sedikit protes karena tak percaya dengan alasan yang diucapkan ayahnya.

“Emmm... Sudahlah. Nanti juga akan sembuh sendiri kok. Oh iya, Arsya mau makan apa?”

“Telur goreng saja, yah!”

“Oke. Nanti ayah gorengkan spesial untuk anak ayah yang paling cantik ini,” jawab Ardi sambil melepas peci dan meletakkannya di atas meja.

“Makanya ayah punya bunda yang baru lagi. Jadi nanti ada yang bantu ayah ngurus aku. Ada yang temenin kita ngobrol juga. Ngobrol terus cuman berdua seperti ini nggak seru, yah,” ucap Arsyana kembali dengan wajah polos yang terlihat memohon.

“Ayah kan bisa melakukan semuanya untuk kamu. Kalau kita bosan makan itu-itu terus, kita bisa delivery food atau makan di luar berdua. Kalau di rumah bosan kita bisa pergi ke rumah Eyang atau bisa juga bilang tante Audy supaya datang ke sini dan nginep. Jadi tidak perlu kita berpikir terlalu rumit tentang apa yang kita lakukan saat ini, Arsya,” Ardian mencoba untuk memberi pengertian kepada putri kecilnya agar rengekan sang putri tidak berlanjut terus.

Hampir satu bulan Arsyana selalu meminta kepada Ardi seorang bunda. Gadis kecil itu kerap menjadi ejekan teman-temannya di sekolah karena tidak memiliki seorang ibu. Selalu dijemput oleh ayahnya kerap menjadikan Arsyana menjadi bahan ejekan teman-temannya di sekolah ketika siswa yang lain banyak dijemput oleh ibunya.

“Ah, ayah selalu begitu,” ucap Arsyana menyerah.

Namun jangan pernah disangka jika gadis kecil berusia 5 tahun itu akan berhenti merengek meminta apa yang diinginkan. Esok hari tentu gadis berambut panjang itu akan mengatakannya kembali dengan alasan yang sama karena dirinya pun merasa kurang nyaman atas ejekan teman-teman sekolahnya.

Di saat yang bersamaan terdengar suara ketukan pintu rumah yang diketuk oleh seseorang dari luar.

Tookk toookkk toookkk!!

Ayah dan anak yang sedang duduk santai itu saling tatap. Ada rasa penasaran yang sama tentang siapa yang bakda Maghrib datang berkunjung ke rumah mereka.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   Bertemu Bunda

    “Kalau untuk itu sepertinya aku belum terpikirkan. Bagiku saat ini adalah kesembuhan Arsyana. Aku ingin benar-benar fokus dalam pengobatan kankernya. Aku sudah kehilangan Risa, dan aku juga tidak ingin kehilangan keturunan satu-satunya dari Risa. Aku ingin Arsyana sembuh dulu, baru nanti aku akan memikirkannya,” jawab Ardian sambil menatap ibunya dengan tatapan sendu penuh kesedihan. Selain kehilangan istri, belum lama ini Ardian harus kembali mendapat ujian karena kesehatan putrinya. Tim dokter mengatakan  anak semata wayangnya menderita kanker darah atau yang biasa disebut leukemia. Dirinya yang baru saja berhasil bangkit dari keterpurukan karena ditinggal istri untuk selamanya, harus kembali menghadapi ujian berat dengan penyakit yang diderita oleh putrinya. Sejak saat itu Ardian bertekad jika dirinya akan mengutamakan kesembuhan Arsyana dibanding dengan kebahagiaannya sendiri. “Aku ingin Arsya sembuh dulu, Bu. Baru setelah itu mungkin aku

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   4. Foto Bunda

    “Ada yang datang, Yah!” Ucap Arsya sedikit berbisik kepada ayahnya.Ardian pun mengangguk mengiyakan ucapan putrinya. Beberapa detik kemudian laki-laki berusia 33 tahun itu beranjak dari tempat duduknya dan dengan bahasa isyarat meminta putrinya untuk tetap menunggu di sofa ruang tamu. Ardian lalu berjalan menuju ke pintu utama dan membukakan pintu bagi tamu yang sempat membuat dirinya dan juga anaknya terkejut. “Assalamualaikum...” Suara seorang wanita tua saat pintu rumah dibuka. “Wa’alaikum salam. Ibu ternyata. Arsya... ada Eyang sama Tante Audy ini!” jawab Ardian kemudian berseru memberitahu putrinya tentang kedatangan ibu dan adik kandungnya.Ayah satu anak itu kemudian mencium punggung tangan sang ibu dan menyodorkan tangan kanannya ke arah gadis muda dengan balutan jilbab yang dengan cepat mencium punggung tangannya sebagai rasa hormatnya kepada kakak laki-lakinya. Audy gadis muda yang periang dan sudah kerap datang ke rumah Ardian itu langsung masuk ke dalam rumah dan me

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   3. Permintaan Arsyana

    Adit benar-benar terkejut mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh tunangannya tersebut. Bagaimana mungkin bisa Riska menanyakan hal itu sedangkan di antara mereka sudah terikat status pertunangan.“Kenapa tanya seperti itu, dek?” Adit penasaran. Riska mencoba untuk terlihat tetap tenang dengan menelan lebih dulu makanan yang ia kunyah di dalam mulutnya. Setelah itu Riska kemudian menyedot jus buah yang ada di hadapannya barulah wanita muda itu menatap ke arah Adit dan menjawab, “Ya... Sekedar tanya saja.” “Memangnya ada yang mau melamarmu?” “Bukan begitu, mas. Emm... Mas Adit kan bilang setahun lagi kita menikahnya. Cukup lama itu sebenarnya, mas. Kalau ada yang tiba-tiba ngelakuin hal itu sebelum waktunya kita menikah bagaimana?” “Kamu ingin cepat-cepat menikah, dek? Sebenarnya aku bisa tapi konsekuensinya aku tidak bisa memberikan pernikahan seperti yang kamu impikan. Karena semuanya kan butuh uang yang tidak sedikit. Dan waktu setahun yang aku minta itu aku jadikan seba

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   2. Pertanyaan Tak Terduga

    Paham dengan ekspresi guru muda yang ada di hadapannya, Ardian, ayah Arsyana kemudian angkat bicara. “Arsya, pertanyaan seperti itu tidak seharusnya kamu tanyakan sembarangan. Karena yang namanya orang itu butuh privacy, nak. Lagi pula tidak sopan menanyakan hal seperti itu pada Bu guru,” ujar Ardian sambil menundukkan tubuhnya agar lebih jelas lagi bicara dengan putri kecilnya tersebut. “Tapi, aku kan hanya bertanya saja yah. Lagi pula Bu Riska tidak marah kan Bu?” Jawab gadis kecil itu dengan polos dan bertanya balik pada gurunya. Riska hanya bisa tersenyum bingung dan mengangguk sambil berkata, “Iya, sayang. Tidak apa-apa kok. Oh iya, Arsyana mau langsung pulang? Kasihan kan ayahnya kalau menunggu terlalu lama? Pasti masih ada pekerjaan lain juga.” Bukan karena apa-apa, tapi karena Riska ingin satu muridnya itu tidak sampai menanyakan pertanyaan-pertanyaan lain yang mungkin lebih sulit lagi untuk dijawab. Sebab dirinya paham betul dengan karakter anak TK yang selalu bertany

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   1. Kepolosan Bocah

    Siang itu sebuah taman kanak-kanak terlihat ramai dengan siswa-siswa yang dijemput oleh orang tuanya. Tawa bahagia dari anak taman kanak-kanak Pelita menghiasi halaman depan sekolah karena bertemu dengan orang tua masing-masing yang telah datang menjemput mereka. Beberapa mobil dan motor berjajar di halaman parkir sekolah yang luas. Sekolah itu merupakan salah satu sekolah favorit di kota Purworejo. Satu persatu siswa telah dijemput dan pulang bersama orang tua ataupun wali yang telah menjemput mereka. Tinggal dua anak perempuan yang masih menunggu jemputan di ruang sebelah pos satpam. “Belum pada dijemput?” tanya seorang guru muda dengan rambut panjang yang terikat rapi. “Belum Bu Riska,” jawab dua gadis cilik itu hampir bersamaan. Riska adalah salah satu guru di taman kanak-kanak Pelita. Usianya 22 tahun dan dia termasuk guru yang disukai oleh banyak siswa. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti dan keluar seorang ibu muda yang cantik dari mobil tersebut. Segera satu dari dua a

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status