Home / Romansa / Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya / 2. Pertanyaan Tak Terduga

Share

2. Pertanyaan Tak Terduga

Author: Iestie Adja
last update Last Updated: 2024-02-02 21:32:30

Paham dengan ekspresi guru muda yang ada di hadapannya, Ardian, ayah Arsyana kemudian angkat bicara.

“Arsya, pertanyaan seperti itu tidak seharusnya kamu tanyakan sembarangan. Karena yang namanya orang itu butuh privacy, nak. Lagi pula tidak sopan menanyakan hal seperti itu pada Bu guru,” ujar Ardian sambil menundukkan tubuhnya agar lebih jelas lagi bicara dengan putri kecilnya tersebut.

“Tapi, aku kan hanya bertanya saja yah. Lagi pula Bu Riska tidak marah kan Bu?” Jawab gadis kecil itu dengan polos dan bertanya balik pada gurunya.

Riska hanya bisa tersenyum bingung dan mengangguk sambil berkata, “Iya, sayang. Tidak apa-apa kok. Oh iya, Arsyana mau langsung pulang? Kasihan kan ayahnya kalau menunggu terlalu lama? Pasti masih ada pekerjaan lain juga.”

Bukan karena apa-apa, tapi karena Riska ingin satu muridnya itu tidak sampai menanyakan pertanyaan-pertanyaan lain yang mungkin lebih sulit lagi untuk dijawab. Sebab dirinya paham betul dengan karakter anak TK yang selalu bertanya apa yang mereka rasakan dengan jujur dan apa adanya.

“Iya, Bu guru. Oh iya, bu guru mau nggak kalau jadi bunda aku?” jawab Arsyana sambil melontarkan pertanyaan yang sama sekali tidak terduga baik oleh Ardian maupun Riska.

Ardian dan Riska tergemap untuk beberapa saat mendengar pertanyaan yang muncul dari mulut gadis kecil berusia 5 tahun tersebut. Mereka berdua benar-benar tidak menyangka jika pertanyaan seperti itu akan dilontarkan oleh Arsya secara terang-terangan.

Benar-benar sesuatu yang tadi sempat ditakutkan oleh Riska sebelumnya, kini justru langsung diucapkan oleh Arsyana.

Ardian kemudian mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Riska dengan tatapan rumit yang terlihat jelas bahwa dirinya merasa benar-benar tak enak hati kepada guru muda tersebut. Begitu pula dengan Riska yang kemudian menatap ke arah ayah dari muridnya itu dengan tatapan bingung karena pertanyaan yang dilontarkan oleh Arsyana itu.

“Ayah sama Bu Riska kok malah tatap-tatapan?” Celetuk Arsyana kembali saat melihat dua orang dewasa yang bersamanya itu saling tatap dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

Riska kemudian mengalihkan pandangannya dari laki-laki yang berusia 33 tahun itu dan menatap ke arah gadis kecil di depannya dengan mulut ternganga tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Arsyana. Begitu pula dengan Ardian yang mengusap wajahnya dengan kasar dan berakhir menutup mulutnya yang terbuka karena benar-benar terkejut dengan ucapan putrinya tersebut. Bahkan dirinya benar-benar merasa malu karena keluguan putrinya itu pada si guru muda itu.

“Ayah, Bu Riska biar jadi bunda aku ya? Aku selalu diejek teman-teman karena aku nggak punya bunda sendiri,” tanya Arsyana pada sang ayah dengan wajah sedih.

“Sayang, semua tidak sesederhana yang kamu pikirkan. Nanti kita bicarakan lagi di rumah. Sekarang kita pulang ya!” jawab Ardian dengan lembut kemudian menggendong putrinya.

“Bu guru, mohon maafkan anak saya. Anggap saja kalau Arsyana hanya bercanda,” lanjut Ardian sambil berpamitan pada Riska yang masih berdiri kaku mematung.

Tanpa menunggu jawaban dari Riska, Ardian langsung buru-buru pergi meninggalkan tempat tersebut. Ayah satu anak itu benar-benar merasa malu karena pertanyaan polos yang dilontarkan oleh putri kecilnya. Namun dirinya juga tidak bisa menyalahkan sepenuhnya atas kepolosan Arsyana, karena telah beberapa kali gadis kecil itu mengadu kepadanya sering diejek teman-temannya karena tidak mempunyai ibu.

Beberapa saat setelah menyadari bahwa ayah dan anak yang tadi ada di hadapannya itu telah berjalan sampai di pintu gerbang sekolah, Riska kemudian menepuk-nepuk sendiri kedua pipinya untuk memastikan bahwa dirinya saat ini masih dalam keadaan sadar. Dirinya merasa benar-benar tidak menyangka jika anak didiknya itu akan mengatakan hal demikian kepadanya tepat saat ayah kandungnya juga berada di situ.

Riska kemudian menghela nafas panjang mencoba untuk mengingkari apa yang baru saja ditanyakan oleh Arsyana kepadanya. Dirinya mencoba untuk menganggap bahwa apa yang dikatakan oleh gadis berusia 5 tahun itu hanyalah racauan dan gurauan belaka. Meskipun ia sendiri tahu jika Arsyana adalah seorang gadis yang hanya tumbuh dengan ayahnya saja.

Untuk menghindari rasa penasaran dan juga pertanyaan yang muncul dari rekan kerjanya, Riska lebih dulu mengatur nafas dan juga menenangkan hatinya agar ekspresi wajahnya bisa tetap terlihat biasa-biasa saja. Setelah merasa dirinya jauh lebih baik, Riska kemudian masuk kembali ke dalam kantor guru untuk menuju ke meja kerjanya.

“Sudah pulang, Bu?” tanya satu rekan kerjanya saat Riska hampir sampai di meja kerjanya.

“Sudah, Bu,” jawab Riska singkat.

Riska tak ingin menceritakan apa yang baru saja dialaminya kepada rekan kerjanya. Dirinya tak ingin menjadi bahan ejekan teman kerjanya dan juga ia tak ingin membuat ayah Arsana malu karena guru-guru mengetahui apa yang baru saja terjadi.

“Bu Riska, ayahnya Arsyana itu duda. Masih muda banget dia. Istrinya meninggal saat Arsyana berusia 3 tahun kalau tidak salah,” ujar Bu Dewi, senior Riska yang bertubuh gemuk itu.

“Oh ya, Bu?” Lia menanggapi dengan santai.

“Iya. Dulu kan waktu pendaftaran saya yang wawancara. Terus dengar-dengar dia juga pemilik toko bangunan terbesar di kota ini yang juga memiliki beberapa cabang,” lanjut Bu Dewi.

Riska hanya menyunggingkan senyum tipis menanggapi cerita Bu Dewi. Dirinya tidak berani berkomentar apa pun karena dari keseluruhan guru yang ada di taman kanak-kanak itu, hanya dirinyalah yang belum berkeluarga. Ia tak ingin membuka celah untuk teman-temannya menjodohkan dirinya dengan seenaknya sendiri.

Riska memilih untuk tak terlalu menanggapi ucapan rekannya itu. Sebab ia merasa hal itu bukanlah hal penting yang harus ia ketahui dan ia pikirkan. Riska lebih memilih untuk fokus dengan kehidupannya sendiri, dengan masa depannya yang sudah ia rancang bersama seorang laki-laki yang telah berstatus sebagai tunangannya.

Riska kembali ke meja kerjanya. Wanita muda berusia 22 tahun itu kemudian meraih tas di meja kerjanya untuk bersiap pulang.

Hari ini Riska sengaja tidak membawa sepeda motor karena setelah jam kerjanya usai, Riska hendak pergi bersama seseorang untuk makan siang bersama di luar.

Beberapa menit berselang, terdengar suara pintu kantor guru diketuk dari luar. Terlihat seorang laki-laki muda berdiri di ambang pintu sambil memasang senyum menyapa beberapa guru yang ada di dalam ruangan tersebut.

“Assalamu’alaikum...” laki-laki yang baru saja datang itu mengucapkan salam.

“Wa’alaikum salam. Jemput Bu Riska ya?” jawab seorang guru berkacamata yang sudah paruh baya.

Laki-laki muda tersebut tersenyum dan mengangguk mengiyakan pertanyaan ibu guru berkacamata itu.

“Sebentar!” seru Riska sambil membereskan meja kerjanya lalu menggendong tas kerjanya di pundak kanannya.

Kemudian dengan cepat Riska menghampiri 3 orang rekan kerjanya yang masih ada di sekolah tersebut. Riska bersalaman kepada semua rekan kerjanya sebagai tanda jika dirinya berpamitan. Setelah selesai berpamitan, Riska kemudian berjalan menuju ke pintu tempat pria muda dengan kulit sawo matang itu berdiri.

“Ayo!” ajak Riska pada laki-laki muda yang berdiri di luar pintu.

Laki-laki muda itu tersenyum kemudian berjalan di samping Riska untuk bersama berjalan ke tempat di mana sepeda motornya diparkirkan. Muda mudi itu berjalan beriringan dengan senyuman yang menghiasi wajah keduanya. Meski tanpa bergandeng tangan dan memamerkan kedekatan mereka, namun terlihat jelas jika di antara keduanya ada hubungan spesial yang terjalin.

“Makan siang dulu ya?” ajak laki-laki muda penuh senyum ceria yang terpancar di wajahnya.

“Boleh. Mas Adit sudah lapar ya?” goda Riska pada laki-laki yang menjemputnya yang bernama Adit itu.

Riska kemudian diboncengkan Adit menuju ke tempat makan. Sepanjang perjalanan mereka tampak tersenyum bahagia.

Beberapa saat menembus jalanan di bawah sengatan terik matahari, akhirnya sepeda motor matic itu berhasil membawa mereka sampai di sebuah rumah makan. Adit dan Riska segera turun dan memesan makanan yang diinginkan kemudian menunggu beberapa saat hingga makanan pesanan mereka datang.

“Mas Adit, aku mau tanya sesuatu,” ucap Riska di sela makannya.

“Apa?” tanya Adit sambil menatap ke arah gadis yang dicintainya dengan tatapan lembut.

“Kalau seandainya nih, seandainya ada orang yang melamar aku bagaimana?” tanya Riska dengan hati-hati.

Seketika Adit yang sedang minum langsung terbatuk karena terkejut mendengar apa yang ditanyakan oleh Riska kepada dirinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   Bertemu Bunda

    “Kalau untuk itu sepertinya aku belum terpikirkan. Bagiku saat ini adalah kesembuhan Arsyana. Aku ingin benar-benar fokus dalam pengobatan kankernya. Aku sudah kehilangan Risa, dan aku juga tidak ingin kehilangan keturunan satu-satunya dari Risa. Aku ingin Arsyana sembuh dulu, baru nanti aku akan memikirkannya,” jawab Ardian sambil menatap ibunya dengan tatapan sendu penuh kesedihan. Selain kehilangan istri, belum lama ini Ardian harus kembali mendapat ujian karena kesehatan putrinya. Tim dokter mengatakan  anak semata wayangnya menderita kanker darah atau yang biasa disebut leukemia. Dirinya yang baru saja berhasil bangkit dari keterpurukan karena ditinggal istri untuk selamanya, harus kembali menghadapi ujian berat dengan penyakit yang diderita oleh putrinya. Sejak saat itu Ardian bertekad jika dirinya akan mengutamakan kesembuhan Arsyana dibanding dengan kebahagiaannya sendiri. “Aku ingin Arsya sembuh dulu, Bu. Baru setelah itu mungkin aku

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   4. Foto Bunda

    “Ada yang datang, Yah!” Ucap Arsya sedikit berbisik kepada ayahnya.Ardian pun mengangguk mengiyakan ucapan putrinya. Beberapa detik kemudian laki-laki berusia 33 tahun itu beranjak dari tempat duduknya dan dengan bahasa isyarat meminta putrinya untuk tetap menunggu di sofa ruang tamu. Ardian lalu berjalan menuju ke pintu utama dan membukakan pintu bagi tamu yang sempat membuat dirinya dan juga anaknya terkejut. “Assalamualaikum...” Suara seorang wanita tua saat pintu rumah dibuka. “Wa’alaikum salam. Ibu ternyata. Arsya... ada Eyang sama Tante Audy ini!” jawab Ardian kemudian berseru memberitahu putrinya tentang kedatangan ibu dan adik kandungnya.Ayah satu anak itu kemudian mencium punggung tangan sang ibu dan menyodorkan tangan kanannya ke arah gadis muda dengan balutan jilbab yang dengan cepat mencium punggung tangannya sebagai rasa hormatnya kepada kakak laki-lakinya. Audy gadis muda yang periang dan sudah kerap datang ke rumah Ardian itu langsung masuk ke dalam rumah dan me

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   3. Permintaan Arsyana

    Adit benar-benar terkejut mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh tunangannya tersebut. Bagaimana mungkin bisa Riska menanyakan hal itu sedangkan di antara mereka sudah terikat status pertunangan.“Kenapa tanya seperti itu, dek?” Adit penasaran. Riska mencoba untuk terlihat tetap tenang dengan menelan lebih dulu makanan yang ia kunyah di dalam mulutnya. Setelah itu Riska kemudian menyedot jus buah yang ada di hadapannya barulah wanita muda itu menatap ke arah Adit dan menjawab, “Ya... Sekedar tanya saja.” “Memangnya ada yang mau melamarmu?” “Bukan begitu, mas. Emm... Mas Adit kan bilang setahun lagi kita menikahnya. Cukup lama itu sebenarnya, mas. Kalau ada yang tiba-tiba ngelakuin hal itu sebelum waktunya kita menikah bagaimana?” “Kamu ingin cepat-cepat menikah, dek? Sebenarnya aku bisa tapi konsekuensinya aku tidak bisa memberikan pernikahan seperti yang kamu impikan. Karena semuanya kan butuh uang yang tidak sedikit. Dan waktu setahun yang aku minta itu aku jadikan seba

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   2. Pertanyaan Tak Terduga

    Paham dengan ekspresi guru muda yang ada di hadapannya, Ardian, ayah Arsyana kemudian angkat bicara. “Arsya, pertanyaan seperti itu tidak seharusnya kamu tanyakan sembarangan. Karena yang namanya orang itu butuh privacy, nak. Lagi pula tidak sopan menanyakan hal seperti itu pada Bu guru,” ujar Ardian sambil menundukkan tubuhnya agar lebih jelas lagi bicara dengan putri kecilnya tersebut. “Tapi, aku kan hanya bertanya saja yah. Lagi pula Bu Riska tidak marah kan Bu?” Jawab gadis kecil itu dengan polos dan bertanya balik pada gurunya. Riska hanya bisa tersenyum bingung dan mengangguk sambil berkata, “Iya, sayang. Tidak apa-apa kok. Oh iya, Arsyana mau langsung pulang? Kasihan kan ayahnya kalau menunggu terlalu lama? Pasti masih ada pekerjaan lain juga.” Bukan karena apa-apa, tapi karena Riska ingin satu muridnya itu tidak sampai menanyakan pertanyaan-pertanyaan lain yang mungkin lebih sulit lagi untuk dijawab. Sebab dirinya paham betul dengan karakter anak TK yang selalu bertany

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   1. Kepolosan Bocah

    Siang itu sebuah taman kanak-kanak terlihat ramai dengan siswa-siswa yang dijemput oleh orang tuanya. Tawa bahagia dari anak taman kanak-kanak Pelita menghiasi halaman depan sekolah karena bertemu dengan orang tua masing-masing yang telah datang menjemput mereka. Beberapa mobil dan motor berjajar di halaman parkir sekolah yang luas. Sekolah itu merupakan salah satu sekolah favorit di kota Purworejo. Satu persatu siswa telah dijemput dan pulang bersama orang tua ataupun wali yang telah menjemput mereka. Tinggal dua anak perempuan yang masih menunggu jemputan di ruang sebelah pos satpam. “Belum pada dijemput?” tanya seorang guru muda dengan rambut panjang yang terikat rapi. “Belum Bu Riska,” jawab dua gadis cilik itu hampir bersamaan. Riska adalah salah satu guru di taman kanak-kanak Pelita. Usianya 22 tahun dan dia termasuk guru yang disukai oleh banyak siswa. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti dan keluar seorang ibu muda yang cantik dari mobil tersebut. Segera satu dari dua a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status