Share

 Direndahkan Mertua
Direndahkan Mertua
Author: Maey Angel

bab 1

Author: Maey Angel
last update Last Updated: 2024-09-08 01:56:43

“Tagihan apa lagi ini?” teriak Yogi.

Yogi melempar kertas tagihan yang diterimanya ke hadapan Susi dengan kasar. Bahkan saking kerasnya sampai membuat Susi kaget dan tak habis pikir dengan kebiasaan suaminya yang selalu marah ketika dia minta uang untuk membayar tagihan yang harus dibayarkan.

“Itu tagihan Wifi, Mas. Mas sendiri yang kekeh pasang saat itu, ini tagihannya,” jawab Susi.

“Kan aku hanya bilang ingin, kenapa langsung ada kertas tagihannya tanpa aku tahu pemakaiannya? Lagian selama ini aku pakai kuota biasa. Kamu yang pakai berarti kamu yang bayar!”

Wanita yang sudah dinikahi selama 5 tahun itu hanya bisa menghela nafas panjang, karena uang bulanan yang dia dapatkan selalu memiliki nominal yang sama, bahkan jika ada tagihan dengan nominal lain dan banyak dia harus menambahkan sendiri.

"Mas, aku uang dari mana? Tiap hari jatah selalu tombok, bukannya cukup dan bisa nabung, ini malah jadi tombok.”

“Ah, nggak usah perhitungan jadi istri. Kita kan belum ada banyak tanggungan dan kamu juga aku lihat ada sampingan kerja, jadi sudah pakai yang ada saja untuk cukupi kebutuhan di rumah. Penghasilanku tidak seberapa dan kamu harus ngirit biar kita bisa bertahan hidup lebih lama."

"Tapi, Mas, kerja jadi buruh cuci gosok itu gak besar. Gak akan cukup kalau gini."

"Bersyukur. Nanti berkah rezekinya, uang suami dan istri sama aja lah. Gak usah sombong!" ucap Yogi berlalu pergi.

Yogi adalah seorang pengusaha makanan. Meskipun sudah menjadi punya usaha sendiri tetapi gaya hidupnya benar-benar tidak bisa ditiru oleh orang-orang yang sudah berumah tangga. Orangnya sungguh perhitungan, apalagi jika sudah menyangkut tentang biaya sehari hari rumah tangganya.

Yogi terlihat baik di mata orang. Jika dilihat dari segi bertanggung jawab dia memang tidak pernah mengabaikan untuk memberi nafkah keluarga dan kedua orang tuanya tetapi untuk segi kecukupan, Susi merasa sangat tertekan dengan sikap suaminya yang benar-benar sangat hemat.

Pemberian yang hanya beberapa ribu saja diberikan oleh Yogi untuk Susi setiap minggunya. Tentu itu di luar jatah belanja karena Yogi selalu memberikan jatah belanja pada ibunya, semua barang-barang kebutuhan rumah sudah terpenuhi dan itu adalah uang yang diberikan untuk pegangan Susi. Kadang digunakan Susi untuk kondangan atau iuran mendadak yang ditarik oleh pihak RT atau pembelian barang-barang kebutuhan pribadinya seperti pembalut atau bedak. Beruntung ada yang masih mempercayakan dia sebagai buruh cuci, membuat dia benar benar bisa memiliki sampingan untuk membeli keperluan mendadaknya.

Yogi bersiap kerja. Susi membantu mengemasi. Begitu setiap hari. Meski kesal karena tak memberikan uang tagihan, tapi Susi berusaha melakukan kewajibannya setiap hari.

“Kalau Ibu ke sini, jangan dijudesin. Kemarin ngadu, kamu nggak kasih makan Ibu dan malah disimpen di kamar semua,” celetuk Yogi.

Susi diam saja. Dia sedang jengkel dan malas menanggapi, dia memilih melanjutkan saja aktivitasnya.

“Kamu dengar, Dek?” tanya Yogi.

“Hm,” dehem Susi malas.

“Ibu itu sudah tua, kalau bukan Mas yang ngurus Ibu, siapa lagi? Di sini, Mas yang masih jagain. Kakak yang lain sibuk kerja di luar kota, mengertilah,” ucap Yogi.

Susi lagi lagi tak menjawab. Rasa dongkol itu membuat dia mendadak kehilangan mood berbincang.

Merasa didiamkan, Yogi pun kesal sendiri. Dia menaiki motor yang sudah siap berangkat ke kedai, lalu menengok pada Susi yang masih membersihkan lantai bekas dia gunakan berkemas tadi.

“Mukanya gak usah asem gitu! Minta sama Ibu buat uang tagihan tadi, Mas lagi gak ada duit,” ucap Yogi.

“Gak usah! Kalau Mas ada, kasihkan. Kalau nggak ada, ya udah. Biarin dicabut aja! Lagian, Susi juga gak begitu butuh wifi. Numpang sama tetangga aja bisa, GERATIS!”

Setelah mengatakan itu, Susi masuk ke dalam rumah dan menutup pintu. Terlihat tidak sopan tapi memang keadaan keduanya sedang bertengkar saat ini dan akan seperti ini dalam beberapa hari ke depan.

Marni datang menggedor pintu dengan keras. Dia datang dengan menggendong sesuatu yang dapat Susi lihat dari dalam kamarnya. Gegas dia turun dan membukakan pintu.

"Ngapain saja sih? Lama banget!" sungut Marni.

“Ada apa, Bu?” tanya Susi.

“Ini, Ibu nitip beras. Mulai besok, Ibu makan di sini. Nanti lauknya kamu yang bikin, uangnya minta sama Yogi.”

“Hah? Nggak salah, Bu?” tanya Susi kaget.

“Ya nggak salah lah. Seharusnya sih memang anak laki laki yang kasih makan ibunya, apalagi ibunya janda dan dia anak laki laki satu satunya. Udah, Ibu mau tidur di sini mulai sekarang. Siapkan kamarnya sih!”

Marni langsung menerobos saja tanpa melihat keadaan rumah tangga Susi yang saat ini sedang tak baik baik saja.

“Anak anak Ibu tahu nggak Ibu di sini?” tanya Susi.

“Gampang, mereka nggak bakalan protes. Malah seneng,” ucap Marni.

“Masa sih? Tapi di sini nggak seenak di rumah anak anak Ibu yang kaya itu.”

“Sama saja, asal kamu nggak banyak ngebantah Ibu saja. Kamar sudah siap?”

Susi tak lagi bicara dan menyiapkan kamar kosong yang biasanya memang untuk menginap tamu. Dia pun membantu ibu mertuanya beberes pakaian lalu ke dapur untuk memasak.

“Mau masak apa?” tanya Marni.

“Masak apa aja, Ibu nggak ada pantangan makan kan ya? Susi mau makan sayur lodeh.”

“Jangan lodeh, itu santan. Ibu gak bisa makan yang bersantan, KOLESTEROL,” jawab Marni.

“Maunya apa? Bahan sudah kebeli, tinggal masak.”

“Yang lain, apa kek.”

“Semur?”

“Murahan.”

“Gudeg?”

“Santan, Sus.”

“Rica rica?”

“Pedes kan?”

“Oke, Susi masak seadanya bahan tanpa protes. Ibu susah dimasakin,” ucap Susi sedikit jengkel dengan mertuanya yang susah sekali diatur, sama seperti Yogi–suaminya.

“Ya sudah, masak aja. Kalau ada apa apa sama Ibu, paling kamu yang dimarahi Yogi,” ucap Marni dan langsung pergi begitu saja.

Mengurus mertua memang gampang gampang susah. Dimasakin tak sesuai selera mereka, akan dicap sebagai menantu tak pandai apapun. Padahal sudah berusaha semaksimal mungkin melakukan. Maka dari itu Susi memilih biasa saja bahkan memilih diam saat mertuanya mengomentari apa yang ada di rumahnya dan semua yang dia masakkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Marimar
duh.. mertua buat pakan buaya aja kek gitu mah ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Direndahkan Mertua   ending

    ---Pagi merekah pelan di antara sela-sela jendela kamar yang setengah terbuka. Cahaya matahari menyusup masuk, menyentuh wajah Susi yang masih terlelap dalam pelukan ibunya. Mustika terbangun lebih dulu. Tatapannya tertuju pada wajah putrinya, yang kini sudah dewasa namun tetap menyimpan sisa-sisa wajah kecil yang dulu sering ia kecup sebelum tidur.Mustika mengusap pelan rambut Susi. Ia tak henti-hentinya bersyukur. Setelah bertahun-tahun dihantui penyesalan, rasa bersalah, dan harapan yang hampir padam, Tuhan mengembalikan anaknya.Tak lama kemudian, Susi mengerjapkan mata. Pandangannya bertemu dengan senyum hangat ibunya.“Pagi, Ma,” ucapnya lirih.“Pagi, Sayang,” jawab Mustika, mengecup kening Susi. “Tidur nyenyak?”Susi mengangguk, lalu duduk dan bersandar di kepala ranjang. “Ini tidur paling damai yang pernah aku rasakan selama bertahun-tahun.”Di luar kamar terdengar suara gaduh kecil. Ada suara wajan yang dijatuhkan dan teriakan panik Rendy yang jelas tak cocok berada di dapu

  • Direndahkan Mertua   Makan malam bahagia

    Setelah tangis mereka reda, Susi masih berlutut di depan Mustika, menggenggam erat tangan ibunya. Hatinya terasa penuh dengan kehangatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Seumur hidup ia berpikir tak punya siapa-siapa, dan kini, ada sosok ibu di depannya dan seorang adik di sampingnya."Maafkan aku lama sekali pulang, Ma," bisik Susi dengan suara bergetar.Mustika menggeleng pelan. "Bukan salahmu, Nak. Mama yang seharusnya mencari lebih keras. Mama nggak pernah berhenti berdoa supaya kamu ditemukan dalam keadaan selamat. Tapi lelaki itu memanipulasi semuanya dan kita jadi terpisah lama."Susi mengangguk, air matanya masih berlinang. Ia lalu meraih tangan Mustika dan menciumnya penuh haru. "Aku di sini sekarang, Ma. Aku nggak akan pergi lagi."Rendy tersenyum di samping mereka. "Akhirnya, keluarga kita utuh lagi."Rendy merasa semua ini berhasil. Tak ada yang meleset dari dugaannya. Dibantu teman temannya juga, dia bisa dengan mudah mengumpulkan bukti dan mengungkap semua kejaha

  • Direndahkan Mertua   dipertemukan

    “Mbak, ada gambaran keinginan nggak?”Susi mengernyitkan keningnya, lalu melanjutkan aktivitas nya. “Mbak.”“Gak ada, bisa kerja dengan baik sama kamu aja udah bagus. Cari apa lagi?”“Mau aku kenalkan sama keluarga aku gak?”Susi menghentikan aktivitas nya, mencuci tangan lalu menyangga wajah dengan kepalanya melihat Rendy yang sepagi ini sudah bertanya hal aneh.“Mendadak banget pengin ngenalin,” kekehnya.“Serius, Mbak. Mungkin mbak lupa sesuatu yang dulu pernah mbak rasakan.”Susi menatap Rendy dengan bingung. “Kenapa tiba-tiba ngomong soal kenalan sama keluarga? Ada apa?”Rendy menelan ludah, jelas terlihat gelisah. “Sebenarnya... ada seseorang yang pengin banget ketemu Mbak. Dari dulu.”Kening Susi mengernyit. “Siapa?”Rendy menghela napas panjang. “Ibuku.”Susi menegakkan punggungnya, menatap Rendy lebih intens. “Ibumu? Kenapa ibumu mau ketemu aku? Kita bahkan belum pernah kenal.”Rendy tersenyum hambar. “Ada sesuatu yang kamu nggak tahu, Mbak. Ibuku... pernah kehilangan anakny

  • Direndahkan Mertua   hancur

    Yogi terduduk lemas di kursi, kepalanya tertunduk dalam. Dunia yang dia pikir sudah sempurna setelah mencampakkan Susi dan menikahi Monica, kini berantakan di depan matanya. Bayi yang dia banggakan, yang dia yakini sebagai penerus namanya, ternyata bukan anak kandungnya. Dan Monica—wanita yang dia bela mati-matian di hadapan ibunya—bahkan tak tahu siapa ayah dari bayi itu.Rendy menyeringai puas, lalu berbalik menuju pintu. Namun sebelum keluar, dia menoleh dan berkata dengan nada penuh sindiran, “Nikmati hidupmu, Yogi. Oh ya, jangan lupa—anakmu bukan anakmu.”Pintu tertutup dengan bunyi klik pelan, meninggalkan keheningan mencekam di dalam ruangan. Monica meremas ujung selimut dengan wajah penuh air mata. “Mas Yogi… aku nggak pernah bermaksud begini. Aku benar-benar nggak tahu…”“Kapan kau selingkuh?” Yogi menatapnya tajam. Matanya memancarkan amarah yang sudah tak bisa dia bendung lagi. Kali ini dia benar benar sudah tidak bisa bersikap sabar. Semua bukti yang diberikan Rendy sanga

  • Direndahkan Mertua   Tes DNA

    Rendy sudah menyiapkan kejutan besar untuk Yogi dan Monica. Kali ini, kejutan itu akan membuat Yogi pasti menyesal sudah membuang Susi sebagai istrinya. Dia menemui Alfa, meminta tes DNA anak Monica yang baru saja dilahirkan belum lama ini.“Gimana hasilnya?” tanya Rendy.“Negatif, dia bukan anak Yogi. KIta akan uji dengan sample darah siapa?” tanya Alfa.“Baj!ngan itu. Aku yakin, bajingan itu yang menghamili Monica.”Alfa mengangguk. Dia akan melakukan itu dengan mudah karena sekarang ini Rudi sedang berada di sel tahanan. Dia hanya perlu meminta petugas kesehatan lapas untuk mengambil sampel darah dan rambut, lalu pengecekan akan dimulai dari 3 hari ini.Rendy kembali beraktivitas seperti biasa. Ibunya yang sudah mulai ceria karena sudah mendapatkan hiburan baru di rumah, dia juga sudah mulai lega karena masalah sudah mulai clear. Tinggal dia membereskan urusan kakaknya yang tak lain adalah Susi.“Gimana kerjaan hari ini, Mbak?” tanya Rendy.“Biasa, gak ada yang berubah. Kamu nih ya

  • Direndahkan Mertua   Masih dimanfaatkan?

    Asri berjalan gontai keluar ruangan, sesekali menyeka air mata yang terus jatuh tanpa bisa ia hentikan. Langkahnya terasa berat, seolah ada ribuan beban yang menekan pundaknya. Bayangan Meysila, anaknya yang kini terbaring koma di rumah sakit, terus menghantui pikirannya. Ia tidak bisa kehilangan anaknya. Tidak peduli betapa hancurnya harga dirinya saat ini, ia harus bertahan.Rendy menutup pintu kamar dengan kasar, menatap ibunya yang tampak kelelahan. Mustika masih berbaring di ranjang rumah sakit, matanya terpejam, tetapi Rendy tahu pikirannya terus bekerja.“Mama yakin dengan keputusan ini?” Rendy bertanya dengan nada hati-hati.Mustika membuka matanya perlahan. “Mama tidak yakin, Nak. Tapi mama tahu satu hal—jika mama memilih untuk membiarkan dia dipenjara, itu tidak akan mengubah apa pun. Keluarganya tetap akan menderita, anaknya tetap akan kesulitan. Dan itu tidak akan membuat kita lebih bahagia.”“Tapi, Ma… bagaimana kalau dia berkhianat lagi?” Rendy masih belum bisa menerim

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status