Share

Bab 5

Author: April
Keesokan harinya, di rumah sakit.

“Felix, bagaimana kondisi anak kita?” tanya Celine dengan tatapan lembut dan penuh harap pada pria di hadapannya.

Felix langsung memeluknya erat, menenangkan dengan suara rendah,

“Dokter bilang anak kita sehat, sama sekali nggak terpengaruh kejadian kemarin.”

Celine sempat tertegun, lalu dengan manja menggandeng lengannya dan berkata manis,

“Syukurlah! Soalnya kamu kelihatan serius sekali dan diam saja. Aku sempat mengira terjadi sesuatu pada bayi kita!”

Suaranya terdengar tersendat saat berbicara.

Felix menepuk-nepuk pelan punggungnya, tapi pikirannya melayang jauh.

Yang terbayang justru tatapan dingin Nana dari balik reruntuhan dan asap tebal di ruang bawah tanah.

Nana tidak pernah melihatnya dengan tatapan seperti itu sebelumnya.

Tanpa sadar, Felix mengernyit dan memeriksa ponselnya lagi. Tetap tak ada balasan.

Sudah lebih dari sepuluh jam sejak dia mengirim pesan.

Nana yang biasanya selalu membalas dengan cepat, sekarang berani mengabaikannya?

Wajah muram Felix membuat Celine khawatir dan bertanya ada apa.

Felix hanya menggeleng pelan dan tidak menjawab.

DIa mengantar Celine keluar dari ruang bersalin dengan hati-hati, menemaninya makan siang, lalu memastikan dia pulang dengan selamat.

Setelah itu, barulah Felix kembali ke kantor.

Begitu masuk, salah satu anak buah langsung melapor bahwa Harris, ayahnya sudah kembali dari perjalanan keliling dunia dan sedang mengumpulkan seluruh manajemen untuk rapat di ruang rapat.

Felix tahu ayahnya pasti ingin menilai kinerjanya setelah menjadi pewaris.

Sambil memijit pelipis, dia melangkah menuju ruang rapat sambil memerintah,

“Pergi belikan beberapa tas dan perhiasan model terbaru.”

Anak buah langsung mengangguk.

“Baik, ketua. Setelah dibeli, langsung dikirim ke rumah Celine seperti biasa?”

“Bukan.”

Felix berhenti sejenak, lalu ragu-ragu berkata, “Kirim ke tempat tinggal Nana.”

Seseorang yang hampir tidak punya hubungan dengan dunia luar, selain kembali ke rumah jelek lamanya, di mana lagi tempat yang bisa dia datangi?

Tengah malam, seminggu kemudian.

Setelah menyelesaikan berbagai urusan internal organisasi, Felix pun pulang. Di bawah cahaya temaram lampu malam, dia melihat sosok anggun berbalut gaun tidur sutra, meringkuk manja di sofa seperti anak kucing.

Felix menunduk, melepaskan dasi dan tertawa kecil, “Nana, sudah kubilang aku pasti pulang setelah kerjaan selesai. Kamu nggak perlu selalu….”

Namun sosok di sofa itu pun menoleh, ternyata itu adalah Celine.

Senyuman di wajah Felix langsung membeku, lalu perlahan menghilang.

Tatapan dingin Felix membuat Celine merinding. Suaranya bergetar penuh rasa takut,

“Felix… Nana masih marah padaku, ya?”

“Aku sudah kirim banyak pesan, tapi dia nggak balas satu pun….”

“Bagaimana kalau aku pergi saja? Nana pasti nggak mau melihatku lagi.”

Air mata kembali menggenang di mata Celine. Ekspresi menyedihkannya itu sudah terlalu sering dia tunjukkan, sampai-sampai Felix sudah kesal melihatnya.

Dengan wajah muram, dia hanya menghibur sekadarnya dan menyuruh Celine menjaga kesehatan, tidak perlu memikirkan terlalu banyak.

“Nggak peduli Nana terima atau nggak, mulai sekarang tempat ini adalah rumahmu dan anak kita.”

Setengah jam kemudian, Felix sudah berdiri di balkon terbuka, masih mengenakan jubah mandi dan merokok sendirian.

Sebenarnya dia sudah lama berhenti merokok demi Celine. Tapi entah kenapa, hasrat itu kembali muncul begitu kuat malam ini.

Dia membuka ponsel, mengabaikan berbagai undangan dari teman-temannya, lalu tanpa tujuan menggulir daftar kontak.

Sampai di paling bawah, dia melihat satu nomor yang sangat familiar.

Jarinya berhenti di tombol panggil cukup lama.

Hingga dua batang rokok habis, Felix tetap tidak menelepon.

Sebagai gantinya, dia mengirimkan sebuah pesan penuh emosi,

[Nana, besok adalah ulang tahun ketua Harris, kamu harus datang.]

[Sebaiknya urungkan niat jahatmu, apalagi sampai menyakiti Celine dan anaknya di pesta perayaan nanti.]

[Kalau nggak, aku nggak akan mengampunimu.]

Meski isi pesannya terdengar kasar, tak bisa dipungkiri, dalam hati Felix masih menyimpan harapan bisa melihat Nana lagi.

….

Di hari ulang tahun Harris, Felix datang bersama Celine ke pesta perayaan. Mereka tampak seperti pasangan sejati. Begitu muncul, mereka langsung menarik perhatian semua tamu.

Hingga Harris muncul mengenakan setelan jas rapi, Felix melepaskan genggaman Celine dan berjalan ke sisi ayahnya.

Meski sudah lanjut usia, Harris masih tampak karismatik. Punggungnya tetap tegak dan auranya tak kalah dengan yang muda.

Dia memandang sekeliling, lalu mengetukkan tongkat ke lantai.

Tatapannya tajam seperti elang, menatap Felix dan bertanya lantang, “Kok Nana nggak ikut bersamamu?”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Diriku Seutuhnya   Bab 11

    Mendengar teriakan histeris dan tangisan memilukan Celine, Felix tak mengernyit sedikit pun. Dia pun menjawab dengan begitu dingin, “Celine, aku hanya membiarkanmu merasakan apa yang telah kamu lakukan pada Anna. Itu nggak keterlaluan, ‘kan?”“Oh iya, nanti juga nggak akan ada anestesi atau obat penghilang rasa sakit. Mulai sekarang, kamu juga nggak akan pernah bisa punya anak lagi. Bersiaplah.”Telepon di seberang sunyi senyap beberapa detik, lalu tiba-tiba Celine mulai memohon dengan panik,“Felix… Felix! Kamu nggak boleh melakukan itu padaku! Tolong lepaskan anak kita! Aaa….!”Mendengar jeritan tajam Celine yang tiba-tiba, tubuhku langsung gemetar.Felix menutup telepon, wajahnya masih tersenyum penuh harap padaku.Wajah Felix yang pucat luar biasa, menggenggam tanganku dan menempelkannya ke pipinya.“Anna, nanti mereka akan kirimkan rekaman video operasi itu padaku. Kalau kamu mau, aku juga bisa menyuruh mereka mengirimkan janin yang sudah mati itu ke sini. Setelah melihat dengan

  • Diriku Seutuhnya   Bab 10

    Dalam perang tanpa senjata yang terpaksa dimulai ini, orang pertama yang kehilangan kendali adalah Justin.Malam itu, sepulang dari pesta, aku dan Justin melihat Felix dari kejauhan sedang berdiri di bawah lampu gerbang, sambil memeluk biola di pelukannya.Jalan kecil menuju rumah dipenuhi taburan kelopak mawar.Begitu turun dari mobil, langit malam di belakangku tiba-tiba meledakkan puluhan ribu kembang api yang menyala bersamaan.Dalam dentuman kembang api itu, Felix memainkan lagu [Pujaan Hati] dengan biolanya.Justin pernah menyiksa dirinya sendiri dengan menonton berkali-kali rekaman saat Felix melamarku.Waktu itu, aku masih muda dan polos, mudah luluh oleh pertunjukkan kembang api yang memukau dan pertunjukkannya yang penuh perasaan.Di atas hamparan kelopak mawar yang membentuk karpet, aku pun menerima lamarannya.Kini, saat melihatku menoleh karena tertarik perhatian kembang api, akhirnya Justin tak tahan lagi dan langsung melayangkan pukulan ke wajah Felix.“Brengsek! Kenapa

  • Diriku Seutuhnya   Bab 9

    Saat Felix terbangun, jam dinding sudah menunjukkan pukul dua belas.Di nakas samping ranjang ada segelas air hangat. Felix meminum habis air itu dengan penuh suka cita, lalu berjalan keluar kamar dengan gembira, berusaha menahan rasa tidak nyaman di tubuhnya, demi bisa bertemu istrinya dan berbicara lagi dengannya.Namun, saat menaiki tangga spiral dengan keringat membasahi wajahnya dan sampai di atap.Yang dia lihat adalah istrinya tengah berciuman dengan pria bernama Justin.Seketika, jantungnya terasa nyeri seperti ditusuk.Felix menekan bibir pucatnya, melangkah maju dan mencengkeram kerah baju Justin, sambil menggertak, “Kurang ajar! Apa yang kamu lakukan pada Anna?!”Sampai di titik ini, Felix sudah tidak bisa lagi membohongi dirinya sendiri dengan mengira Anna hanya sekadar tertipu Justin.“Siapa yang mengizinkan kamu menyentuh Anna?!”Justin tersenyum mengejek.“Cih, kamu yakin sudah memperlakukan Anna dengan layak sebagai seorang istri?”Belum sempat Justin melanjutkan lagi,

  • Diriku Seutuhnya   Bab 8

    Merasa tubuhku menegang, Justin memelukku lebih erat.“Felix, aku tahu kamu. Kamu suaminya Nana.”Justin menatapku sambil tersenyum, “Apa yang membuatmu tertarik padanya dulu? Dari penampilannya jelas dia nggak sekeren aku.”Felix langsung merasa agak sesak napas, seolah dadanya terpukul dengan keras beberapa kali. Tatapannya terpaku pada tangan Justin yang melingkari pinggangku. Kalau ini terjadi di wilayah kekuasaannya sendiri, mungkin detik berikutnya dia sudah mengeluarkan pistol dan menembak tangan itu.Justin melepaskan tangannya dari pinggangku dan berkata, “Jangan lihat tanganku seperti itu, nggak sopan. Tapi, aku juga harus sopan dan memperkenalkan diri. Perkenalkan, namaku Justin.”Felix mengenakan setelan jas rapi, kini tampak malang dan kehilangan wibawa, “Kamu anak yatim yang diadopsi keluarga Nana, ‘kan? Hanya anak angkat saja, memangnya pantas mendekati Nana?”Justin hanya mengangkat bahunya santai, tampak tak peduli.Namun, aku mulai mengernyit, “Felix, jangan asal bica

  • Diriku Seutuhnya   Bab 7

    “Sayang, dengarkan aku dulu.”Celine memohon dengan panik, “Aku dan anak kita nggak bisa hidup tanpamu. Meskipun marah padaku, kamu nggak seharusnya membenci anak kita!”“Kalau Nana benar-benar mencintaimu, seharusnya dia bisa menerima anak ini seperti anaknya sendiri! Dia sendiri nggak bisa hamil, kamu lupa?! Lagipula, dia juga yang merusak pesta ulang tahun Harris, membuat kamu dan dia dipermalukan di depan banyak orang! Dia sudah sejahat itu, kamu masih….”Melihat wajah Felix yang membeku seperti es, suara Celine semakin lama semakin pelan.“Aku rasa kamu sudah lupa diri.”Felix merapikan lengan bajunya. Hari ini, dia sengaja memakai manset kemeja pemberian Nana, bukan dari Celine. Seolah sedang menyiratkan sesuatu. “Celine, dulu aku mengira kamu hanya agak manja, jadi aku selalu membiarkan apa pun yang kamu lakukan, pura-pura nggak lihat.”“Benar yang kamu bilang. Nana memang nggak bisa hamil, itu sebabnya aku mencari kamu. Karena anak dalam kandunganmu yang aku inginkan. Tapi, ka

  • Diriku Seutuhnya   Bab 6

    Menghadapi pertanyaan tajam Harris, Felix menekan bibirnya, lalu menjelaskan,“Belakangan ini Nana sibuk menyiapkan sesuatu, sampai kecapekan dan membuat asmanya kambuh. Dia benar-benar kecapekan, jadi aku menyuruhnya untuk istirahat dulu.”Harris menoleh ke arah Celine yang sedang berbincang dengan orang lain tak jauh dari sana. Tatapannya tajam, seolah peka dengan segalanya.Dua jam pun berlalu.Para anggota keluarga sudah selesai memberi salam dan hadiah. Felix menatap layar ponselnya yang penuh pesan belum terbaca dan semakin kuat rasa gelisah di hatinya.Dengan alasan keluar untuk merokok, Felix berjalan ke balkon dan mencoba menelepon Nana. Namun, yang dia dapat hanyalah suara operator berulang kali.Jantungnya mencelos. Dia mencoba menelepon lagi, tetap mendapat jawaban dingin yang sama.Dirinya diblokir.“Sialan!” Felix meninju dinding dengan keras.Sementara itu, di dalam aula pesta yang mewah, seorang anak buah datang menyerahkan tiga buah hadiah.Di bawah tatapan penasaran

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status