Share

Kedatangan Calon Istri Kedua

Author: Julya Cancer
last update Last Updated: 2025-01-06 10:35:27

"Ini Anita, anak dari almarhumah tante Ratih. Kamu masih ingat, kan, Mas sama dia? Anita ini teman kecil kamu dulu, loh."

Aku menatap sendu wanita yang duduk di samping ibu. Tak kusangka, ibu akan membawanya ke rumah kami secepat ini. Wanita itu begitu cantik. Tubuhnya ramping, rambut hitamnya panjang terurai dengan poni menghiasi dahinya, bulu matanya lentik dan kedua pipinya memiliki lesung pipit. Benar-benar definis cantik sekaligus manis di saat bersamaan.

Seolah tahu apa yang kurasakan, Mas Damian tiba-tiba mengambil tangan kananku dan menggenggamnya. Aku menoleh padanya, mendapati dirinya tersenyum kecil padaku dengan sorot mata penuh arti. Ia seolah memintaku untuk percaya padanya.

"Mas," panggil ibu dengan tampang jengkel. Mungkin ia kesal karena penjelasannya tadi tak digubris Mas Damian. "Mas Mian, ini Anita mau kenalan, lho, sama kamu."

"Ibu bilang kami pernah berteman saat kecil, kan? Itu artinya, kami sudah saling mengenal. Jadi tidak perlu berkenalan lagi," balas Mas Damian acuh tak acuh.

"Tapi, kan, kita sudah lama tidak bertemu, Mas," sahut Anita tiba-tiba. Suaranya halus sekali. Dan tatapannya yang tertuju pada Mas Damian begitu lembut dan tersirat ketertarikan. Ia tak menatapku sama sekali. Seolah menganggapku tak ada. "Terakhir kita bertemu saat berumur sepuluh tahun. Kita dulu bertetangga, jadi sering main bersama. Tapi, sayangnya aku harus pindah ke Jogja kala itu."

"Oh." Mas Damian tampak tak tertarik. Mungkin ia sedang menjaga perasaanku juga, itu sebabnya tak mau terlalu meladeni calon istri keduanya ini.

Anita tampak kecewa dengan sikap Mas Damian. Kali ini, ia melirikku. Hanya sebentar, karena setelah itu ia menurunkan pandangannya dan menatap tanganku yang digenggam erat oleh Mas Damian.

Meski ekspresinya biasa-biasa saja, tapi aku bisa merasakan aura cemburu menguar dari dirinya. Apalagi mengingat dia ternyata teman kecil Mas Damian, bisa saja kan kalau dia ternyata memang sudah menyukai Mas Damian sejak lama? Buktinya, ia sampai rela menjadi istri kedua.

"Aku lupa memperkenalkan diri pada istri pertama Mas Damian," ucapnya tiba-tiba, dengan senyum kembali mengembang. "Mbak Airin, kan? Salam kenal, Mbak. Aku Anita."

"A-ah, iya ...." Aku bingung harus merespon seperti apa atas keramahannya padaku yang begitu tiba-tiba. Lagipula kalau dipikir-pikir, untuk apa aku bersikap ramah pada calon maduku?

"Semoga kita bisa akur, ya, Mbak, ke depannya."

Apa katanya?

Aku sontak saja mengernyitkan dahi. Yakin sekali wanita ini akan dinikahi Mas Damian sampai berkata begitu padaku.

"Airin, ayo ikut Ibu dulu. Biarkan Damian dan Anita bicara berdua. Mereka butuh privasi untuk mengenal lebih dalam," celetuk ibu membuatku melebarkan mata. Tidak ... aku tidak mau meninggalkan Mas Damian berdua dengan wanita ini.

"Biarkan Airin di sini, Bu," sahut Mas Damian, semakin mengeratkan genggamannya pada tanganku.

"Tidak bisa begitu—"

"Biarkan istriku di sini atau aku tidak akan mau bicara dengan dia." Mas Damian menunjuk Anita begitu saja membuat wanita itu terkejut.

Baru kali ini Mas Damian menyanggah ucapan ibunya. Mungkin ia masih sensitif karena aku kemarin mengatakan akan pergi darinya. Oleh sebab itu, kini Mas Damian tidak membiarkan diriku berjauhan darinya sedikit pun.

Ah, seandainya dia bisa sekalian menolak pernikahan kedua ini.

"Tidak apa-apa, Tante. Biarkan saja Mbak Airin di sini. Dia istri pertama Mas Damian, dia juga berhak ikut dalam pembicaraan ini," timpal Anita, terlihat penuh sopan santun.

"Baiklah kalau begitu. Damian, bicaralah yang banyak dengan Anita. Dan kamu, Airin, cukup menyimak saja. Jangan mengusik mereka. Ibu mau ke dapur dulu."

Aku hanya diam dengan kepala tertunduk. Kenapa ibu seperti ini? Kenapa sekarang ia begitu tega padaku? Apa dia sudah tidak menganggapku sebagai menantunya lagi?

"Ai ...." Mas Damian tiba-tiba meraih wajahku membuatku menoleh padanya. "Kamu baik-baik aja, Sayang?"

"Menurut, Mas?" Aku menghembuskan napas lelah. "Memangnya aku bisa baik-baik saja dalam situasi ini?"

"Maafkan Mas, Sayang. Kamu lelah? Ingin istirahat di kamar saja?"

"Mas," sela Anita, "mbak Airin lagi sakit? Sakit apa, Mas?"

Aku kembali mengerutkan dahi melihat sikap wanita ini. Entah kenapa, aku merasa sangat tidak menyukainya.

"Mbak, aku sebenarnya seorang perawat, lho. Mbak mau aku periksa?"

"Tidak perlu. Kamu tidak akan bisa menyembuhkanku. Lagipula, rasa sakitku ini berasal dari kedatanganmu di rumah ini," jawabku ketus. Meski begitu, Anita tetap mempertahankan senyumnya. "Maaf jika kedatanganku di sini membuatmu terganggu, Mbak. Aku hanya ingin membantu."

"Membantu katamu?"

"Iya. Aku hanya ingin mewujudkan impian Mas Damian dan ibunya. Selain itu aku juga bermaksud membantu Mbak Airin sebenarnya."

Aku berdecih mendengarnya. Meski diucapkan dengan suara halus dan lembut, aku tahu ia bermaksud menyindirku.

"Anita, bisakah kamu menolak permintaan Ibu untuk menjadi istri keduaku? Aku tidak bisa menikahimu. Aku tidak butuh istri kedua," ujar Mas Damian membuatku mereka dibela olehnya.

"Tapi, Mas ...."

"Lagipula, kenapa kamu mau menjadi istri kedua? Kamu bisa mendapatkan pria lain di luar sana. Yang belum beristri tentunya."

"Aku hanya ingin membantu Tante Arum, Mas. Aku mengenal baik ibumu sejak kecil. Saat beliau meminta bantuan dan menceritakan keadaanmu, aku merasa ikut sedih dan tidak tega untuk menolak permintaannya."

Lagi, aku berdecih pelan mendengar balasan Anita. Kenapa ia bisa berucap semudah itu? Ia pikir bantuan macam apa yang dilakukannya saat ini? Bantuan untuk meruntuhkan rumah tanggaku?

Tidak masuk akal sekali wanita cantik dan berpendidikan sepertinya mau menjadi istri kedua dengan alasan ingin membantu suami yang memiliki istri mandul. Satu-satunya alasan yang masuk akal adalah ia memang sudah mengincar Mas Damian sejak lama.

"Aku tidak butuh bantuan apa pun, Anita. Aku sudah cukup bahagia sekarang bersama dengan istriku, Airin. Kami tidak butuh apa-apa lagi."

Anita terdiam beberapa saat. Tampak kalah telak karena maksud baiknya ditolak mentah-mentah. Namun, ia tentu masih memiliki senjata ampuh. "Kalau begitu bilang saja pada ibumu, Mas. Aku tak enak hati jika harus menolak permintaan beliau. Kamu saja yang memberitahunya jika memang tidak menginginkan istri kedua," tegas Anita, "tapi kamu perlu tau, Mas, betapa ibumu menginginkan cucu darimu. Beliau selalu bercerita jika ia menginginkan kamu bahagia sebagai seorang ayah. Tante Arum sungguh putus asa saat tahu istrimu mandul."

Aku sontak kembali menatap Anita dengan tatapan tak bersahabat. Seandainya wanita ini tahu kalau rahimku sehat dan subur, ia pasti akan malu karena sindiran halusnya itu salah besar!

Melihat Mas Damian terdiam dengan kepala tertunduk, Anita tersenyum dan kembali berbicara, "Tenang saja, Mas. Aku hanya ingin membantu. Aku tidak akan mengambil posisi Mbak Airin atau meminta hak-hak yang sama sebagai istri kedua. Aku hanya ingin ibumu yang sudah kuanggap seperti ibu sendiri bahagia."

"Baiklah—"

"Mas!" tegurku cepat.

"Airin, kamu ingat, kan, ucapan Mas kemarin? Jangan khawatir, Sayang. Ini tidak akan berlangsung lama."

"Tapi, Mas ...."

"Tolong mengertilah, Ai. Mas mohon. Mas berjanji akan menyelesaikannya secepatnya. Lalu kita akan kembali seperti dulu."

Aku mendengus kasar dan membuang pandanganku ke arah lain. Mas Damian menganggapnya sebagai persetujuanku. Suamiku itu lalu kembali menatap wanita di depan kami.

"Baiklah, saya akan menyetujuinya. Tapi, saya peringatkan lebih dulu kalau kamu tidak akan mendapatkan perlakuan seperti Airin. Kamu bahkan mungkin tidak akan saya anggap istri nanti. Jadi, daripada menyesal nanti, kamu bisa mengundurkan diri sekarang juga."

"Aku tidak akan mundur, Mas. Aku akan menerimanya dengan ikhlas."

Cih. Sungguh wanita ini sangat pandai berpura-pura baik.

"Pernikahan kita akan dilakukan secara tertutup dan hanya mengundang beberapa kerabat saja. Tolong jangan mengharapkan apa pun karena saya tidak mau orang luar mengetahui pernikahan kedua saya ini."

"Baik, Mas. Aku mengerti."

Sudah kuduga ... wanita ini memang menyukai—ah, bahkan sepertinya ia mencintai Mas Damian. Jika tidak, mana ada wanita yang mau menjadi istri kedua dengan segala peringatan yang diucapkan Mas Damian tadi? Tidak menguntungkan sama sekali. Justru malah merugikan.

"Tapi, Mas, aku boleh meminta satu? Satu saja. Dan aku akan menuruti semua syarat dari Mas Damian tadi."

"Apa?"

"Tujuh hari dalam seminggu, tolong luangkan waktumu satu atau dua hari khusus untukku," pintanya, membuatku terbelalak.

"Untuk apa aku melakukan itu?"

"Kita harus membuat anak kalau kamu lupa," jawab Anita enteng.

Frontal sekali wanita ini! Aku sudah ingin membalas ucapannya, tapi Mas Damian tiba-tiba semakin mengeratkan genggaman tangannya seolah memintaku untuk bersabar.

"Baiklah. Tapi hanya satu hari dalam seminggu. Selain itu, jangan coba-coba mengganggu saya dan Airin," pungkas Mas Damian yang langsung diangguki Anita.

Walaupun hanya satu hari dalam seminggu, aku tetap tidak rela suamiku menghabiskan waktu dengan wanita ini. Membayangkannya saja sudah membuatku panas, apalagi jika itu benar-benar terjadi nanti.

Lantas aku menepis tangan Mas Damian dan bangkit dari sofa. Setelah itu, aku langsung beranjak pergi meninggalkan mereka. Meski Mas Damian terus memanggil-manggil namaku, aku tak mempedulikannya. Hatiku begitu sakit menyaksikan suamiku dan calon istri keduanya merencanakan pernikahan mereka nanti. Jadi kuputuskan untuk pergi saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Disakiti Suami Mandul, Dicintai Agen Rahasia   Kelepasan

    "Dengan pria ini lagi, huh? Sebenarnya, apa hubunganmu dengannya? Dia ini benar-benar wali muridmu atau malah selingkuhanmu?"Panik. Itulah yang kurasakan sekarang. Mas Damian yang tiba-tiba berdiri di samping meja kami dengan ekspresi menahan emosi sudah berhasil membuatku menahan napas. Belum lagi pertanyaan menusuknya itu.Namun, belum lagi aku membuka mulut untuk menangkis tuduhannya itu, pak Daniel lebih dulu menyahut, "Jangan terburu-buru mengambil kesimpulan. Anda salah paham."Pak Daniel tidak akan asal-asalan berbicara seperti waktu itu, 'kan?"Salah paham, huh? Dulu kalian menginap bersama di hotel. Sekarang makan berduaan di sini. Kalian ingin mengelak bagaimana lagi?" Mas Damian tampak geram. Sebelum amarah suamiku itu meledak di tempat umum, aku segera bangkit dari tempat duduk dan ingin meraih tangannya. Namun, tangannya yang satunya lebih dulu diraih Anita. Ah, aku bahkan baru menyadari Anita ada di belakang Mas Damian."Mas, sudahlah. Ayo pergi saja. Kita di sini ingin

  • Disakiti Suami Mandul, Dicintai Agen Rahasia   Terciduk?

    Jam baru menunjukkan pukul lima subuh ketika aku berdiri di balkon kamar menatap awan dan alam saling menyentuh. Kabut cukup tebal karena tadi malam hujan deras dan baru reda satu jam yang lalu. Udara begitu dingin. Aku memeluk tubuh yang hanya memakai gaun tidur berbahan satin tanpa lengan. Aku sedikit menggigil, namun ketenangan yang kudapatkan membuatku tetap bertahan di sana.Belakangan ini pikiranku begitu kacau. Aku sering merasa aneh pada perasaanku sendiri yang tak bisa konsisten. Sering kali aku juga meragukan keputusan besar yang kuambil belakangan ini. Ya, apalagi kalau bukan tentang tetap bertahan dengan Mas Damian.Ah, baru saja memikirkannya, suamiku itu tiba-tiba saja sudah berdiri di belakangku. Lengan kekarnya yang memelukku membuatku merasakan kehangatan. Tubuhku perlahan berhenti menggigil kedinginan."Ai, kenapa berdiri di sini? Udaranya dingin, Sayang," bisiknya lirih. Suaranya terdengar serak dan sepertinya ia masih setengah mengantuk. "Mas lanjut tidur saja. A

  • Disakiti Suami Mandul, Dicintai Agen Rahasia   Peringatan

    "Eca?" panggilku kala melihat seorang anak dengan rambut dikuncir kuda tengah berjongkok di depan gerbang TK. Ia tak menoleh karena sibuk melamun dengan menatap tanah. Aku pun segera menghampiri dan menyentuh pundaknya."Eca, kenapa jongkok di sini, Sayang?" Anak itu akhirnya mendongak dan menatapku. Aku pun segera membantunya bangun. "Ayo duduk di bangku sana saja," ajakku, menariknya lembut ke arah bangku yang disediakan. Aku tak perlu lagi bertanya alasan anak itu masih belum pulang. Wajah mendungnya sudah menjelaskan bahwa ayahnya lagi-lagi telat menjemput. "Sebentar, ya ... mungkin papanya Eca masih di jalan," hiburku sambil merapikan poni anak didikku itu. "Bu Guru akan temani sampai papanya Eca datang. Sekarang Eca lapar tidak? Mau makan dulu?" Anak itu hanya menggeleng sebagai jawaban."Umm ... atau Eca haus? Mau Bu Guru belikan minuman?" pertanyaanku itu lagi-lagi hanya dibalas gelengan kepala olehnya. Merasa Eca sedang tak ingin diajak bicara, akhirnya aku pun memilih bun

  • Disakiti Suami Mandul, Dicintai Agen Rahasia   Bujuk rayu

    Setelah kejadian tadi, aku tak kunjung bangun dari ranjang. Aku memilih berdiam diri di dalam selimut. Berpura-pura tidur setiap kali Mas Damian memanggil dan membujuk agar aku berhenti merajuk.Bagaimanapun juga, perlakuannya tadi sudah sangat keterlaluan. Leherku bahkan masih terasa perih. Aku yakin akan ada jejak kemerahan bekas cekikannya di sana. Belum lagi, aku masih merasa sangat ngilu. Apa ini sudah bisa kusebut tindak kekerasan dalam rumah tangga? Ia seolah ingin membunuhku tadi. Jujur saja, aku bahkan masih sedikit takut padanya. Baru kali ini Mas Damian mengamuk sampai menyakitiku."Airin." Mas Damian memanggil lagi setelah sebelumnya pergi ke kamar mandi. Sepertinya ia sudah selesai membersihkan diri.Merasakan guncangan di ranjang, aku pun semakin mengeratkan peganganku pada selimut. Saat Mas Damian mencondongkan tubuhnya untuk melihat wajahku, aku lantas segera menutup kedua mata rapat-rapat."Ai ...."Tubuhku menegang saat ia berbisik tepat di depan telingaku. Jantungku

  • Disakiti Suami Mandul, Dicintai Agen Rahasia   Kemarahan Damian

    "Mas." Anita menyambut Damian yang baru keluar dari kamar mandi. Wanita itu tersenyum manis melihat tubuh kekar suaminya yang masih basah karena bulir-bulir air masih berjatuhan dari rambutnya. "Mau aku bantu keringkan rambut Mas Mian?""Tidak perlu," tolak Damian begitu saja. Pria itu juga langsung berjalan melewati Anita dan mengambil baju di lemari. Tampak tak mempedulikan keberadaan Anita."Tapi rambut kamu masih basah, Mas. Ayo, biar ku bantu keringkan." Anita kembali menawarkan bantuan. Tapi, Damian malah bertanya hal lain, "Airin sudah pulang?"Ekspresi Anita berubah, namun ia berusaha untuk bersikap biasa-biasa saja. "Tidak tahu, Mas. Tapi sepertinya belum.""Ah, dia pasti sangat marah hingga bermalam di hotel. Aku harus segera menjemputnya," gumam Damian penuh keresahan. Pria itu memilih asal pakaiannya dan segera dibawa menuju kamar mandi."Kenapa masuk ke kamar mandi lagi, Mas?""Kamu tidak lihat? Aku ingin mengenakan pakaian.""Astaga, di sini saja, Mas. Kita 'kan sudah me

  • Disakiti Suami Mandul, Dicintai Agen Rahasia   Pernikahan Suamiku

    Hari ini adalah hari pernikahan Mas Damian dan Anita. Ya, pernikahan yang tidak kuharapkan itu benar-benar terjadi meski aku sudah bersusah payah melakukan berbagai cara untuk membatalkannya. Tapi, ibu mertuaku yang selalu teguh pada pendirian itu tetap memaksa melaksanakan pernikahan kedua putranya bagaimanpun keadaannya. Bahkan, jika aku tengah jatuh sakit seperti ini sekalipun.Hatiku berdenyut nyeri melihat Mas Damian dengan pakaian rapinya duduk berdampingan dengan wanita lain selain diriku. Teringat dulu aku lah yang duduk di sana, di tempat Anita. Memakai kebaya putih dan tersenyum gugup melihat Mas Damian mengucapkan ijab kabul. Tapi sekarang, posisiku itu telah digantikan oleh wanita baru.Anita ... wanita itu tampak benar-benar bahagia di samping Mas Damian. Ia seolah tidak mempedulikan statusnya yang hanya menjadi istri kedua dan pernikahan ini yang hanya pernikahan siri. Anita tampak terus menatap Mas Damian dengan tatapan mendamba seolah merasa Mas Damian akan menjadi mil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status