Share

bab 4

"Ehhh kok kamu, mau ngapain kesini? Ini bagian saya, pergi sana!" Ternyata aku bebarengan dengan wak Jeni, yaampun sebenarnya aku malas berdebat, tapi apa boleh buat?

"Maaf wak, para pengontrak juga sudah tau, kalo kontrakan ini bagian bapak, punya uwak kan di depan," jelasku dengan nada sabar sambil menunjuk ke arah kontrakan wak Jeni.

"Ya gabisa gitu dong, bapakmu kan sudah memberikan perintah kepada uwak untuk mengurus kontrakan ini, kok kamu main ambil alih, memang nya siapa kamu?" Hahaha lucu sekali wak Jeni ini, sudah jelas kan aku ini anak bapak.

"Aku? Aku anak nya lah, bapak sudah menyuruhku untuk menagih kontrakan, karena kata bapa, uang dari para pengontrak tidak pernah sampai ke tangan bapak!" jelasku dengan nada naik 1 oktaf.

"Wah masa iya mbak sil ga di sampaikan? Betul-betul tidak amanah ya Bu Jeni ini!" tiba-tiba saja salah satu pengontrak ikut nimbrung pada perdebatan kami.

Aku melihat wajah wak Jeni merah padam, entah menahan malu, marah atau ingin buang air besar, aku tidak mengerti, yang jelas wajah wak Jeni sangat lucu sekarang.

"Iya Bu, ke depan nya jangan pernah memberikan uang kontrakan kepada siapa pun, kecuali anak-anak bapak ataupun emak, meskipun orang itu mengaku saudara atau adiknya bapak, jangan pernah ibu kasihkan ya, konsekuensinya kalau ibu memberikan uang kontrakan kepada orang lain, ibu akan tetap saya tagih," aku sedikit memberikan pengarahan kepada pengontrak di sini.

"Heii, aku bukan orang lain, aku adik bapakmu!" Sentak wak Jeni padaku.

"Tumben ngakuin bapak? Biasanya ogah-ogahan karena malu punya kakak miskin, tapi ternyata sang adik memakan harta kakak nya yang miskin itu," ujarku menyeringai, wak Jeni langsung pergi begitu saja.

"Terimakasih ya Bu, inget ucapan saya tadi ya, jangan sampai salah," aku pun lalu pamit undur diri meninggalkan wak Jeni yang sedang emosi.

Sebenarnya kakek dan neneku orang yang cukup terpandang di daerah sini, emak Dan Abah aku juga mewariskan masing-masing 10 kamar kontrakan kepada anak-anaknya rata, belum lagi rumah yang sekarang anak-anak nya tempati juga warisan dari Abah.

Tapi mungkin nasib tidak terlalu berpihak kepada bapakku, wak Jeni menikah dengan seorang tentara dan paman Adit menjadi PNS di daerah sini, makanya hidup mereka cukup makmur dibanding kehidupan keluarga kami.

Bapak pernah bercerita, bahwa hampir semua biaya sekolah pamanku itu di tanggung oleh bapak, namun entah bagaimana didikan kakek dan nenekku sampai adik dan kakak bapa begitu semena-mena terhadap bapak, tidak tahu malu.

*****

Setelah beres menagih uang kontrakan, aku bergegas pulang kerumah, tapi sebelum pulang kerumah aku menyempatkan diri dulu untuk belanja kebutuhan ke indoapril.

Saat aku sampai di depan pintu rumah, aku melihat ibu dan uwak Jeni sedang berebut sesuatu dalam keresek, sampai akhirnya aku melihat emak sedikit tersentak ke belakang karena dorongan dari wak Jeni.

"Wak, apa-apaan hah! Kenapa dorong emak kaya gitu!" sentaku tidak terima, jika kalian jadi aku, aku juga yakin kalian akan melakukan hal yang sama bukan? Karena bagiku, emak harga mati.

"emak mu yang miskin ini belagu, aku hanya meminta beras 2kg saja malah tidak boleh, cuma 2kg loh!" Jawab wak Jeni menggebu sambil menunjuk-nunjuk wajah emak.

"Kalau 2kg menurut uwak kecil, kenapa harus meminta? Mengapa harus mendorong emakku!" Aku berteriak sangat keras, terlihat wajah Wak Jeni yang sedikit takut, namun ia berusaha menguasai diri.

"U-uwak gaada uang kecil, kalo beli kewarung kembalian nya malah di nanti-nanti, dan akhinya lupa dan jadi sedekah deh, udah lah Siti, kamu itu gausah lebay, biasanya juga gapapa aku ambil barang-barangmu!" ucap sinis wak Jeni sambil berlalu di hadapan kami, dia terlihat takut kepadaku.

Aku yang tidak terima langsung menyusul wak Jeni keluar rumah.

Aku merebut beras itu, tarik-tarikan pun tidak terhindarkan, sampai...

"Maling maling!" wak Jeni meneriaki ku maling, aku kaget tidak menyangka wak Jeni akan senekad ini, spontan aku langsung melepas beras yang ada di keresek, akhirnya beras itu jadi berhamburan dijalan.

Para tetangga pun mulai berdatangan ke depan rumahku.

"Ada apa ini bu Jeni? Mana malingnya?" tanya seorang bapak menghampiri kami.

"Ini dia malingnya!* tunjuk wak Jeni pada wajahku.

Aku menangkap jarinya dan meremasnya dengan kencanng.

"Aughhhh si*lan," pekik Wak Jani kesakitan.

"Jangan ngomong sembarangan ya wak, uwak ada di depan rumahku dan merampas beras dirumah, jangan memutar balikan fakta ya Wak!" Aku tidak terima di fitnah seperti ini, aku balik menyerang wak Jeni.

"Warga disini gaakan percaya apa yang kamu omongkan, aku dan keluargamu itu beda kasta, kamu hanya gadis miskin yang jadi lonet di ibu kota saja belagu!" hina Wak Jeni padaku.

Plak

Plak

"Teh Jeni! jaga ucapan teteh, Sisil itu anakku!" semua mata tertuju pada suara bariton bapak, entah darimana munculnya Aku pun tidak tahu.

wak Jeni memegang pipinya yang nampak memerah karena tamparan bapak.

"Ka-kamu? berani menamparku!" teriak Wak Jeni tidak terima.

"Iya, teteh harus di beri pelajaran agar bisa menjaga lisan agar tidak mudah memfitnah orang lain!" ucap bapak lantang.

"Anakmu ini sudah kurang ajar merebut beras yang ada di tanganku, padahal biasanya kamu dan istrimu selalu memberi apa yang aku bawa di dalam rumahmu!" Opsss, wak Jeni keceplosan sepertinya.

"Ohh jadi Bu Jeni yang bawa beras di dalam rumah pa Anas? Jadi maling teriak maling dong!" Kasak-kusuk suara tetangga mulai terdengar, wak Jeni yang menyadari kesalahannya dalam berbicara, langsung pergi bergegas begitu saja sambil menangis meninggalkan Kami.

"huuu dasar tidak tahu malu, masa maling teriak maling!" ucap warga serempak.

"Sudah semuanya bubar!" Bapak pun mengusir para tetangga yang kepo dengan kejadian ini.

lalu kami masuk ke dalam rumah, bapak pun duduk di ruang tamu, terlihat gurat wajah sesal karna sudah menampar kakaknya.

"Pak," ucap emak menghampiri.

"Bapak sama sekali tidak menyesal telah menampar teh Jeni, dia sudah sangat keterlaluan, bapak mana yang tega atau membiarkan anaknya dihina terang-terangan seperti itu depan banyak orang, justru bapak akan sangat merasa berdosa ketika bapak tidak memberikan pelajaran pada teh Jeni," seperti bisa membaca pikiran ibu, bapak langsung menyanggah pemikiran ibu.

Brak

Brak

Brak

Seseorang menggedor pintu rumah sangat kencang, akhirnya Rifki berinisiatif untuk membuka pintu.

Baru saja Rifki membuka pintu, tiba-tiba datang wak Komar suami wak Jeni yang langsung mengangkat kerah baju Rifki, lalu menghempaskan nya begitu saja.

Bugh

Rifki yang sudah tumbuh dewasa jelas tidak terima diperlakukan seperti itu oleh orang lain, secara spontan Rifki langsung memukul wajah wak Komar.

"Anda mau apa datang kemari hah!" teriak Rifki dengan lantang, bapak yang tidak ingin terjadi sesuatu yang semakin parah, langsung menyeret Rifki untuk menjauh dari wak Komar.

"Berani-beraninya kamu Anas menampar istriku! Kamu pikir kamu siapa ha? Keluarga ku merasa dilecehkan ditampar dan dipermalukan oleh keluarga rendahan seperti keluargamu didepan banyak orang!" bentak Wak Komar pada bapak.

"Apa kamu akan diam saja ketika anakmu dihina dan difitnah menjadi wanita panggilan oleh seseorang?" jawab bapak tenang menguasai emosi.

"Anakku tidak akan mungkin mendapatkan fitnahan seperti itu, karena orang yang akan memitnah nya pun pasti melihat derajat keluarganya terlebih dahulu, tidak seperti anakmu ini, ceritanya pergi merantau ke kota, tidak lama memiliki uang yang cukup banyak, pantas saja orang-orang menganggap bahwa anakmu itu menjadi wanita panggilan!" cibir Wak Komar.

"Jika memang uwak merasa kaya dan terpandang, coba tanyakan kepada Septian, berapa hutangnya kepada pinjaman online, jangan sampai mengaku kaya tapi nyatanya anak banyak hutang!" Aku tidak mau kalah, jelas aku tidak terima, karena apa yang diucapkan uwak Komar itu fitnah, dan apa yang aku ucapkan itu adalah fakta, karena ternyata Septian beserta Susi itu sama tukang pinjol.

Seperti tidak terima dengan ucapanku, yang semula wak Komar ada di depan pintu, bergegas dia menghampiriku dan mengayunkan tangannya mengarah ke pipiku.

Untung saja Rifki dengan siaga memegang tangan wak Komar dan memelintir nya kebelakang, Rifki di sekolahnya dulu mengikuti ekskul karate dan sudah sabuk hitam, meskipun basic wak Komar adalah tentara, namun jelas dari segi tenaga menang Rifki, karena Rifki masih muda.

"Pergi, keluar atau akan kupatahkan tangan Wak ini!" Rifki mengusir Wak Komar dengan kasar, sambil menyeret nya keluar pintu.

Bugh

Setelah berhasil menyeret Wak Komar, Rifki menutup pintu dengan sangat kencang.

"Beres, pengganggu sudah di usir!" ucap Rifki sambil tersenyum.

setelah situasi kondusif, akupun memasuki kamar untuk rebahan, rasanya lelah sekali hari ini.

"teh, teteh liat deh!" Lisa bergegas masuk kedalam kamarku.

"Apasih Lisa, kalo masuk kamar orang itu ya ketuk pintu dulu!" titahku pada Lisa.

"Heheh maaf teh hehe, aku rusuh soalnya!"

Lalu Lisa memperlihatkan gawainya padaku, Aku terperanjat kaget melihat video yang Lisa putar.

Terlihat Septian sedang berjoget tik-tik menggunakan hot pants dan juga tantop merah muda.

"Astaga ini beneran Septian?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status