Share

BAB 7

last update Last Updated: 2022-10-19 23:04:05

Hari mungkin sudah sangat malam. Namun aku tak tahu jam berapa ini. Aku sedang menggendong Melina yang terlihat sudah mulai mengantuk. Sementara Nurul sejak tadi sudah tidur sambil menahan lapar. Aku benar-benar menyesal karena tadi tak sempat mengambil makanan dari dapur.

Keadaan rumah terasa sangat sepi. Redy belum pulang sejak tadi dua orang yang kutebak adalah temannya menjemput.

Saat tadi siang ada yang datang ke sini, aku tak berani bersuara, apalagi berteriak. Awalnya ku pikir akan meminta pertolongan dengan membuat suara bising. Namun setelah menimbang lagi, hal itu sangat berisiko. Bagaimanapun, aku tak tahu siapa yang datang. Bisa saja mereka adalah komplotan Redy. Kalau aku berbuat macam-macam, aku takut nyawaku dan anak-anakku terancam.

Aku akan berpikir sendiri bagaimana caranya agar bisa keluar dari masalah ini. Aku akan tetap pada rencana semula, yaitu mendekati Redy, mendapatkan kepercayaannya dan membalas dendam.

“Ma, lapar. Nurul boleh makan biskuitnya sekeping lagi?” suara Nurul mengagetkanku.

“Kamu udah bangun, Rul?”

“Nggak bisa tidur nyenyak Ma. Lapar.” Katanya sambil mengusap perut.

“Maaf ya Rul, tadi Mama benar-benar lupa mau bawa nasi. Ada orang yang tiba-tiba datang waktu Mama lagi kerja. Kalau mau makan biskuitnya ambil aja,” kataku.

“Nggak apa Ma. Bukan salah Mama. Aku ambil ya biskuitnya?”

Aku mengangguk dan tersenyum. Tak lama kudengar suara langkah kaki mendekat. Sepertinya Redy sudah datang.

“Keluarlah!” Redy memerintah begitu pintu terbuka.

Aku berdiri dan berjalan mendekatinya. Ia langsung menutup dan mengunci pintu. Kuikuti dia dari belakang dan kami berhenti di dekat meja makan.

“Bawa semua makanan ini ke kamar,” katanya, membuatku terkejut. Tak percaya dengan apa yang kudengar.

“Kenapa Bang?” tanyaku agak takut. Makanan yang tadi pagi kumasak ini masih banyak. Kenapa dia memberikan semua untukku? Apa ada tujuan tertentu? Atau makanan ini sudah diracuni?

“Bawa aja semua. Jangan banyak tanya. Aku udah makan tadi di luar. Dan sekarang aku mau pergi, ada urusan. Dari pada ini semua basi dan dibuang, lebih baik kau makan. Atau kau lebih memilih untuk membuang semua makanan ini?”

Aku menggeleng cepat. Ini rezeki nomplok bagiku hari ini. Tanpa membuang waktu cepat kubawa semuanya dan masuk ke dalam kamar hanya dengan sekali jalan.

“Bang Redy... Makasih,” kataku, saat ia hendak menutup pintu. Ia terlihat senang mendengar ucapan terima kasih dariku yang mungkin terdengar tulus di telinganya.

***

Aku mencoret dinding kamar yang berwarna putih ini dengan sebuah paku. Sudah ada sebanyak 43 tanda garis, artinya aku dan anak-anakku sudah disekap selama sebulan lebih, hampir dua bulan.

Redy mulai melunak pada kami. Tak ada lagi penyiksaan seperti pertama dulu. Kami pun mulai bisa makan dengan baik sejak aku menawarkan diri untuk memasak dan membersihkan rumahnya.

Aku sudah membaca situasi sekitar. Sepertinya tak akan mudah untuk melarikan diri dari sini. Selain karena semua jendela yang dipaku luar dalam, tempat ini juga sangat sepi dan dikelilingi hutan yang mengerikan. Aku tak akan bisa kabur di siang hari, karena Redy hampir tak pernah keluar sebelum gelap. Sementara aku takut kalau melarikan diri di malam hari. Kegelapan malam dan kemungkinan adanya ular atau binatang buas yang lain membuatku berpikir seribu kali untuk membawa kedua anakku.

Satu-satunya jalan, aku harus mencari pertolongan orang lain ataupun kami harus pindah dari sini. Tapi aku masih belum memikirkan bagaimana caranya.

“Ma, kayaknya Om itu datang lagi,” kata Nurul, membuyarkan segala pikiran yang sejak tadi datang silih berganti dalam kepalaku.

Aku memasang telinga. Memang benar, terdengar suara langkah yang mendekat. Redy pasti datang untuk menyuruhku memasak. Maka aku pun bersiap, karena ini adalah hal yang rutin kulakukan sejak beberapa hari yang lalu.

“Hari ini masak apa Ma?” tanya Nurul setengah berbisik.

“Ada deh, kejutan,” godaku. Nurul tersenyum senang. Dia bilang, sejak aku diizinkan untuk memasak, hal yang paling ditunggunya setiap hari adalah saat aku kembali dan membawa sepiring nasi beserta lauk dan sayurnya.

Begitu Redy membuka pintu aku sudah berada di dekatnya. Jadi tanpa perlu banyak bicara aku langsung keluar dan menuju dapur, menjalankan tugasku setiap hari. Memasak dan membersihkan rumah.

“Bang, aku nggak boleh nyuci baju Abang yang kotor?” tanyaku.

“Nggak usah. Aku udah bilang, aku nggak suka bajuku dipegang orang,” katanya dingin.

“Tapi, kulihat baju Abang udah banyak yang kotor. Dan kayaknya Abang belum sempat nyucinya. Nanti Abang nggak punya baju bersih,” kataku lagi, sok peduli. Padahal aku hanya berusaha menarik perhatiannya.

Dia menatapku dengan pandangan aneh. Rambutnya yang semakin panjang dengan jambang yang agak lebat membuat wajahnya terlihat menakutkan. Aku jadi menyesal bicara seperti tadi. Takut dia marah karena aku terlalu cerewet.

“Kerjaanmu udah selesai semua?” tanyanya.

Aku mengangguk. “Udah Bang.”

“Udah nyapu ngepel dan beresin dapur?”

“Udah semua Bang.”

Dia diam sejenak. Kemudian berdiri dan berkata,” ikut aku!”

Aku mengekor langkahnya yang lumayan cepat. Dia membawaku pada satu kamar terkunci yang belum pernah kumasuki. Aku gemetar. Kamar ini gelap dan dingin sekali. Kenapa dia mengajakku ke sini? Jangan-jangan dia mau melecehkanku lagi? Ah, aku harus gimana?

“Ayo masuk sini!” bentaknya mengagetkanku. Mau tak mau aku masuk, meski dengan lutut yang agak gemetaran.

Dia menghidupkan lampu. Kulihat ia berdiri di dekat tumpukan benda yang kukenal. Itu adalah tiga buah tas yang kemarin kupakai saat lari dari rumah!

“Pilihlah!” perintahnya. Tapi aku tak mengerti apa yang dia maksud. Memangnya apa yang harus kupilih?

“Maksud Abang...?”

“Pilih beberapa barang yang ada di dalam tiga tas milikmu ini. Yang penting aja, jangan semua.”

Aku mengangguk. Cepat kuambil beberapa helai pakaian yang bagus dan nyaman milikku. Tak lupa kubawakan untuk Nurul dan Melina. Aku begitu antusias dan senang. Namun sebuah barang kecil yang kemudian kutemukan di antara lipatan baju membuat tubuhku seketika membeku. Mataku panas karena mendadak terasa ada cairan yang sama sekali tak kutahu akan keluar begitu saja.

“Kenapa diam?” tanya Redy. “Kalau udah, cepat kembali ke kamar!”

“Boleh kubawa barang ini Bang?” tanyaku dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Sebuah robot Ultraman kesayangan Andra kutunjukkan padanya.

Redy diam. Melarang tidak, mengiyakan juga tidak.

“Kumohon...” pintaku dengan susah payah menahan tangis.

Belum sempat Redy menjawab, seseorang terdengar memanggil namanya. Kali ini suara perempuan. Redy tampak panik.

“Tunggu di sini dan jangan keluar. Mengerti?!”

Aku mengangguk. Tapi dalam hati aku tak mau berjanji.

“Lagi apa kamu? Tumben rumahmu rapi?” suara perempuan yang waktu itu terdengar lagi. Iya, aku yakin itu pasti dia.

“Kamu ngapain ke sini nggak bilang-bilang?! Harusnya kamu nelfon dulu!” suara Redy terdengar gusar.

“Kenapa? Kamu nggak suka kalau aku datang? Udah nggak mau duit, kamu?”

“Bukan gitu. Kamu seharusnya bilang dulu kalau mau ke sini. Jangan mendadak.”

“Aku ke sini mendadak karena mau kasi kabar baik tahu!”

“Apa?”

“Pernikahan aku dan Edar udah ditentukan. Nggak lama lagi.”

Aku terbelalak begitu mendengarnya. Tidak bisa! Tak bisa seperti ini. Aku akan keluar sekarang dan melihat siapa wanita itu. Setelah mengumpulkan keberanian, aku melangkah keluar, tak peduli meski nanti Redy marah dan menghajarku. Namun saat aku sampai di dekat mereka, sosok wanita yang kulihat di depanku membuat aku hampir tak percaya.

“Ella?!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Disekap Wanita Yang Menginginkan Suamiku    BAB 41

    “Ke mana kau saat kami menghilang? Kenapa kau justru menikah lagi, sementara di tempat lain aku dan anak-anakmu sedang mengalami beragam siksaan menyakitkan?”“Kau sendiri yang kabur dari rumah dengan membawa anak-anak! Kau lari dengan laki-laki lain.” Mas Edar menyanggah omonganku, tak mau disalahkan sendiri.“Aku kabur karena sudah tak tahan dengan sifatmu yang pelit. Apalagi kau malah selingkuh di belakangku. Sekarang aku tanya, apakah ada usahamu mencari kami ketika aku lari dari rumah? Adakah niatmu mencari tahu di mana keberadaan kami, meski itu hanya untuk memastikan alasanku pergi darimu? Tidak ada! Kau justru sepertinya sangat senang ketika aku dan ketiga anakmu menghilang! Seolah memang itulah yang kau harapkan, agar bisa melanjutkan hubunganmu dengan Ella dan menikahinya! Iya kan?!” Mas Edar diam, tak menjawab. Sepertinya memang apa yang aku tuduhkan semua benar adanya.“Aku pikir kau pasti akan kembali,” ujarnya lemah.“Bohong! Kalau kau pikir aku akan kembali, tak m

  • Disekap Wanita Yang Menginginkan Suamiku    BAB 40

    PoV Laras“Laras, kau ke sini?” Aku hanya tersenyum menyeringai ketika Redy tampak terkejut melihat kedatanganku. Sekilas kulihat keadaan di balik jeruji tempat ia sekarang meringkuk siang dan malam.Keadaannya begitu kotor. Dengan lantai berdebu dan hanya ada lembaran koran yang mungkin ia gunakan sebagai alas duduk dan tidur. Redy hanya sendiri di dalam ruangan kecil ini, tak ada narapidana lain yang kulihat.“Tentu saja aku harus ke sini. Aku harus memastikan kalau berita gembira dari Bang Yunan kalau kau telah ditangkap polisi itu benar adanya,” ujarku dingin.“Jadi Yunan yang telah membantumu kabur? Sudah kuduga.” Redy tertawa sekilas. “Bagaimana rasanya, Redy? Dikurung di sebuah tempat sempit, dengan ruang gerak yang sangat terbatas? Aku tak tahu apakah kau mendapatkan penyiksaan atau tidak, tapi aku harap kau dikurung di sini, jauh lebih lama dari saat kau mengurung aku dan anak-anakku.”“Aku memang pantas mendapatkannya, Laras. Aku sadar akan hal itu. Hanya saja seben

  • Disekap Wanita Yang Menginginkan Suamiku    BAB 39

    PoV Author “Bagaimana sekarang?” Yunan yang sedang mengelap darah di tangannya dengan menggunakan saputangan bertanya pada Laras. Wanita itu tampak menatap dingin ke arah tubuh Ella yang sudah tak bernyawa. Keadaan mayat wanita yang telah menikah dengan suaminya itu terlihat mengerikan, wajahnya dipenuhi darah. Sepertinya Yunan benar-benar meluapkan emosinya dengan memakai seluruh tenaga untuk menghajar bagian wajah Ella. Lelaki itu seakan tak peduli, bahwa yang dipukulinya adalah seorang wanita. Rasa dendam membuatnya gelap mata. “Kita keluar dulu. Tak lama lagi Mas Edar pasti pulang. Kita tunggu sambil bersiap menelepon polisi. Tapi sebelum itu, pastikan kalau tak ada jejak kita yang tertinggal. Sebisa mungkin semua bukti hanya menjurus pada Mas Edar.” “Kita buang ke mana barang bukti ini?” Yunan menunjukkan sebuah hiasan di kamar terbuat dari besi yang tadi ia gunakan juga untuk memukul Ella. “Tak perlu dibuang. Biarkan saja di sini.” “Tapi bukankah ada sidik jariku? Kita bis

  • Disekap Wanita Yang Menginginkan Suamiku    BAB 38

    “Mau ke mana kau, Ella? Bukankah kau sudah hidup enak di sini setelah menikah dengan orang kaya? Kenapa sepertinya kau mau melarikan diri lagi? Sudah dapat mangsa baru?”“Yunan, bagaimana kau bisa berada di sini?” aku benar-benar takut, sampai suaraku bergetar.“Tentu saja bisa, karena aku pernah bersumpah akan menemukanmu bagaimanapun caranya.”Aku meneguk ludah. Apakah kini tamat riwayatku?“Aku--- akan membayar hutangku padamu. Aku punya uangnya meski belum cukup. Tapi akan aku berikan semua padamu, Yunan. Tapi tolong jangan bunuh aku. Berikan aku kesempatan untuk mencari sisanya.” Aku memohon, semoga saja dia mau menurutiku. “Membayar hutang dan membunuhmu itu adalah dua hal yang berbeda Ella. Meski kau membayar lunas hutangmu dan menambahkan bunganya, kau akan tetap kuhabisi.” Yunan menyeringai, aku ngeri melihatnya.“Kenapa seperti itu? Bukankah kau mengejarku karena hutang? Kalau sudah dibayar, seharusnya kau tak perlu memperlakukanku dengan buruk.”“Lalu bagaimana deng

  • Disekap Wanita Yang Menginginkan Suamiku    BAB 37

    “Mereka tak pernah ke sini Redy. Aku yakin, karena tak ada sedikit pun tanda-tanda kalau pernah ada yang datang semalam.” Aku semakin panik saat tahu tak ada siapa-siapa di makam Andra. Bisa dilihat dari rumput tinggi yang berdiri tegak. Kalau memang Laras datang ke sini bersama anak-anaknya, maka sudah pasti semua semak belukar itu akan rebah karena diinjak.“Aku juga tak tahu, Ella.” Redy menggaruk kepala, membuatku geram.“Ini semua gara-gara kamu!” aku memukul tangannya dengan keras.“Kamu kenapa sih?!” Redy mengelus lengannya yang sudah pasti terasa sakit akibat pukulanku tadi.“Lihat apa yang kamu lakukan! Mereka kabur dan kita tak bisa menangkapnya lagi. Mereka tak mungkin datang ke sini malam-malam. Laras tak akan berani membawa dua anaknya melewati semak dan pohon-pohon mengerikan di hutan ini. Sekarang, kita mau cari ke mana lagi?”“Ya mana aku tahu! Jangan hanya menyalahkan aku. Mereka sudah lari sejak semalam. Bisa jadi sekarang sudah ada d

  • Disekap Wanita Yang Menginginkan Suamiku    BAB 36

    “Apa yang terjadi Redy? Ke mana mereka semua?!”Aku berjalan menyusuri rumah Redy dalam keadaan panik sambil membuka satu persatu pintu kamar yang ada. Merasa tak ada tanda-tanda Laras dan kedua anaknya di dalam, aku berlari keluar, melihat sekeliling. Redy yang juga terlihat panik, langsung mengitari rumah. “Mereka nggak ada.” Nafas Redy terengah-engah begitu ia kembali. “Aku rasa mereka kabur dari semalam.” Tebaknya.“Kamu gimana sih, kok malah ninggalin mereka?! Aku kan bayar kamu buat jagain biar nggak lari! Bisa-bisanya kamu malah biarkan mereka sendirian!” Aku benar-benar marah. Padahal hari ini aku sudah siap menghabisi Laras dan kedua anaknya, baru kemudian kabur dengan membawa tabungan hasil dari kerja kerasku selama ini.Tapi saat aku sampai di rumah Redy pagi ini, mereka sudah tak ada. Bahkan, Redy juga baru tiba ketika aku datang. Kami terkejut saat melihat pintu depan dan pintu kamar tempat Laras dikurung sudah rusak, terbuka lebar.“Ibuku datang, Ella! Nggak mung

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status