Melihat istrinya ada yang menggoda, Bian segera menghentikan pergerakan Angel dan meninggalkannya sendirian."Kak Bian tunggu!" Angel segera mengikuti ke mana pujaan hatinya itu pergi. Rupanya kini ia tahu mengapa Bian meninggalkannya begitu saja seorang diri.Bian berjalan cepat menuju tempat duduk Dea. Istrinya tersebut hendak berdiri, namun belum menyambut uluran tangan dari lelaki di depannya."Jangan sentuh istriku!" ucap Bian tegas seraya menampik uluran tangan seorang lelaki tampan yang mencoba menggoda Dea.Angel pun sudah berada di dekat mereka. Lelaki yang mencoba mengajak Dea berdansa adalah kakaknya."Kak Marco! Telat banget datangnya. Kebiasaan!" sindir Angel kepada kakaknya."Ya, aku memang datang belakangan. Tetapi tidak ada kata terlambat untuk berkenalan dengan istri Bian bukan?"Lelaki itu menatap ke arah Dea yang hanya diam sedari tadi."Kamu sangat cantik Dea," ucap Marco dengan nada menggoda."Terima kasih—" Dea menghentikan kalimatnya."Panggil saja Marco."Dea
Satu bulan kemudian."Kak Bian tunggu sebentar," ucap Dea mengawali pagi yang indah dengan berangkat ke kantor bersama-sama.Hari demi hari berganti. Setelah malam itu mereka berdua semakin dekat dan mesra. Meski di kantor mereka masih menyembunyikan identitas sepasang suami istri."Ada apa?" balas Bian dengan sebuah pertanyaan."Dasinya miring." Dengan tersenyum Dea membetulkan dasi suaminya yang bergeser sedikit dari tempatnya.Bian pun hanya tersenyum dan melihat lurus ke depan."Nah, begini sudah rapi."Bian menatap lekat kedua mata milik istrinya. Ia kecup dengan mesra bibir mungil di depannya."Terima kasih."Dea memutar bola matanya dengan malas. Bergaya seolah cuek dengan suaminya. Gadis itu berjalan mendahului Bian yang masih memandangi dengan berdiam di tempatnya."Sebaiknya kita segera berangkat ke kantor."Dea bersedekap dada di samping mobil sang suami. Gadis itu memperlihatkan kekesalannya karena menunggu terlalu lama.Bian yang mengetahuinya justru semakin memperlambat
"Aku tidak bisa, Annisa."Bian masih menatap lurus ke depan. Kini ia sedang memikirkan Dea. Takut jika istrinya kenapa-napa."Tapi Mas Bian belum menemui anak-anak yang lain?" protes wanita itu."Bahkan aku tidak membawakan oleh-oleh apapun untuk mereka."Kemudian keduanya saling diam. Annisa pun masih merindukan Bian. Ia memakai alasan lain agar lelaki itu tetap di sana."Aku dengar seminggu yang lalu ada yang datang melamar kamu. Aku ucapkan selamat untukmu, An."Annisa terkesiap. Ia tidak tahu jika Bian mengetahui berita itu. Padahal justru wanita itu menyembunyikannya rapat-rapat."Aku belum menerimanya, Mas."Annisa berjalan mendekati Bian yang kini posisinya menghadap ke arah wanita itu."Mana mungkin aku menerima lamaran itu. Sedangkan di hatiku cuma ada Mas Bian. Sesungguhnya aku menunggumu, Mas."Annisa memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya. Ia ingin Bian memperjuangkan dirinya agar batal menikah dengan lelaki yang tidak dicintainya."Dan kamu sudah tahu, An. Seja
Bukannya Dea senang, ia justru menepis kertas itu hingga terjatuh di lantai. Membuat Bian terhenyak kaget."Aku nggak mau hamil anak Kak Bian. Dea belum sepenuhnya percaya dengan ucapan Kakak."Meski kecewa dengan sikap Dea, tetapi Bian merasakan jika istrinya sedang cemburu. Hal itu membuatnya merasa dicintai."Nanti Annisa akan datang dan menjelaskan semuanya agar kamu yakin dengan ucapan kakak."Dea semakin kesal mendengar nama Annisa disebut lagi oleh Bian. Ia kembali mengalihkan pandangannya.Tak tahan dengan sikap Dea, Bian segera mendekati istrinya dan menangkup kedua pipi gadis itu. Ia memberikan sebuah ciuman panas sangat lama."Kak Bian, curang!" ucap Dea setelah hampir kehabisan nafas karena ulah CEO tampan itu. Namun hatinya merasa lebih baik. Entah mengapa, sepertinya gadis itu mulai terjerat cinta mantan kakak angkatnya.Bian tersenyum tipis. Kemudian duduk di tepi dan membeli pipi istrinya."Dea, Sayang. Tolong jangan pernah sesali pemberian dari Tuhan. Kakak mohon, jan
Setelah beberapa saat lamanya, terdengar pintu lift terbuka. Dea segera mendorong dada bidang milik Bian dan kemudian kabur terlebih dahulu.Bian merasa gemas dengan sikap Dea, ia mencoba mengejar istrinya tersebut. Namun tiba-tiba ponselnya berdering hingga ia harus mengangkat telepon itu."Baik. Terima kasih."Setelah berbicara di dalam telepon, Bian berjalan menuju ruangannya. Di saat itu ia melihat Dea yang seolah sibuk dengan pekerjaannya.CEO tampan itu menaikkan sebelah alisnya. Untuk sejenak ia tidak ingin mengganggu istrinya.Dea merasa lega. Ia mengintip dari balik komputernya jika Bian telah memasuki ruangan CEO."Kak Bian benar-benar menyebalkan."Dea memegangi dadanya. Jantungnya berdetak sangat kuat. Gadis itu memilih untuk membuat minuman di pantry.Dea sengaja membuat kopi agar kedua matanya tidak merasakan kantuk. Ia mengaduk seduhan kopinya dengan semangat."Apakah kau hanya akan membuat satu gelas saja?" ucap Bian yang tiba-tiba berdiri di belakang Dea."Kak Bian? S
"Kak Bian jangan resek deh!" protes Dea malu-malu kucing."Aku tidak akan melukaimu, Sayang. Biarkan kakak yang memandikan kamu pagi ini."Dalam keadaan sama-sama polos, Bian mengangkat tubuh sang istri menuju kamar mandi. Pagi itu ia memanjakan Dea dengan memandikannya penuh kelembutan."Apakah kamu, menyukainya?" tanya Bian lembut seraya menangkup dua buah benda padat dan kenyal milik Dea serta memijatnya dengan gerakan memutar dari arah belakang.Dea duduk di depan Bian. Ia merasakan kenikmatan luar biasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Bermesra-mesraan di dalam bathtub adalah hal yang tak pernah mereka lakukan sebelumnya."Ahhh, Kak. Ini sangat nikmat sekali," lirih Dea yang tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.Bian semakin merapatkan tubuhnya. Ia tergoda dengan suara indah yang terus keluar dari mulut istrinya.Setelah merasa puas berlama-lama di dalam kamar mandi, Bian dan Dea ke luar dengan perasaan yang bahagia.Dea segera mengganti pakaiannya dengan pakaian santai
Amelia kembali ke rumah sakit untuk menengok Dea. Ia bahkan lupa mengabari Bian karena sibuk dengan suaminya.Tiba di ruangan Dea, wanita paruh baya itu terkejut karena putrinya sudah tidak ada di tempat."Sus, pasien yang di ruangan ini ke mana?" tanya Amelia kepada salah satu perawat yang lewat.Perawat itu pun menduga jika Dea telah berusaha kabur dari rumah sakit.Amelia tidak paham mengapa Dea berubah sikap seperti itu. Ia penasaran apa yang sebenarnya telah terjadi. Wanita paruh baya itu segera menelepon Bian. Menceritakan tentang semuanya.Bian yang masih sibuk dengan pekerjaan, merasa syok mendengar berita dari Amelia. Ia segera meninggalkan ruangannya dengan terburu-buru."Dea, kamu kenapa?" Bian mencoba menghubungi ponsel istrinya, tetapi tidak diangkat.Lelaki tampan itu segera bergegas menuju rumah sakit untuk menemui Amelia."Ma, apa yang terjadi?" tanya Bian gelisah."Tadi Mama terlambat datang ke rumah kamu, Bian. Dea sudah tak sadarkan diri di lantai. Ia hampir saja ke
Karena Annisa tak juga sadar, Bian memutuskan untuk memanggil seorang dokter yang pernah menjadi langganan orang tua kandungnya. Lelaki tampan itu tidak mungkin membiarkan Annisa kenapa-napa. Ia takut jika wanita itu memiliki penyakit yang serius.Seorang dokter pun datang setelah beberapa menit berlalu, meski di luar masih hujan. Ia tetap tenang dengan berbalut pakaian formal seorang dokter."Maaf Dok, mengganggu Dokter malam-malam seperti ini dan dalam keadaan hujan. Tolong periksa wanita ini, Dok. Tadi dia tiba-tiba pingsan."Dokter itu mengangguk saja. Kemudian berucap, "Saya akan memeriksanya."Bian mengangguk cepat. Ia keluar dari kamar memberi waktu kepada dokter itu agar fokus memeriksa Annisa.Bian mondar-mandir di depan kamar Annisa. Hatinya bercabang-cabang memikirkan Dea dan mengkhawatirkan Annisa.Setelah menunggu beberapa menit, sang dokter keluar dari kamar menemui Bian."Dok, bagaimana hasilnya?" tanya Bian kemudian."Sepertinya ia kelelahan. Atau mungkin sedang stres.