Share

2. Hampir Dilecehkan

"Dea, kamu sangat cantik dan seksi!"

Dengan gerakan cepat Lukman mencengkeram kedua tangan Dea. Ia menindih tubuh gadis itu ke dinding kamar.

"Lepaskan, Pa. Jangan sakiti, Dea!"

"Saya suka mendengarkan rintihan kamu. Apalagi jika kamu mendesah. Hahaha."

Dea masih berusaha untuk lepas dari papa tirinya. Ia merasa sangat malu dengan kondisi tubuhnya yang hanya mengenakan pakaian dalam.

"Mama, tolong!" jerit Dea kemudian.

Amelia yang mendengar teriakan putrinya segera naik ke lantai atas. Betapa ia sangat terkejut mendapati suami barunya mencoba melecehkan Dea. Padahal saat ini wanita paruh baya itu tengah mengandung calon anaknya.

"Mas Lukman! Kurang ajar kamu! Lepaskan Dea! Jangan lakukan itu."

Amelia mengiba. Ia menangis dan berusaha menolong putrinya.

Lukman mendorong tubuh istrinya dengan sangat kasar. Sehingga wanita itu jatuh tersungkur.

Papa tiri Dea mencari sebuah tali. Lalu mengikat tangan Dea dan istrinya.

"Maaf, Amel. Sudah lama aku tidak mendapat jatah darimu. Aku tidak kuat lagi untuk menahannya."

Amelia menggelengkan kepalanya berkali-kali. Kini mulutnya sudah disumpal dengan lakban.

Lukman mengusap kepala istrinya. Kemudian beranjak dari duduknya. Lelaki itu kembali melangkah ke arah Dea yang berusaha melepaskan ikatan tangannya.

Ketika langkahnya semakin dekat, ponsel Dea yang berada di atas ranjang berdering dan bergetar.

Lukman melirik sekilas. Merasa penasaran siapa yang sedang menelepon Dea.

"Bian? Sepertinya aku pernah mendengar namanya."

"Jangan!" teriak Dea.

Lukman me-reject panggilan dari Bian. Kemudian mematikan ponsel anak gadisnya.

Lelaki paruh baya itu kembali mendekati Dea. Gadis itu mulai meneteskan air matanya.

"Kamu tidak perlu takut, Sayang. Pasti kamu sudah pernah melakukannya dengan pacar-pacar kamu sebelumnya. Atau jangan-jangan kamu tidak memberikannya, hingga pacar kamu memilih untuk selingkuh?"

Ucapan Lukman begitu terdengar menyakitkan di telinga Dea. Ia teringat akan Reno—mantan tunangan yang selingkuh dengan sahabatnya sendiri. Entah dari mana papa tirinya tahu akan hal itu.

"Mungkin benar. Reno selingkuh karena menginginkan hal itu," batin Dea pilu.

Dea semakin terisak. Ia tidak menyesali keputusannya. Ia bersyukur karena telah dijauhkan dari lelaki brengsek seperti Reno.

"Kamu menangis, Sayang?"

Melihat sang putri menangis, membuat Lukman semakin menginginkan Dea. Lelaki itu mengangkat tubuh gadis itu dan melemparkannya ke atas ranjang.

"Sekarang kamu tidak bisa untuk mengelak lagi."

Lukman mulai mendekatkan bibirnya kepada Dea. Namun tiba-tiba ia merasakan seseorang menarik kerah bajunya dari arah belakang.

Rasa nyeri seketika terasa di wajahnya. Sebuah pukulan keras mendarat di hidung Lukman dengan sempurna.

"Bedebah kau lelaki brengsek!"

Bian sudah mengenal Lukman cukup lama. Lelaki itu pernah berhubungan dengan mama kandung Bian dan mencampakkannya begitu saja.

"Bian! Ampun. Tolong maafkan aku."

Lukman memohon kepada Bian setelah lelaki tampan itu beberapa kali memukulnya hingga babak belur.

Bian menghampiri Dea dan melepaskan ikatan tangannya.

"Pakai ini!"

Bian memberikan jaketnya kepada Dea. Untung saja ia segera datang ke rumah Amelia setelah panggilannya diabaikan oleh adiknya.

"Kak Bian ... terima kasih."

Dea langsung memeluk kakaknya tersebut. Meskipun Bian terkenal sebagai lelaki yang dingin dan cuek, namun ia sangat menyayangi dan peduli dengan gadis tersebut.

"Sudah tenang." Bian melepaskan pelukan Dea. Ia teringat dengan mamanya.

Bian segera menghampiri Amelia. Melepaskan ikatan tangan dan lakban pada mulutnya.

"Mama tidak apa-apa 'kan?" tanya Bian khawatir.

"Mama baik-baik saja, Bian. Terima kasih."

"Sebaiknya kalian berdua ikut denganku," ungkap Bian kemudian. "Ayo, Dea!" Bian menggandeng tangan gadis itu.

Namun Amelia tidak mau beranjak. Ia tidak mau pergi dari rumahnya.

"Ayo, Ma. Kita pergi dari sini!" ajak Dea.

Amelia menggeleng pelan. Ia menyelipkan rambut ke telinganya.

"Tidak Dea. Mama akan tetap di sini. Mama tidak mungkin membiarkan papamu kesakitan."

"Tapi, Ma?" Dea sangat menyayangkan keputusan mamanya.

Bian menahan tubuh Dea dengan merentangkan tangan kirinya. Membuat gadis itu urung memaksa sang mama agar ikut bersamanya.

"Bian ... jaga Dea baik-baik ya? Mama percaya sama kamu. Dan tolong jangan laporkan Mas Lukman ke polisi."

Bian hanya diam. Sesungguhnya ia berniat untuk menjebloskan Lukman ke dalam penjara. Namun melihat kesedihan sang mama, membuatnya tak sampai hati melukai perempuan yang sejak kecil dengan sabar dan ikhlas telah merawatnya.

"Mama tenang saja. Saya akan menjaga Dea. Kami pamit."

Bian segera menarik tangan Dea agar ikut bersamanya. Meski sebenarnya gadis itu menginginkan Amelia ikut bersamanya.

Tatapan mata Dea masih tertuju kepada sang mama. Jalannya terseok-seok hingga hampir terjatuh.

"Kak Bian ... Mama," lirihnya dengan wajah penuh kesedihan.

Namun Bian tetap menariknya. Ia tidak mungkin memaksa Amelia.

Setelah pintu mobil Bian terbuka, Dea segera masuk dan duduk. Gadis itu mengusap sisa-sisa air mata pada wajahnya.

"Kenapa Kak Bian tega ninggalin Mama bersama lelaki itu?"

Bian masih saja membisu dengan pandangan lurus ke depan.

"Mama hamil anak lelaki itu. Mama tidak ingin kita terbebani olehnya."

Dea terkesiap. Ia sama sekali tidak tahu akan hal itu. Ternyata mamanya hamil terlebih dahulu hingga memutuskan untuk nikah siri dengan Lukman.

Dea mengetahui semuanya setelah mendengar cerita dari Bian yang saat ini sedikit lebih cerewet dari biasanya.

Dea menghembuskan nafas beratnya. Betapa menyedihkan hidupnya. Cobaan yang menimpanya bertubi-tubi, membuat gadis itu hilang kepercayaan.

"Kak Bian pasti sekarang hidupnya bahagia ya? Sudah berjumpa dengan orang tua kandung Kakak."

Bian tidak menghiraukan pertanyaan dari Dea. Ia justru bertanya hal lain kepada gadis itu.

"Reno ke mana?" tanya Bian datar.

"Kenapa jadi nanyain dia? Udah kubuang ke laut. Dia selingkuh dengan Mawar."

"Oh."

"Kok gitu sih, jawabannya. Aku mau balas dendam sama dia."

"Kamu cemburu?"

"Kak Bian, ih. Nggak ngerti banget sama perasaan cewek. Semua lelaki itu sama. Mulai sekarang Dea nggak mau pacaran lagi. Lebih baik Dea menyendiri sampai tua nanti."

Gadis itu bertekad untuk tidak lagi mengenal cowok. Ia telah menutup pintu hatinya rapat-rapat dan memutuskan untuk tidak menikah.

"Yakin?"

Dea terdiam mendengar ucapan yang terdengar seperti sebuah sindiran untuknya.

"Yakin dong."

"Gimana kalau ada yang mencintai kamu dengan tulus?"

"Mana ada? Semua cowok yang deketin Dea cuma manfaatin kepolosan Dea."

"Em ...."

Bian manggut-manggut. Ia merasa ini bukan saat yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya.

Dea merasa gemas dengan sikap kakaknya. Ia berharap bisa curhat dan mendapatkan solusi terbaik dari lelaki itu.

Tetapi apa yang didapatkannya? Hanya sebuah kekesalan belaka.

Bian mulai menjalankan mobilnya. Sejak tadi ia menunggu agar perasaan Dea menjadi lebih tenang.

Dea menatap ke arah Bian yang mulai fokus menyetir. Gadis itu mengagumi wajah kakaknya yang terlihat tampan jika dilihat dari samping. Ia berharap jika lelaki di sampingnya itu tidak sama seperti pacarnya yang suka selingkuh.

Setelah saling diam dan melewati jalanan yang macet, mobil Bian memasuki daerah kompleks. Kemudian berhenti di depan rumah sederhana satu lantai.

Bian turun dan membukakan pintu mobil untuk Dea.

Gadis itu keluar dari mobil. Ia memicingkan matanya. Merasa heran kenapa Bian tidak tinggal di rumah yang mewah.

"Mulai sekarang kamu tinggal di rumah Kakak."

Dea terdiam. Ia tampak berpikir keras. Hatinya merasa risau jika harus tinggal bersama Bian. Apalagi mereka tidak sedarah.

'Apakah Kak Bian bisa dipercaya?' batinnya kemudian.

"Baiklah, kalau tidak mau."

Lelaki itu berjalan seorang diri dengan gaya santainya. Meninggalkan Dea yang masih berdiri di tempatnya tanpa bergerak.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
soposa
Bagus, mantan harus dikasih pelajaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status