"Dea, kamu sangat cantik dan seksi!"
Dengan gerakan cepat Lukman mencengkeram kedua tangan Dea. Ia menindih tubuh gadis itu ke dinding kamar."Lepaskan, Pa. Jangan sakiti, Dea!""Saya suka mendengarkan rintihan kamu. Apalagi jika kamu mendesah. Hahaha."Dea masih berusaha untuk lepas dari papa tirinya. Ia merasa sangat malu dengan kondisi tubuhnya yang hanya mengenakan pakaian dalam."Mama, tolong!" jerit Dea kemudian.Amelia yang mendengar teriakan putrinya segera naik ke lantai atas. Betapa ia sangat terkejut mendapati suami barunya mencoba melecehkan Dea. Padahal saat ini wanita paruh baya itu tengah mengandung calon anaknya."Mas Lukman! Kurang ajar kamu! Lepaskan Dea! Jangan lakukan itu."Amelia mengiba. Ia menangis dan berusaha menolong putrinya.Lukman mendorong tubuh istrinya dengan sangat kasar. Sehingga wanita itu jatuh tersungkur.Papa tiri Dea mencari sebuah tali. Lalu mengikat tangan Dea dan istrinya."Maaf, Amel. Sudah lama aku tidak mendapat jatah darimu. Aku tidak kuat lagi untuk menahannya."Amelia menggelengkan kepalanya berkali-kali. Kini mulutnya sudah disumpal dengan lakban.Lukman mengusap kepala istrinya. Kemudian beranjak dari duduknya. Lelaki itu kembali melangkah ke arah Dea yang berusaha melepaskan ikatan tangannya.Ketika langkahnya semakin dekat, ponsel Dea yang berada di atas ranjang berdering dan bergetar.Lukman melirik sekilas. Merasa penasaran siapa yang sedang menelepon Dea."Bian? Sepertinya aku pernah mendengar namanya.""Jangan!" teriak Dea.Lukman me-reject panggilan dari Bian. Kemudian mematikan ponsel anak gadisnya.Lelaki paruh baya itu kembali mendekati Dea. Gadis itu mulai meneteskan air matanya."Kamu tidak perlu takut, Sayang. Pasti kamu sudah pernah melakukannya dengan pacar-pacar kamu sebelumnya. Atau jangan-jangan kamu tidak memberikannya, hingga pacar kamu memilih untuk selingkuh?"Ucapan Lukman begitu terdengar menyakitkan di telinga Dea. Ia teringat akan Reno—mantan tunangan yang selingkuh dengan sahabatnya sendiri. Entah dari mana papa tirinya tahu akan hal itu."Mungkin benar. Reno selingkuh karena menginginkan hal itu," batin Dea pilu.Dea semakin terisak. Ia tidak menyesali keputusannya. Ia bersyukur karena telah dijauhkan dari lelaki brengsek seperti Reno."Kamu menangis, Sayang?"Melihat sang putri menangis, membuat Lukman semakin menginginkan Dea. Lelaki itu mengangkat tubuh gadis itu dan melemparkannya ke atas ranjang."Sekarang kamu tidak bisa untuk mengelak lagi."Lukman mulai mendekatkan bibirnya kepada Dea. Namun tiba-tiba ia merasakan seseorang menarik kerah bajunya dari arah belakang.Rasa nyeri seketika terasa di wajahnya. Sebuah pukulan keras mendarat di hidung Lukman dengan sempurna."Bedebah kau lelaki brengsek!"Bian sudah mengenal Lukman cukup lama. Lelaki itu pernah berhubungan dengan mama kandung Bian dan mencampakkannya begitu saja."Bian! Ampun. Tolong maafkan aku."Lukman memohon kepada Bian setelah lelaki tampan itu beberapa kali memukulnya hingga babak belur.Bian menghampiri Dea dan melepaskan ikatan tangannya."Pakai ini!"Bian memberikan jaketnya kepada Dea. Untung saja ia segera datang ke rumah Amelia setelah panggilannya diabaikan oleh adiknya."Kak Bian ... terima kasih."Dea langsung memeluk kakaknya tersebut. Meskipun Bian terkenal sebagai lelaki yang dingin dan cuek, namun ia sangat menyayangi dan peduli dengan gadis tersebut."Sudah tenang." Bian melepaskan pelukan Dea. Ia teringat dengan mamanya.Bian segera menghampiri Amelia. Melepaskan ikatan tangan dan lakban pada mulutnya."Mama tidak apa-apa 'kan?" tanya Bian khawatir."Mama baik-baik saja, Bian. Terima kasih.""Sebaiknya kalian berdua ikut denganku," ungkap Bian kemudian. "Ayo, Dea!" Bian menggandeng tangan gadis itu.Namun Amelia tidak mau beranjak. Ia tidak mau pergi dari rumahnya."Ayo, Ma. Kita pergi dari sini!" ajak Dea.Amelia menggeleng pelan. Ia menyelipkan rambut ke telinganya."Tidak Dea. Mama akan tetap di sini. Mama tidak mungkin membiarkan papamu kesakitan.""Tapi, Ma?" Dea sangat menyayangkan keputusan mamanya.Bian menahan tubuh Dea dengan merentangkan tangan kirinya. Membuat gadis itu urung memaksa sang mama agar ikut bersamanya."Bian ... jaga Dea baik-baik ya? Mama percaya sama kamu. Dan tolong jangan laporkan Mas Lukman ke polisi."Bian hanya diam. Sesungguhnya ia berniat untuk menjebloskan Lukman ke dalam penjara. Namun melihat kesedihan sang mama, membuatnya tak sampai hati melukai perempuan yang sejak kecil dengan sabar dan ikhlas telah merawatnya."Mama tenang saja. Saya akan menjaga Dea. Kami pamit."Bian segera menarik tangan Dea agar ikut bersamanya. Meski sebenarnya gadis itu menginginkan Amelia ikut bersamanya.Tatapan mata Dea masih tertuju kepada sang mama. Jalannya terseok-seok hingga hampir terjatuh."Kak Bian ... Mama," lirihnya dengan wajah penuh kesedihan.Namun Bian tetap menariknya. Ia tidak mungkin memaksa Amelia.Setelah pintu mobil Bian terbuka, Dea segera masuk dan duduk. Gadis itu mengusap sisa-sisa air mata pada wajahnya."Kenapa Kak Bian tega ninggalin Mama bersama lelaki itu?"Bian masih saja membisu dengan pandangan lurus ke depan."Mama hamil anak lelaki itu. Mama tidak ingin kita terbebani olehnya."Dea terkesiap. Ia sama sekali tidak tahu akan hal itu. Ternyata mamanya hamil terlebih dahulu hingga memutuskan untuk nikah siri dengan Lukman.Dea mengetahui semuanya setelah mendengar cerita dari Bian yang saat ini sedikit lebih cerewet dari biasanya.Dea menghembuskan nafas beratnya. Betapa menyedihkan hidupnya. Cobaan yang menimpanya bertubi-tubi, membuat gadis itu hilang kepercayaan."Kak Bian pasti sekarang hidupnya bahagia ya? Sudah berjumpa dengan orang tua kandung Kakak."Bian tidak menghiraukan pertanyaan dari Dea. Ia justru bertanya hal lain kepada gadis itu."Reno ke mana?" tanya Bian datar."Kenapa jadi nanyain dia? Udah kubuang ke laut. Dia selingkuh dengan Mawar.""Oh.""Kok gitu sih, jawabannya. Aku mau balas dendam sama dia.""Kamu cemburu?""Kak Bian, ih. Nggak ngerti banget sama perasaan cewek. Semua lelaki itu sama. Mulai sekarang Dea nggak mau pacaran lagi. Lebih baik Dea menyendiri sampai tua nanti."Gadis itu bertekad untuk tidak lagi mengenal cowok. Ia telah menutup pintu hatinya rapat-rapat dan memutuskan untuk tidak menikah."Yakin?"Dea terdiam mendengar ucapan yang terdengar seperti sebuah sindiran untuknya."Yakin dong.""Gimana kalau ada yang mencintai kamu dengan tulus?""Mana ada? Semua cowok yang deketin Dea cuma manfaatin kepolosan Dea.""Em ...."Bian manggut-manggut. Ia merasa ini bukan saat yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya.Dea merasa gemas dengan sikap kakaknya. Ia berharap bisa curhat dan mendapatkan solusi terbaik dari lelaki itu.Tetapi apa yang didapatkannya? Hanya sebuah kekesalan belaka.Bian mulai menjalankan mobilnya. Sejak tadi ia menunggu agar perasaan Dea menjadi lebih tenang.Dea menatap ke arah Bian yang mulai fokus menyetir. Gadis itu mengagumi wajah kakaknya yang terlihat tampan jika dilihat dari samping. Ia berharap jika lelaki di sampingnya itu tidak sama seperti pacarnya yang suka selingkuh.Setelah saling diam dan melewati jalanan yang macet, mobil Bian memasuki daerah kompleks. Kemudian berhenti di depan rumah sederhana satu lantai.Bian turun dan membukakan pintu mobil untuk Dea.Gadis itu keluar dari mobil. Ia memicingkan matanya. Merasa heran kenapa Bian tidak tinggal di rumah yang mewah."Mulai sekarang kamu tinggal di rumah Kakak."Dea terdiam. Ia tampak berpikir keras. Hatinya merasa risau jika harus tinggal bersama Bian. Apalagi mereka tidak sedarah.'Apakah Kak Bian bisa dipercaya?' batinnya kemudian."Baiklah, kalau tidak mau."Lelaki itu berjalan seorang diri dengan gaya santainya. Meninggalkan Dea yang masih berdiri di tempatnya tanpa bergerak."Terus kalau nggak tinggal sama Kak Bian, aku harus tinggal sama siapa? Rasanya nggak punya siapa-siapa lagi selain dia," batin Dea merasa galau.Lelaki tampan itu sudah mengeluarkan kunci dari sakunya. Ia hendak masuk ke dalam rumah."Kak Bian, tunggu!" teriak Dea sambil berlari. Terpaksa ia menuruti kemauan kakaknya.Gadis itu membungkuk. Nafasnya ngos-ngosan."Dea mau tinggal sama Kakak," ucapnya kemudian."Sudah berubah pikiran?"Bian melirik sekilas ke arah Dea sambil tersenyum miring. Ia segera masuk ke dalam rumah dan berjalan menuju dapur.Dea segera duduk di kursi ruang tamu. Tubuhnya terasa letih. Hatinya masih tidak baik-baik saja. Bayangan pengkhianatan dari orang-orang terdekatnya membuat dadanya ngilu."Minum, dulu."Bian datang dari arah dapur membawakan orange juice yang terlihat sangat segar.Mata Dea berbinar. Ia sangat menyukai jus jeruk sejak kecil dan dulu selalu menikmati berdua bersama kakak angkatnya itu."Kak Bian bisa peka juga, ya?" ucapnya lirih sambil ters
"Nggak! Aku nggak boleh percaya lagi sama Reno. Aku yakin dia hanya ingin memanfaatkan kelemahanku kembali."Sebuah suara kecil mengejutkan Dea. Ia dapat melihat pintu kamar yang terbuka perlahan. Menampilkan sesosok perempuan paruh baya. Ia adalah mama Dea."Sayang, kamu sudah siap?""Mama!" Dea segera memeluk sang mama.Amelia membelai lembut kepala putrinya. Ia tahu jika Dea belum mau menikah. Apalagi baru saja diselingkuhi oleh tunangannya."Mama percaya 'kan sama Dea? Dea dan Kak Bian nggak nglakuin apa-apa.""Maafkan mama, Sayang."Amelia ikut bersedih. Ia merasa bersalah kepada putri kesayangannya tersebut."Ada apa, Ma? Kenapa Mama minta maaf?" tanya Dea penasaran."Sebenarnya Bian hendak membatalkan pernikahan ini. Tetapi mama yang memintanya untuk menikahimu. Papa tirimu meninggalkan banyak hutang Dea. Hanya Bian yang bisa menolong."Dea membelalakkan matanya. Ia sangat terkejut mendengar penuturan sang mama."Mama?" Dea kesulitan untuk berkata-kata lagi."Kamu akan bersama B
Bian membuka kedua matanya. Ia berucap dengan tenang. Sudah memprediksikan sebelumnya jika Dea akan histeris karena ulahnya."Masih pagi Dea. Kenapa berteriak seperti itu?"Bian memandangi Dea tanpa rasa bersalah sama sekali. Meski sebenarnya hatinya merasa takut jika Dea bertambah marah dan benci kepadanya."Kenapa Dea bisa tidur di sini?"Dea melihat tubuhnya dibalik selimut. Takut jika Bian memanfaatkan keadaan."Pasti Kakak sengaja, ya?" Meski pakaian yang dikenakan gadis itu masih sama seperti tadi malam, Dea tetap tidak terima. Ia menganggap Bian sengaja ingin tidur berdua dengannya.Bian hanya geleng-geleng kepala. Ia bangun dari tidurnya dengan tubuh bagian atas yang tidak mengenakan apa-apa.Dea berusaha tetap tenang. Sudah lama ia tidak melihat Bian seperti itu. Dulu kakak angkatnya tersebut sangat kurus dan tidak berotot. Tetapi kini sungguh berbeda jauh."Kenapa kamu mengunci pintu kamarmu? Kamu ketiduran di mobil. Dan kakak bangunkan berkali-kali tetap tidak mau membuka
"Dea, kakak mau bicara sama kamu!" Tanpa menunggu jawaban dari Dea, Bian segera menarik tangan gadis itu untuk meninggalkan David yang masih terbengong di tempatnya."Kakak?" David tidak begitu paham mengapa mereka terlihat sangat dekat.Setelah keluar dari area kantin, Bian masih menggenggam tangan Dea begitu kuat. Ia membawa gadis itu masuk ke dalam lift yang kebetulan sepi."Ih, lepaskan! Apa-apaan sih, Kak Bian! Sakit!" rintih Dea. Ia merasa kesal dengan sikap kakaknya."Kenapa kamu dekat-dekat sama cowok lain?" ujar Bian tegas. Kali ini ia benar-benar merasa cemburu."Bukan urusan Kakak!" Dea sedikit membentak. Ia tidak suka diatur-atur oleh siapapun.Bian terdiam. Ia mencoba menahan emosinya agar tidak meledak hingga menyakiti wanita yang dicintainya.Bian mendorong tubuh istrinya hingga gadis itu tidak dapat bergerak. Ia mengunci tubuh Dea dan menautkan jemarinya pada jari-jari gadis bertubuh mungil itu."Aku ini suami kamu, Dea!" lirih Bian seraya mendekatkan wajahnya. Ia pand
Dea menggeser posisinya ke kanan sedangkan lelaki berpenampilan urakan itu ikut duduk tepat di sisi kirinya."Sa–saya mau pulang Bang," jawab Dea terbata.Gadis itu terus membatin di dalam hatinya. Berharap ada seseorang berhati baik yang mau menolong."Bagaimana kalau kita bersenang-senang sebentar dengannya, Bos. Mumpung lagi sepi," ucap salah satu anak buah lelaki itu sambil memperhatikan keadaan sekeliling."Sepertinya dia anak baru di sini," ujar yang lain ikut menimpali."Saya harus pergi."Tanpa berpikir panjang lagi Dea segera meninggalkan tempat itu. Lebih baik ia berjalan menuju keramaian. Tetapi sayangnya para preman itu terus mengikuti Dea. Semakin Dea mempercepat langkah kakinya, semakin para lelaki itu bersemangat untuk mengejarnya.Hingga akhirnya mereka berhasil mengepung Dea. Gadis itu tidak bisa lagi bergerak untuk kabur."Apa yang kalian inginkan! Tolong pergi! Jangan sakiti saya."Dea mengiba. Ia memeluk tubuhnya sendiri sambil menundukkan kepalanya."Kamu tidak p
Bian berniat untuk menggantikan pakaian istrinya agar tidak merasa sesak. Namun sungguh di luar kuasanya. Lelaki itu justru terpesona dengan kulit putih dan bersih milik Dea."Jangan hiraukan itu Bian! Kau bisa membuatnya semakin membencimu."Setelah beberapa menit lamanya, Bian sudah berhasil mengganti pakaian Dea dengan piyama tidur yang longgar.Lalaki itu bangga dengan dirinya sendiri karena masih bisa untuk mengontrol diri agar tidak bertindak lebih kepada istrinya.Bian segera menyelimuti tubuh Dea hingga ke lehernya. Setelah itu ia keluar dari kamar dan berniat untuk tidur di kamarnya sendiri.***Pagi harinya Bian bersemangat untuk membuat sarapan nasi goreng. Ia sengaja menyediakan dua porsi untuk dirinya sendiri juga untuk istrinya."Aaaaa....!!!!"Sebuah teriakan melengking dari kamar Dea mengejutkan Bian seketika. Lelaki itu hampir saja menjatuhkan makanannya."Kenapa lagi dengan Dea?"Bian segera berjalan menuju kamar istrinya. Ia mencoba untuk membuka pintu kamar Dea, tet
"Kenapa kamu mau menjadi sekretaris di perusahaan ini?"Bian berdiri dari tempatnya. Kedua tangan ia masukkan ke dalam saku celananya."Kau masih jadi simpanan Papa Reza? Bagaimana jika dia selingkuh dengan sekretarisnya?" ucap Bian dengan santai. Ia ingin Mawar sadar bahwa semua tindakannya tidak benar."Aku tidak peduli Pak Bian. Sepertinya sekarang aku mulai tertarik denganmu. Aku akan membuatmu bertekuk lutut kepadaku," balas Mawar tak kalah santai.Ia sangat yakin bisa meluluhkan hati Bian. Tidak ada lelaki yang bisa menolak pesonanya.Bian segera menjauh dari tubuh Mawar ketika menyadari wanita itu mulai berulah lagi."Jangan pernah berharap. Dan mulai besok, gunakan pakaian yang lebih sopan."Bian meninggalkan Mawar seorang diri. Ia keluar dari ruangannya hendak menemui seseorang yang mengadakan janji temu dengannya."Lebih baik aku tidak mengajak Mawar."CEO tampan itu melangkah dengan tenang. Di saat itu teleponnya berdering. Bian berbicara sambil berjalan, namun langkahnya
"Auh! Kakiku!" keluh Dea. Ia merasakan kakinya sakit. Sepertinya telah terjadi sesuatu pada kaki kanannya.Bian menyadari perubahan raut wajah Dea. Seolah gadis itu merasa tidak nyaman. "Apa yang terjadi Dea?" tanya Bian khawatir. Ia masih menopang tubuh istrinya.Tanpa menunggu jawaban dari Dea, CEO tampan itu segera mengangkat tubuh istrinya ala bridal style. Membuat pandangan orang-orang tertuju kepada mereka. Tak terkecuali dengan Reno yang menghentikan dansanya bersama Mawar.Bian langsung membawa Dea ke dalam mobil dan berniat untuk membawanya ke rumah sakit terdekat. Ia tak peduli dengan tatapan tajam dari semua orang."Sial! Pasti dia sengaja memanas-manasiku!" umpat Reno tidak terima. Lelaki itu pun mengajak Mawar pergi dari acara makan malam tersebut.Setelah menunggu beberapa menit, seorang dokter telah selesai memeriksa Dea."Apakah istri saya baik-baik saja, Dok?" ucap Bian merasa khawatir dengan keadaan Dea."Bapak tidak perlu khawatir. Kakinya hanya keseleo saja."Dea