Share

3. Pesan Dari Mantan

Author: Rich Mama
last update Last Updated: 2023-07-21 10:24:48

"Terus kalau nggak tinggal sama Kak Bian, aku harus tinggal sama siapa? Rasanya nggak punya siapa-siapa lagi selain dia," batin Dea merasa galau.

Lelaki tampan itu sudah mengeluarkan kunci dari sakunya. Ia hendak masuk ke dalam rumah.

"Kak Bian, tunggu!" teriak Dea sambil berlari. Terpaksa ia menuruti kemauan kakaknya.

Gadis itu membungkuk. Nafasnya ngos-ngosan.

"Dea mau tinggal sama Kakak," ucapnya kemudian.

"Sudah berubah pikiran?"

Bian melirik sekilas ke arah Dea sambil tersenyum miring. Ia segera masuk ke dalam rumah dan berjalan menuju dapur.

Dea segera duduk di kursi ruang tamu. Tubuhnya terasa letih. Hatinya masih tidak baik-baik saja. Bayangan pengkhianatan dari orang-orang terdekatnya membuat dadanya ngilu.

"Minum, dulu."

Bian datang dari arah dapur membawakan orange juice yang terlihat sangat segar.

Mata Dea berbinar. Ia sangat menyukai jus jeruk sejak kecil dan dulu selalu menikmati berdua bersama kakak angkatnya itu.

"Kak Bian bisa peka juga, ya?" ucapnya lirih sambil tersenyum dan merebut gelas dari tangan Bian.

"Begitu caranya?" Bian ikut duduk di samping Dea.

Dea teringat sesuatu. Kakak angkatnya tersebut adalah orang yang haus akan ucapan terima kasih. Gadis itu kemudian meletakkan gelas yang dibawa setelah menyeruput sedikit isinya.

Dea menatap ke arah kakaknya. Ia mendekatkan wajahnya. "Makasih Kak Bian yang paling ganteng."

Dea mencoba tersenyum. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan kakaknya.

Seketika Bian mengalihkan pandangannya. Ia berdiri kemudian melangkah ke arah kamar.

"Itu hidung kamu banyak ingusnya. Jorok banget!"

Dea berdecak kesal. Ia pikir kakaknya akan salah tingkah karena ulahnya. Teryata dugaannya tidak benar.

Gadis itu segera menghabiskan jus buatan sang kakak. Kemudian memilih untuk membersihkan wajahnya dengan sebuah tisu.

"Kak Bian kok lama banget di dalam kamar, ngapain ya?"

Dea memilih untuk menyusul kakaknya. Ia masuk ke kamar yang sama dengan kamar yang dimasuki Bian.

"Kakak?"

"Em, kamu pasti capek, ya?" Ternyata Bian baru mengganti sprei dan merapikan kamar itu agar nyaman ditempati Dea.

"Kakak nggak perlu repot-repot. Dea juga bisa kok ganti spreinya sendiri. Kenapa Kakak tinggal di tempat seperti ini?" tanya Dea yang penasaran sejak melihat rumah sederhana itu.

"Nggak suka?" tanya Bian dengan ekspresi yang sulit ditebak.

"Bukan begitu, Kak Bian."

Dea jadi serba salah. Ia tidak masalah tinggal di manapun. Yang ia heran kenapa kakaknya tidak tinggal di rumah mewah bersama orang tua kandungnya.

"Mama sama papa sudah lama di luar negeri. Kakak disuruh ngurusin perusahaan yang berada di Jakarta. Dan rumah ini rumah peninggalan nenek. Kakak lebih suka tinggal di sini."

Dea manggut-manggut. Tidak menyangka jika Bian masih bergaya sederhana seperti dulu.

"Sebenarnya Nenek berpesan sebelum meninggal. Ia ingin melihat kakak menikah terlebih dahulu. Tetapi umur siapa yang tahu."

Dea memperhatikan kakaknya dengan seksama. Ia baru sadar jika selama ini tidak pernah melihat Bian dekat dengan wanita manapun.

"Terus Kakak kapan nikahnya? Udah mau kepala empat loh," celetuk Dea tanpa disaring lebih dulu pertanyaannya.

Bian terdiam. Ia tampak berpikir. Andai Dea tahu jika lelaki tampan itu hanya mencintainya, mungkin hubungan mereka tak akan lagi sama. Bahkan merenggang dan Dea tidak mau tinggal bersamanya.

Bian tidak ingin hal itu terjadi kepadanya. Ia mencintai Dea sejak mereka berdua dinyatakan bukan saudara kandung. Lelaki itu sangat takut kehilangannya.

"Em, maaf Kak. Nggak usah dijawab juga nggak papa. Dea bisa kok nanti mencarikan calon buat Kakak."

Bian mengangkat bahunya. Tetap bersikap tenang meski bukan hal itu yang ia mau. Ia hanya tidak ingin memperpanjang masalah dan terus membualkan soal pernikahan.

"Oh, iya. Itu kamar mandinya lagi rusak. Nanti biar diperbaiki dulu. Sementara kamu mandi di luar, ya? Atau bisa juga mandi di kamar kakak kalau—"

"Di dekat dapur aja!" sahut Dea cepat.

Bian mengangguk dan segera keluar dari kamar adiknya. Ia mulai memeriksa ponselnya yang sejak tadi berdering tanpa sepengetahuannya.

Sementara Dea ingin mengistirahatkan tubuh dan otaknya. Ia bergegas untuk mandi agar merasa rileks.

Setelah beberapa menit lamanya, Dea menyelesaikan mandinya.

"Duh, kenapa aku cuma bawa handuk ya? Mana nggak bawa baju ganti."

Dea hendak membawa pakaian kotornya, namun tiba-tiba ada seekor kecoak di atas bajunya.

Aaaaaaaa !

Gadis itu berteriak sangat kencang. Mengagetkan Bian yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Dea, kenapa dia?"

Bian langsung mendorong dengan kuat pintu kamar mandi itu. Ia hendak menghampiri adiknya, namun terpeleset dan jatuh menimpa tubuh Dea.

"Kak Bian! Apa yang Kakak lakukan?" tanya Dea syok.

"Ma–maaf, Dea."

Bian hendak beranjak, tetapi terdengar rombongan orang-orang mendekat ke arah mereka.

"Lihat Pak RT. Benar 'kan kata saya. Mereka berbuat yang tidak-tidak di sini."

"Reno?" lirih Dea.

Kedua matanya sudah berkaca-kaca. Ia tidak menyangka jika Reno mengetahui keberadaannya. Dan bisa-bisanya berusaha memfitnah Dea dengan Bian.

Gadis itu merasa sangat malu. Bahkan ia hanya mengenakan handuk saja.

Menyadari Dea yang sedang bersedih, Bian melepaskan jaket pada tubuhnya. Lalu memakaikannya kepada Dea.

Padahal tadi Bian sudah bersiap hendak menemui seseorang. Ia pikir Dea sudah tidur di kamarnya.

"Laporkan saja lelaki ini, Pak. Mereka bukan saudara kandung. Tidak ada hubungan darah. Jangan sampai mencemari nama baik kampung ini." Reno sangat senang mengompori Pak RT.

"Benar! Benar!" Yang lain ikut menimpali.

Pak RT menenangkan para warga. Ia berucap dengan tenang.

"Baiklah, saya berikan dua pilihan."

Para warga menyimak dengan seksama. Sedangkan Reno merasa gelisah karena lelaki itu masih diberikan pilihan.

Padahal ia ingin Bian dipenjara. Sehingga perusahaan papanya tidak harus bersaing lagi dengan perusahaan orang tua Bian yang kini dipegang oleh kakak angkat Dea tersebut.

"Kamu saya laporkan atau kalian harus menikah."

Seketika Reno terbelalak mendengar penuturan dari Pak RT. Begitupun Bian dan Dea. Mereka saling berpandangan sesaat.

Dea merasa galau. Tidak mungkin ia menikah dengan kakaknya sendiri. Tetapi ia juga tidak mau jika lelaki yang sejak kecil menemaninya itu dipenjara.

"Baik, saya akan menikahi Dea sekarang juga."

Dea terperanjat. Memasang wajah tidak percaya kepada kakaknya.

"Pak, tolong maafkan kami. Ini semua salah paham. Tidak seperti yang kalian bayangkan. Saya bisa jelaskan semuanya."

"Pak, saya juga tidak setuju jika mereka dinikahkan. Penjarakan saja lelaki ini," ucap Reno sambil menunjuk ke arah Bian.

Dea menggeleng lemah. Ia semakin membenci Reno.

"Sudah, sudah. Keputusan tidak bisa diganggu gugat. Kita tetap adakan sebuah pernikahan agar mereka tetap bisa tinggal di sini."

Pak RT mendampingi proses pernikahan siri antara Bian dan Dea.

Hari itu Bian sibuk mempersiapkan segalanya. Sedangkan Dea hanya terdiam di kamarnya.

"Dea, bagaimana kalau kamu kabur saja. Ayo ikut bersamaku. Tinggal di apartemen pemberian papaku."

Sebuah pesan dari Reno sukses membuat Dea menjadi resah.

Meski Dea mengucapkan jika ia sudah tak percaya lagi dengan cinta, namun hatinya masih mengingat nama Reno yang sejak dulu mengisi hari-harinya setiap waktu.

"Balas Dea. Aku menantimu di bawah. Sebenarnya aku masih mencintaimu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
dea tolol kayak g punya otak. hidupnya g berguna dan cuma bisa nyusahin aja.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   56. Sang Buah Hati

    Beberapa bulan telah berlalu, Dea merasakan perutnya begitu sakit. Di saat itu dia sedang berada di rumah sang mama. Seketika Amelia membawanya ke rumah sakit. Wanita paruh baya itu langsung menelepon Bian yang masih di kantor bersama Marco. “Ada apa, Ma?” tanya Bian dari balik teleponnya. “Dea masuk rumah sakit, Sayang. Kamu segera ke sini ya? Sepertinya dia akan segera melahirkan.” Tanpa berpikir panjang, Bian langsung menyanggupi permintaan sang mama. “Kenapa?” Marco penasaran karena melihat tingkah Bian yang tidak tenang. “Aku harus ke rumah sakit, Marco. Sepertinya Dea akan segera melahirkan.” Marco terlihat bahagia mendengar kabar bahwa Dea akan menjadi seorang Ibu. “Waow, itu berita yang sangat baik. Aku akan menghubungi Mama dan Papa Justin. Kamu tidak boleh panik.” Bian menepuk pelan bahu Marco. “Apa yang harus aku lakukan?” tanya Bian begitu polos. Tiba-tiba telapak tangannya terasa sangat dingin. “Kamu pulang dulu. Persiapkan segala kebutuhan untuk bayi baru lahir

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   55. Bahagia

    Setelah siuman dari pingsan, Lusi segera memberikan minuman kepada Bian. Gadis itu menanyakan bagaimana keadaannya. "Mas Leo, apakah kepalanya masih sakit?" tanya Lusi khawatir. "Aku sudah ingat semuanya, Lusi. Kenapa kamu membohongiku?" balas Bian balik bertanya. Lusi terlihat gugup. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Satu kali dalam seumur hidupnya merasakan jatuh cinta. Dan kini harus terluka. Patah dan hancur hatinya. Ternyata gadis itu mencintai lelaki yang sudah beristri. Kakek Baya menghampiri Bian. "Lusi melakukan hal itu karena dia sangat mencintaimu, Bian. Maafkan kakek juga. Kakek merasa bahagia melihat Lusi bisa tersenyum kembali semenjak kepergian kedua orangtuanya." Kakek Baya menjelaskan semuanya. Ia membawa Lusi ke hutan dan jauh dari tempat tinggalnya semula karena tidak ingin gadis itu kenapa-napa. "Maafkan saya. Saya harus kembali untuk menemui istri saya." "Tapi Mas?" Lusi terkesiap. Ia belum siap jika harus kehilangan Bian secepat itu. "Maaf Lusi. Bian harus

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   Bertengkar

    Beberapa bulan telah berlalu. Keadaan Bian semakin membaik, tetapi ia masih belum mengingat apapun tentang masa lalunya. Lelaki tampan itu telah selesai membantu Kakek Baya mencari kayu di hutan. "Kakek, apakah setiap hari mencari kayu di hutan seorang diri?" tanya Bian kepada kakek itu. "Ya terkadang Lusi menemani Kakek. Tetapi ia lebih sering di rumah untuk memasak dan mempelajari tentang meracik obat seperti kakek. Ia ingin seperti kakek yang jago mengobati orang-orang." "Boleh saya menemui Lusi sebentar, Kek?" pamit Bian. "Tentu saja. Pasti ia sangat senang jika kamu membantu pekerjaannya." Kakek Baya tertawa renyah. Ia senang melihat hubungan Lusi dengan lelaki itu yang semakin dekat. Bian pun mengangguk senang. Ia pergi ke bagian dapur untuk melihat Lusi yang sedang sibuk memasak. "Hai, masih sibuk?" sapa Bian kaku. Padahal ia sudah mulai menerima Lusi sebagai calon istrinya. Tetapi selalu seperti itu saat berbicara dengan gadis itu. "Mas Leo? Ngapain datang ke sini? Mem

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   53. Berdebar-Debar

    Uhuk !Dea tersedak oleh air liurnya sendiri. Ia tidak menyangka jika Marco akan menanyakan hal itu kepadanya. Wanita segera menghabiskan air putih yang ada di dekatnya."Em, maaf Dea. Kamu tidak apa-apa?" Marco tentu saja panik melihat Dea terbatuk-batuk karena pertanyaan konyolnya. Lelaki itu mencoba memijit tengkuk leher Dea."Aku baik-baik saja, Marco. Tidak perlu khawatir." Dea berusaha mengelak. Tidak enak jika dipandang banyak orang di sana.Untuk sesaat Marco membiarkan Dea mengatur nafasnya agar kembali stabil. Namun ia juga menanti sebuah jawaban dari wanita itu."Bagaimana kamu bisa tahu tentang Reno? Aku dan dia—" Dea menghentikan ucapannya. Seakan berpikir sejenak. "Ah, sebaiknya tidak perlu membahas tentang dia.""Kamu yakin? Tidak ada yang perlu dijelaskan tentang masalah ini? Apakah kamu sudah melupakan Bian?" tanya Marco penuh selidik. Padahal jelas-jelas ia tahu jika di kantor tadi melihat Dea menangis gara-gara mengingat kenangan bersama Bian.Dalam sekejap saja kedu

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   52. Sepasang Kekasih

    "Belum ada perkembangan. Maafkan kakek ya, Nak?" Kakek Baya tampak bersedih."Tidak apa-apa, Kek. Kakek sudah berusaha. Mungkin besok dia akan sadar."Lusi segera menemui Bian di kamar. Perempuan itu semakin mengagumi wajah tampan milik lelaki itu."Andai saja kamu bisa berbicara hari ini. Aku pasti sangat senang."Setelah mengatakan kalimat itu, tiba-tiba kedua mata Bian terbuka. Tentu saja Lusi merasa terkejut."Kamu sudah sadar?" tanya Lusi bersemangat."Aku di mana?" tanya Bian seraya memegangi kepalanya. Ia tidak mengingat apapun selain saat dirinya tertabrak mobil dan kepalanya terbentur."Kamu di sini bersamaku, Mas. Aku Lusi calon istrimu.""Calon istri?" Bian terlihat kebingungan.Lusi meminta Bian untuk menunggu sebentar. Wanita itu segera menemui sang kakek untuk menyampaikan kondisi Bian."Kakek, lelaki itu sudah sadar. Sepertinya dia kehilangan sebagian memorinya. Mungkin dia tidak mengingat namanya sendiri.""Kamu serius, Lusi? Kamu tidak menemukan kartu identitas atau ap

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   51. Tenaga Dalam

    Amelia tersenyum kala menyadari siapa yang datang. Sepertinya wanita paruh baya itu mulai tertarik kepada lelaki tersebut."Nak Reno? Tumben pagi-pagi sudah ke sini?" tanya Amelia dengan wajah sumringahnya.Amelia melihat penampilan Reno. Lelaki itu mengenakan pakaian joging."Saya ingin mengajak Dea jalan-jalan pagi, Tante. Bukankah baik buat kesehatan ibu hamil?" ungkap Reno ramah."Memangnya Nak Reno tidak bekerja hari ini? Tante sih setuju banget kalau Dea diajak jalan-jalan pagi."Amelia semakin merasa bahagia. Karena pagi itu ia ada janji dengan Reza untuk bertemu di suatu tempat."Reno hari ini libur, Tante. Ada yang handel di kantor!" jawab Reno tegas.Dea yang sudah selesai menyiapkan makanan di atas meja jadi penasaran dengan siapa yang datang. Ia pikir papanya yang berkunjung untuk temu kangen dengan sang mama."Siapa, Ma? Ini sarapannya sudah siap," teriak Dea dari arah meja makan."Ayo, Nak Reno. Silahkan masuk," ajak Amelia kemudian."Terima kasih, Tante."Amelia berjala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status