Share

4. Dinikahi CEO Tampan

Penulis: Rich Mama
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-21 10:26:01

"Nggak! Aku nggak boleh percaya lagi sama Reno. Aku yakin dia hanya ingin memanfaatkan kelemahanku kembali."

Sebuah suara kecil mengejutkan Dea. Ia dapat melihat pintu kamar yang terbuka perlahan. Menampilkan sesosok perempuan paruh baya. Ia adalah mama Dea.

"Sayang, kamu sudah siap?"

"Mama!" Dea segera memeluk sang mama.

Amelia membelai lembut kepala putrinya. Ia tahu jika Dea belum mau menikah. Apalagi baru saja diselingkuhi oleh tunangannya.

"Mama percaya 'kan sama Dea? Dea dan Kak Bian nggak nglakuin apa-apa."

"Maafkan mama, Sayang."

Amelia ikut bersedih. Ia merasa bersalah kepada putri kesayangannya tersebut.

"Ada apa, Ma? Kenapa Mama minta maaf?" tanya Dea penasaran.

"Sebenarnya Bian hendak membatalkan pernikahan ini. Tetapi mama yang memintanya untuk menikahimu. Papa tirimu meninggalkan banyak hutang Dea. Hanya Bian yang bisa menolong."

Dea membelalakkan matanya. Ia sangat terkejut mendengar penuturan sang mama.

"Mama?" Dea kesulitan untuk berkata-kata lagi.

"Kamu akan bersama Bian. Mama tidak mau jika papa tirimu nanti menjualmu, Dea. Itu bisa saja terjadi jika kamu tidak segera menikah."

Amelia segera memeluk putrinya. Berkali-kali ia meminta maaf karena salah lagi dalam memilih suami.

"Dea benci sama Kak Bian," lirih gadis itu sendu.

"Nggak boleh kayak gitu, Dea. Walau bagaimanapun nanti Bian akan menjadi suamimu. Kamu harus taat dan nurut sama dia."

Dea hanya bisa terdiam dan pasrah. Ia akan melakukan yang terbaik untuk mamanya meski harus mengorbankan kebahagiaannya sendiri.

Dengan segala rasa bersalah, sang mama membujuk putrinya agar segera keluar dari kamar. Warga terdekat dari rumah itu sudah menanti sejak tadi.

Dengan mengenakan make up tipis dan gaun sederhana pemberian mamanya, Dea keluar untuk menemui Bian dan yang lainnya.

Gadis itu hendak duduk di samping Bian. Sesaat pendangan mereka saling bertemu. Dea masih merasa kesal. Ia kecewa dengan keputusan sepihak dari Bian.

Sedangkan Bian menatap Dea dengan segala kekagumannya. Meski Dea hanya mengenakan bedak tipis-tipis dan lipstik natural, ia terlihat begitu menawan.

'Dea, kamu sangat cantik!' batin Bian tidak dapat berdusta.

Sebuah tepukan mendarat di pundak Bian. Seketika ia menundukkan kepalanya sejenak.

"Dilanjut nanti malam. Halalkan dulu."

Bian hanya terdiam. Ia merasa malu. Perasaannya saat ini benar-benar tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata.

Di sana juga ada papa kandung Dea. Memang Bian yang memohon agar lelaki paruh baya itu menjadi wali nikah putrinya. Sayang sekali papa Dea menyanggupinya setelah Bian memenuhi sebuah syarat darinya.

Dengan lantang dan penuh keyakinan Bian mengucapkan ijab kabul.

Terdengar ucapan hamdalah yang saling bersahutan setelah Bian berhasil menghalalkan Dea—perempuan yang sangat ia cintai.

Berbeda dengan Dea. Tidak ada kebahagiaan yang ia rasakan. Ia justru semakin membenci Bian.

Satu per satu para warga berpamitan. Begitu pula papa dan mama Dea. Mereka langsung meninggalkan Bian dan Dea di rumahnya.

Dea segera masuk ke dalam kamarnya. Ia sudah merasa gerah.

"Kamu beneran mau tidur di sini?" tanya Bian seraya dagunya menunjuk ke arah kamar yang ditempati Dea.

"Jangan harap Dea mau tidur satu ranjang dengan Kakak. Nggak akan pernah!" ancam Dea tegas.

Bian hanya mampu menghembuskan nafas berat. Tanpa berkata-kata ia berjalan menuju kamarnya sendiri. Bian mengetik nama Dea pada sebuah kertas, lalu memberikannya kepada gadis itu.

"Baca dan tanda tangani," ucap Bian santai.

Dea menaikkan sebelah alisnya. Tangannya meraih kertas itu dan membacanya.

"Surat perjanjian pernikahan?"

Bian mengangguk yakin. "Satu tahun pernikahan kontrak ini. Setelah itu kamu bebas berbuat apapun yang kamu mau. Bahkan kamu berhak mendapatkan sebagai harta pemberian dari papaku."

Dea memandangi kertas di tangannya. 'Jadi karena itu Kak Bian bersikeras mau menikahiku. Untuk mendapatkan warisan dari keluarganya.'

Dengan cepat Dea menandatangani surat perjanjian itu. Ia meyakinkan diri jika satu tahun bukan waktu yang lama.

"Dea sudah menandatanganinya." Gadis itu menyerahkan kembali kertas itu kepada Bian.

CEO tampan itu segera kembali ke kamarnya. Ia berniat untuk mengemasi baju-baju Dea dari almari.

Melihat Bian sudah pergi, Dea berusaha untuk melepaskan pakaiannya. Ia cukup kesulitan karena gaunnya menggunakan resleting panjang di bagian belakang.

"Ya ampun! Ini kenapa susah sekali. Tangan Dea kurang panjang."

Tiba-tiba saja Bian sudah berdiri di ambang pintu kamar Dea.

"Butuh bantuan?" tanya Bian lirih.

"Kenapa Kakak ke sini? Buat apa? Awas ya, jangan macam-macam."

"Kakak cuma mau anterin baju-baju buat kamu. Kakak pikir kamu mau tidur di kamar utama. Ini baju-baju baru dan sisanya masih ada di kamar sana," terang Bian sambil menunjuk ke arah kamarnya.

Bian meletakkan baju-baju itu di atas ranjang. Kemudian berjalan ke luar kamar.

"Eh, mau ke mana?" teriak Dea.

"Mau cari makan di luar. Mau ikut?" tanya Bian santai.

"Ini tolongin dulu. Tega banget!" gerutunya.

Bian tersenyum tipis. Ia berjalan menghampiri Dea dan membantu melepaskan pakaian istri barunya tersebut.

***

Dea mengurungkan niatnya untuk mandi. Ia hanya mencuci wajah saja dan segera menyusul Bian yang sudah menantinya di depan rumah.

"Kenapa sih, perut nggak bisa diajak kompromi. Mana laper banget!" Dea kembali menggerutu seorang diri.

Gadis itu segera menghampiri kakak angkat yang kini sudah menjadi suaminya.

Bian hendak menggandeng tangan Dea, namun dengan cepat gadis itu menarik tangannya dan berjalan mendahului Bian menuju mobil.

Bian masih berusaha bersikap tenang. Dulu mereka terbiasa jalan beriringan dan saling bergandengan tangan.

Sepanjang perjalanan, Dea hanya diam. Ia lebih suka melihat ke arah luar. Tidak peduli Bian akan membawanya ke mana.

Teryata Bian mengajak Dea makan di sebuah restoran yang cukup mewah. Padahal biasanya hanya makan di warung pinggir jalan.

Kini mereka duduk bersebrangan dengan sebuah meja di tengah-tengahnya. Dea hanya bisa memainkan jari-jarinya. Ia ketuk-ketukkan ke atas meja sesuka hatinya. Sementara Bian sibuk dengan ponselnya.

"Sebel banget!" Karena terburu-buru, ponsel Dea ketinggalan di kamarnya.

Dea sudah merasa bosan, tetapi sesaat kemudian makanan dan minuman yang dipesan telah datang.

Semua yang ada di atas meja adalah menu makanan favorit Dea. Dan yang memesan adalah Bian.

"Makan yang banyak biar tidak stress," celetuk Bian tanpa melihat ke arah istrinya.

"Suka-suka Dea lah," balas gadis itu sambil melirik kesal ke arah suaminya.

Tiada percakapan lagi setelah itu. Bian sibuk menikmati makanan. Sementara Dea melirik sekilas ke arah kakaknya. Ia langsung mengambil ponsel Bian tanpa meminta ijin terlebih dahulu.

Gadis itu sibuk mengambil foto beraneka macam makanan favorit yang ada di depannya tanpa merasa bersalah sama sekali.

"Ternyata masih sama. Ponselnya nggak pakai pin."

Bian hanya mampu geleng-geleng kepala menyaksikan tingkah Dea.

"Tidak pernah berubah!"

Dea merasa tersindir. Harusnya ia mampu menjaga image malam itu.

Gadis itu segera meletakkan ponsel yang ia pegang lalu menikmati makanannya. Takut jika kejadian dulu terulang kembali.

Kala itu Bian sudah terlalu lama menunggu Dea. Akhirnya memutuskan untuk meninggalkannya seorang diri tanpa melakukan pembayaran terlebih dahulu.

Dea sampai harus mencuci piring waktu itu karena lupa membawa dompet. Dan tiba di rumah justru Bian menertawakannya.

"Kenapa terburu-buru?" tanya Bian kemudian.

"Takut ditinggalin!" jawab Dea jujur.

Bian terkekeh. Padahal ia tidak terpikirkan hal itu sama sekali. Mana mungkin ia meninggalkan istri cantiknya seorang diri di tempat itu.

"Pelan-pelan saja. Kakak tidak sibuk malam ini. Apalagi tidak bisa unboxing!"

Bian segera membuang muka saat menyadari ekor mata milik Dea melihatnya dengan tajam.

'Apa maksudnya ngomong begituan? Nyebelin banget.'

Dea tak ingin ambil pusing. Ia melahap habis semua makanan yang ada sampai kekenyangan.

Setelah merasa kenyang, keduanya memilih untuk langsung pulang ke rumah.

Belum ada setengah perjalanan, Dea sudah ketiduran. Bahkan ia tertidur sangat lelap saat mobil Bian telah berhenti di depan rumahnya.

Mulanya Bian berusaha untuk membangunkan Dea, tetapi gadis itu tidak juga membuka kedua matanya.

"Kasihan sekali kamu, Dea. Pasti ini karena kamu terlalu banyak menangis."

Dengan hati-hati Bian menggendong tubuh Dea ala bridal style. Tidak peduli jika gadis itu akan marah saat menyadarinya.

Tubuh Dea cukup berat. Bian cukup kesulitan saat membuka pintu rumahnya. Dan saat hendak membuka pintu kamar Dea, rupanya pintunya terkunci.

"Ada-ada saja, Dea. Pakai dikunci segala."

Terpaksa Bian membawa Dea ke kamarnya. Membaringkan tubuh sang istri di ranjangnya.

Sesaat Bian bisa menikmati wajah lelah Dea yang membuatnya semakin bertambah sayang.

"Maafkan aku, Dea. Hanya dengan cara ini aku bisa melindungi dan menjaga kamu setiap waktu. Aku tidak akan pernah melepaskanmu."

Malam itu mereka tidur di ranjang yang sama dan satu selimut. Bian merasa sangat bahagia. Ia benar-benar puas bisa memandang wajah sang istri begitu dekat.

Keesokan harinya Dea terbangun terlebih dahulu. Ia merasakan tangannya tengah memeluk sesuatu yang membuatnya merasa nyaman. Begitu menyadari ada yang salah, ia berteriak cukup kencang.

"Aaaaaa ...!!!"

Gadis itu merasa syok melihat wajah Bian begitu dekat dengannya. Bahkan bibir mereka hampir saling menyentuh.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   56. Sang Buah Hati

    Beberapa bulan telah berlalu, Dea merasakan perutnya begitu sakit. Di saat itu dia sedang berada di rumah sang mama. Seketika Amelia membawanya ke rumah sakit. Wanita paruh baya itu langsung menelepon Bian yang masih di kantor bersama Marco. “Ada apa, Ma?” tanya Bian dari balik teleponnya. “Dea masuk rumah sakit, Sayang. Kamu segera ke sini ya? Sepertinya dia akan segera melahirkan.” Tanpa berpikir panjang, Bian langsung menyanggupi permintaan sang mama. “Kenapa?” Marco penasaran karena melihat tingkah Bian yang tidak tenang. “Aku harus ke rumah sakit, Marco. Sepertinya Dea akan segera melahirkan.” Marco terlihat bahagia mendengar kabar bahwa Dea akan menjadi seorang Ibu. “Waow, itu berita yang sangat baik. Aku akan menghubungi Mama dan Papa Justin. Kamu tidak boleh panik.” Bian menepuk pelan bahu Marco. “Apa yang harus aku lakukan?” tanya Bian begitu polos. Tiba-tiba telapak tangannya terasa sangat dingin. “Kamu pulang dulu. Persiapkan segala kebutuhan untuk bayi baru lahir

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   55. Bahagia

    Setelah siuman dari pingsan, Lusi segera memberikan minuman kepada Bian. Gadis itu menanyakan bagaimana keadaannya. "Mas Leo, apakah kepalanya masih sakit?" tanya Lusi khawatir. "Aku sudah ingat semuanya, Lusi. Kenapa kamu membohongiku?" balas Bian balik bertanya. Lusi terlihat gugup. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Satu kali dalam seumur hidupnya merasakan jatuh cinta. Dan kini harus terluka. Patah dan hancur hatinya. Ternyata gadis itu mencintai lelaki yang sudah beristri. Kakek Baya menghampiri Bian. "Lusi melakukan hal itu karena dia sangat mencintaimu, Bian. Maafkan kakek juga. Kakek merasa bahagia melihat Lusi bisa tersenyum kembali semenjak kepergian kedua orangtuanya." Kakek Baya menjelaskan semuanya. Ia membawa Lusi ke hutan dan jauh dari tempat tinggalnya semula karena tidak ingin gadis itu kenapa-napa. "Maafkan saya. Saya harus kembali untuk menemui istri saya." "Tapi Mas?" Lusi terkesiap. Ia belum siap jika harus kehilangan Bian secepat itu. "Maaf Lusi. Bian harus

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   Bertengkar

    Beberapa bulan telah berlalu. Keadaan Bian semakin membaik, tetapi ia masih belum mengingat apapun tentang masa lalunya. Lelaki tampan itu telah selesai membantu Kakek Baya mencari kayu di hutan. "Kakek, apakah setiap hari mencari kayu di hutan seorang diri?" tanya Bian kepada kakek itu. "Ya terkadang Lusi menemani Kakek. Tetapi ia lebih sering di rumah untuk memasak dan mempelajari tentang meracik obat seperti kakek. Ia ingin seperti kakek yang jago mengobati orang-orang." "Boleh saya menemui Lusi sebentar, Kek?" pamit Bian. "Tentu saja. Pasti ia sangat senang jika kamu membantu pekerjaannya." Kakek Baya tertawa renyah. Ia senang melihat hubungan Lusi dengan lelaki itu yang semakin dekat. Bian pun mengangguk senang. Ia pergi ke bagian dapur untuk melihat Lusi yang sedang sibuk memasak. "Hai, masih sibuk?" sapa Bian kaku. Padahal ia sudah mulai menerima Lusi sebagai calon istrinya. Tetapi selalu seperti itu saat berbicara dengan gadis itu. "Mas Leo? Ngapain datang ke sini? Mem

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   53. Berdebar-Debar

    Uhuk !Dea tersedak oleh air liurnya sendiri. Ia tidak menyangka jika Marco akan menanyakan hal itu kepadanya. Wanita segera menghabiskan air putih yang ada di dekatnya."Em, maaf Dea. Kamu tidak apa-apa?" Marco tentu saja panik melihat Dea terbatuk-batuk karena pertanyaan konyolnya. Lelaki itu mencoba memijit tengkuk leher Dea."Aku baik-baik saja, Marco. Tidak perlu khawatir." Dea berusaha mengelak. Tidak enak jika dipandang banyak orang di sana.Untuk sesaat Marco membiarkan Dea mengatur nafasnya agar kembali stabil. Namun ia juga menanti sebuah jawaban dari wanita itu."Bagaimana kamu bisa tahu tentang Reno? Aku dan dia—" Dea menghentikan ucapannya. Seakan berpikir sejenak. "Ah, sebaiknya tidak perlu membahas tentang dia.""Kamu yakin? Tidak ada yang perlu dijelaskan tentang masalah ini? Apakah kamu sudah melupakan Bian?" tanya Marco penuh selidik. Padahal jelas-jelas ia tahu jika di kantor tadi melihat Dea menangis gara-gara mengingat kenangan bersama Bian.Dalam sekejap saja kedu

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   52. Sepasang Kekasih

    "Belum ada perkembangan. Maafkan kakek ya, Nak?" Kakek Baya tampak bersedih."Tidak apa-apa, Kek. Kakek sudah berusaha. Mungkin besok dia akan sadar."Lusi segera menemui Bian di kamar. Perempuan itu semakin mengagumi wajah tampan milik lelaki itu."Andai saja kamu bisa berbicara hari ini. Aku pasti sangat senang."Setelah mengatakan kalimat itu, tiba-tiba kedua mata Bian terbuka. Tentu saja Lusi merasa terkejut."Kamu sudah sadar?" tanya Lusi bersemangat."Aku di mana?" tanya Bian seraya memegangi kepalanya. Ia tidak mengingat apapun selain saat dirinya tertabrak mobil dan kepalanya terbentur."Kamu di sini bersamaku, Mas. Aku Lusi calon istrimu.""Calon istri?" Bian terlihat kebingungan.Lusi meminta Bian untuk menunggu sebentar. Wanita itu segera menemui sang kakek untuk menyampaikan kondisi Bian."Kakek, lelaki itu sudah sadar. Sepertinya dia kehilangan sebagian memorinya. Mungkin dia tidak mengingat namanya sendiri.""Kamu serius, Lusi? Kamu tidak menemukan kartu identitas atau ap

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi CEO Tampan   51. Tenaga Dalam

    Amelia tersenyum kala menyadari siapa yang datang. Sepertinya wanita paruh baya itu mulai tertarik kepada lelaki tersebut."Nak Reno? Tumben pagi-pagi sudah ke sini?" tanya Amelia dengan wajah sumringahnya.Amelia melihat penampilan Reno. Lelaki itu mengenakan pakaian joging."Saya ingin mengajak Dea jalan-jalan pagi, Tante. Bukankah baik buat kesehatan ibu hamil?" ungkap Reno ramah."Memangnya Nak Reno tidak bekerja hari ini? Tante sih setuju banget kalau Dea diajak jalan-jalan pagi."Amelia semakin merasa bahagia. Karena pagi itu ia ada janji dengan Reza untuk bertemu di suatu tempat."Reno hari ini libur, Tante. Ada yang handel di kantor!" jawab Reno tegas.Dea yang sudah selesai menyiapkan makanan di atas meja jadi penasaran dengan siapa yang datang. Ia pikir papanya yang berkunjung untuk temu kangen dengan sang mama."Siapa, Ma? Ini sarapannya sudah siap," teriak Dea dari arah meja makan."Ayo, Nak Reno. Silahkan masuk," ajak Amelia kemudian."Terima kasih, Tante."Amelia berjala

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status