"Mas merasa ada yang aneh ga sih dengan sikap Arga dan Riska? Aku ngerasa tatapan mereka tuh beda, apa mereka punya hubungan khusus?" tanya Aisyah, entah lah ia selalu memikirkan urusan karyawannya itu."Sudah lah ga usah dipikirkan, sekarang kamu fokus saja dengan kesehatan kamu dan bayi kita, Mas ga mau kamu ngedrop lagi, biarlah itu menjadi urusan mereka," ujar Alex sangat berhati-hati.Aisyah mengangguk, apa yang dibilang oleh suaminya ada benarnya juga, lagian mereka sudah dewasa dan mereka pasti bisa menyelesaikan semua masalahnya."Mas sudah memikirkan nama untuk anak kita?" tanya Aisyah, tidak terasa perutnya sudah terlihat besar dan sebentar lagi ia akan mempertaruhkan nyawa untuk sang anak.Alex mengetuk dagunya berfikir. "Bagaimana kalau Rania Anuradha William," jawab Alex, tiba-tiba nama itu terlintas dipikirannya.Aisyah mengangguk setuju, nama itu terdengar indah ditelinganya, ia mengusap perut, berharap anaknya kelak seperti arti dari namanya.Mereka sudah USG dan diper
"Mas perut aku sakit," adu Aisyah. Ia menggenggam perutnya kuat. Hari sudah menunjukkan pukul 23.30 WIB. Sudah satu jam Aisyah memejamkan matanya, namun tidak bisa terpejam, perutnya terasa sangat sakit, sakit berkali-kai lipat seperti biasanya. "Sekarang juga kita kerumah sakit, sepertinya Aisyah sudah mau melahirkan," ujar Mama, ia khawatir ketika melihat air ketuban Aisyah yang sudah pecah. "Sabar sayang." Alex menggendong Aisyah menuju mobil yang telah disiapkan oleh sang Papa, mereka melajukan mobil, beruntung hari sudah larut malam dan keadaan jalanan sudah sepi jadi Pak Gani lebih leluasa untuk mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sesampainya dirumah sakit, Aisyah langsung dibawa ke ruangan bersalin. "Tarik napas lalu keluarkan," ujar sang Dokter memberikan instruksi kepada Aisyah. "Dok tolong panggilkan suami saya, saya ingin ditemani oleh suami saya, boleh kan dok?" tanya Aisyah penuh harap. Dokter tersenyum lalu mengangguk, ia menyuruh suster untuk memanggil l
17 tahun kemudian .... Rani berjalan menuju koridor, lalu ia melihat salah satu teman sekelasnya menjadi korban bully oleh kakak kelasnya, walaupun ia terkenal nakal dan sering bikin kegaduhan, ia tidak bisa tinggal diam ketika melihat orang lain tersakiti. "Ga usah sok jagoan kalian disini! Bisanya cuma nindas orang lemah, sini sama gue kalau berani!" tantang Rani, ia mencekal tangan seorang perempuan dengan penampilan seperti tante girang. "Lu ga usah ikut campur!" balas perempuan tersebut tajam, ia tidak ingin orang lain mencampuri urusannya. "Harus dong, disini gue yang berkuasa!" balas Rani melotot. Ya, Siapa yang tidak mengenal Rani, seorang perempuan yang sangat berkuasa di sekolah dan tidak akan tinggal diam jika ketenangannya diganggu, ia pujaan hati dari seorang lelaki yang bernama Fero Fernando, anak pemilik SMA Jaya Mandiri. mottonya adalah, tidak akan menganggu jika tidak diganggu, namun jika ada yang berani mengganggu, siap-siap saja orang itu akan berhadapan dengan
"Murung banget tuh muka, kaya setrikaan kusut," ledek Nala, mereka baru saja sampai di sekolah. "Semua barang berharga gue disita oleh nyokap gue dan gue akan dipindahkan ke Pesantren," ujar Rani, ia sengaja tidak memberitahukan tentang perjodohannya kepada Nala, untuk urusan itu biarlah ia rahasiakan kepada semua orang. "Seriusan? Kapan?" Rani mengedikkan bahunya. "Gue belum tahu kapan tapi yang pasti secepatnya." "Yang antar kamu siapa?" tanya Nala, tadi ia tidak sengaja melihat Rani turun dari mobil. "Oh itu sepupu gue, karena motor juga disita makanya mulai hari ini dia yang antar jemput gue," jawab Rani berbohong, lelaki yang mengantarnya adalah Zizan dan kedua sahabatnya, berhubung mereka masih dalam tahap taaruf dan tidak diperbolehkan lelaki dan perempuan berduaan, makanya Zizan memutuskan untuk membawa kedua sahabatnya. Tadi malam lelaki itu beserta kedua orang tuanya dan juga ada dua sahabatnya sampai ke rumah, setelah solat subuh mereka melakukan proses taaruf antara R
S2-Bab 3 "Ngapain lu datang ke sekolah gue?" tanya Rani ketus ketika mereka sudah didalam mobil, beruntung pacar dan sahabatnya tidak melihat keberadaan Zizan, dan seperti biasa di dalam mobil juga sudah ada Ivan dan Bagas yang sedang menyimak pembicaraan mereka. "Aku cuma menjalankan amanat dari Mama," jawabnya setenang mungkin. "Sekarang lu sudah tahu kan bagaimana sikap gue, terus pasti lu ga mau punya istri seperti gue, ya udah gue ikhlas kalau kamu mau membatalkan perjodohan ini dan gue janji tidak akan pernah mengganggu lu lagi," ujar Rani, ia percaya lelaki itu pasti sangat ilfeel dengannya. "Aku tetap ingin melanjutkan perjodohan ini apalagi melihat sikapmu yang bar-bar seperti ini membuat aku semakin tertantang untuk merubah kamu menjadi lebih baik lagi," ujarnya membuat Rani melongo. Memang jika dilihat lelaki itu tampan, namun terlihat monoton, mungkin karena ia tinggal dilingkungan pesantren yang sangat mendalami ilmu agama dan juga asrama yang terpisah dengan perempua
S2-Bab 4"Kalian lagi ngapain?" Suara bariton tersebut membuat Rani maupun Zizan hanya menduduk."Rani jawab gue! Siapa dia?" tanya Fero, ya lelaki tersebut adalah Fero--pacar Rani."Dia sepupu gue, kebetulan dia lagi cuti makanya mampir kesini," jawab Rani berbohong, tidak mungkin ia mengatakan bahwa Zizan adalah lelaki yang dijodohkan oleh orang tuanya."Beneran? Kamu ga bohong kan?" selidik Fero."Ga mungkin gue bohongin lu, lagian apa untungnya gue bohongin lu," ujar Rani setenang mungkin."Orang tua lu kemana? Tumben nih rumah sepi.""Mereka lagi keluar katanya ada urusan yang harus mereka urus, lu ngapain kesini? Tumben ga ngabarin gue dulu.""Kata Nala ponsel lu disita makanya gue nekat kesini, gue khawatir dengan keadaan lu, gue takut lu kenapa-napa.""Gue baik-baik aja, cuma memar dikit, nanti juga sembuh," ujar Rani."Sebaiknya sekarang lu pergi aja ya, gue takut kalau orang tua gue lihat lu ke sini, nanti mereka marah lagi," timpal Rani, kedua orang tuanya tidak pernah meny
"Kenapa akhir-akhir ini lu murung terus?" tanya Fero heran melihat sikap pacarnya yang tidak seperti biasanya."Gapapa, gue cuma capek doang, gue mau berubah menjadi lembut tapi kok susah banget ya, capek gue tiap hari dimarahi karena gue selalu bikin onar," jelas Rani, padahal ada masalah lain yang sedang memenuhi pikirannya."Apa jangan-jangan kamu bukan anak kandung mereka, makanya mereka selalu marahin kamu," ujar Nala membuat Rani melotot."Hust lu ga boleh ngomong gitu," peringat Fero, mulut perempuan ini sangat ceplas-ceplos."Kan mana tahu lagian orang tua mana yang tega memarahi anaknya, orang tua gue aja ga pernah tuh marahi gue," ujarnya membuat suasana semakin panas.Rani pergi meninggalkan mereka, percuma ia cerita, mereka juga tidak akan bisa mengerti yang ada malah membuat Rani semakin pusing.Terlintas nama Zizan di kepala Rani, sepertinya hanya lelaki itu yang bisa membuat dirinya tenang."Kenapa aku malah mikirin lelaki itu? Seandainya dia gaul pasti aku bahagia bang
Rani berjalan menuju kelas dengan tidak semangat, hari ini adalah hari terakhir ia menginjakkan kaki di sekolah ini dan hari ini juga ia akan melangsungkan taaruf dengan Zizan, ia sangat dilema, ia tidak dapat membayangkan bagaimana nasibnya ke depan."Lah tumben nih sekolah masih sepi?" tanya Rani heran ia mengambil gawainya untuk memastikan bahwa jam tangannya tidak salah."Sudah jam 07:15 tapi kok masih sepi? Kemana warga sekolah ini? Nala dan Fero juga ga kelihatan batang hidungnya," ujar Rani berdecak.Ia membuka aplikasi berlogo hijau tersebut untuk melihat info grup kelas maupun sekolah tetapi semuanya sepi, tidak ada satupun chat yang masuk."Pada kemana sih orangnya? Padahal parkiran sudah penuh loh," ujarnya sangat penasaran, baru kali ini sekolahnya menjadi semenyeramkan ini, semua orang seperti menghilang ditelan bumi."Heh ada apa?" tanya Rani ketika melihat seorang adik kelas berlari menuju lapangan."Anu kak, Kak Nala dan Kak Angel bertengkar di lapangan, katanya keadaa