Aldi menatap kosong pada meja dan kursi yang kosong di hadapannya. Sudah sekitar lima belas menit sejak para pimpinan perusahaan meninggalkan ruang rapat, tetapi tubuhnya masih terasa sangat berat untuk digerakkan. Kepalanya terasa sangat penuh dengan permasalahan yang saat ini tengah menerpanya. "Reno benar-benar mengacaukan hidupku. Aku kira semua yang dia lakukan saat kita kecil sudah cukup, ternyata dia masih saja belum puas," geram Aldi sembari mengepalkan tangannya. "Lihat saja, Reno. Dulu kamu bisa menginjak-injak aku dan ibuku seenak jidat, tetapi kali ini aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal yang sama, terutama pada Luna." Aldi segera merasa getir setelah mengucapkan kalimat terakhirnya. Nomor teleponnya sudah diblokir oleh Luna sejak kemarin, jadi dia tidak tahu bagaimana kabarnya sekarang. Namun, Aldi jelas berharap Luna baik-baik saja dan dapat melewati semua permasalahan ini dengan baik. Dering ponsel membuat Aldi mengalihkan perhatiannya. Nama seseorang yang sang
Luna berjalan memasuki sebuah supermarket dengan langkah gontai. Setelah hampir satu jam menenangkan diri setelah mengetahui perselingkuhan suaminya, Luna memutuskan untuk berbelanja di supermarket dekat rumah kontrakannya dibandingkan di swalayan sesuai rencana awalnya. Tenaganya sudah terkuras banyak saat menangis di kedai kopi tadi. Luna juga tidak berhenti mengucap terima kasih dan maaf pada Bara karena sudah mau menemaninya. "Padahal hari ini aku ingin memulai kehidupan baru yang lebih nyaman, tetapi malah mendapatkan berita seperti ini," gumam Luna pelan. Tatapan matanya menelisik deretan mie instan yang terjajar rapi di depannya. Sepertinya, dia akan lebih sering mengonsumsi makanan instan mulai sekarang. Luna tersenyum kecil begitu membayangkan nikmatnya mie kuah dengan telur setengah matang yang jarang dia nikmati karena selama ini Reno selalu melarangnya dengan alasan diet agar tubuhnya tetap terlihat ramping. "Eh sudah dengar berita terbaru tentang Reno belum? Kasihan sek
Luna menatap pantulan dirinya di cermin besar. Setelah beberapa hari belakangan tidak mengurus dirinya dengan baik, kali ini Luna akhirnya dapat kembali merias wajahnya. Wanita itu memilih sebuah dress dengan gambar bunga-bunga kecil berwarna biru muda sebagai outfitnya hari ini. Luna juga membiarkan rambutnya tergerai bebas.“Ehem.” Suara dehaman yang berasal dari sosok pria di belakangnya membuat Luna menoleh dan mengangguk dalam. Sudah sekitar sepuluh menit dirinya memandangi cermin dan berusaha mengendalikan napasnya agar lebih rileks. Selama itu juga pria muda di belakangnya menunggu Luna tanpa berpindah tempat sama sekali.“Terima kasih banyak atas bantuan kamu, Bara,” ujar Luna dengan tulus.“Tidak perlu berterima kasih seperti itu, Mba Luna. Santai saja, saya melakukan semua ini juga karena saya memang ingin membantu Mba Luna,” jawab Bara dengan senyum kecil di wajah tampannya. Meskipun tipis, riasan di wajahnya mampu membuat kecantikan Luna terlihat lebih memancar. Hal itu me
Studio televisi itu dipenuhi suara beberapa orang yang menahan napas setelah Luna memberikan bukti lain untuk membantah perkataan Reno kemarin. Pembawa acara yang berada di sampingnya masih terdiam dengan tatapan mata yang kini beralih pada Luna.“Saya sengaja menampilkan foto dari angle berbeda sehingga para pemirsa bisa menilai sendiri apakah bukti yang saya berikan akurat atau tidak. Saya juga bisa mendatangkan saksi yang mengambil foto dan video itu secara langsung. Saya memang baru mengetahui perselingkuhan ini kemarin, jadi saya tidak akan menuduh Mas Reno sudah berselingkuh selama enam bulan seperti yang dia lakukan,” sindir Luna dengan ekspresi mengejek yang sangat kentara.Beberapa penonton memberikan tepuk tangan untuk Luna. Sosok wanita manis yang selama ini dikenal sebagai istri penurut dan selalu memberikan yang terbaik untuk suami, rupanya berani melakukan serangan balasan yang sangat kuat seperti ini. Ditambah, Luna juga tidak member
Hujan yang mengguyur kota Jakarta memaksa Luna untuk menunggu lebih lama di dalam ruangan dengan dominasi warna putih itu. Sudah sekitar lima belas menit dirinya mencoba memesan taksi online, tetapi tidak ada satupun driver yang bersedia mengantarnya. Hujan badai dengan petir yang cukup besar menjadi alasan terbesar mereka. Luna menghembuskan napas panjang dan menatap beberapa buah meja dan kursi yang tertata rapi di depannya. Beberapa jam lalu, dia berada di sini bersama dengan Bara, tetapi pria itu sudah pamit lebih dulu karena ada jadwal syuting iklan. Jadilah Luna menghabiskan waktu untuk menunggu hujan reda sendirian. Selepas acara interviewnya selesai, Luna sangat terkejut ketika mendapati beberapa audiens mendekati set acara dan menggaungkan kata-kata semangat baginya. Sesuatu yang sangat berbeda dengan hinaan yang dia dapatkan sejak kemarin. Pembawa acara kondang yang sangat dia hormati juga segera memeluk Luna tepat setelah acara itu usai. “Maafkan kami karena tidak pernah
“Hmph!” Luna berusaha menggerakkan tangannya sekuat tenaga, tetapi seseorang yang berada di belakangnya menarik tangan Luna dengan lebih kuat, membuat wanita itu terpaksa berjalan mundur. Luna menduga orang yang membekapnya adalah seorang pria jika dilihat dari ukuran tangan yang jauh lebih besar dari miliknya, ditambah sebuah jam tangan berwarna hitam yang melingkar di tangannya yang terasa tidak asing bagi Luna.Luna membelalakkan mata dan menoleh begitu mengingat siapa yang biasa mengenakan jam tangan hitam itu. Pria yang menariknya mundur mengenakan masker dan kacamata hitam sehingga membuatnya tidak dapat mengenalinya dengan mudah, tetapi Luna merasa sedikit lega ketika menyadari bahwa pria itu mungkin orang yang cukup dekat dengannya.Langkah Luna terasa lebih ringan setelah pria itu melepaskan tangan dan memberi isyarat di atas bibirnya, meminta Luna untuk tidak bicara apapun dan bergegas mengikuti langkahnya yang bergerak menuju sisi lain dari gang sempit itu.Sesuai dengan pe
Luna menatap kosong pada lemari besar yang tampaknya dibuat dari kayu berkualitas tinggi. Warna lemari yang putih tampak selaras dengan ruangan besar yang juga didominasi warna putih dan abu-abu.Sudah sekitar dua puluh menit wanita itu berdiam diri di atas kasur empuk yang dilapisi seprai putih bersih. Luna merasa sedikit sangsi dengan ucapan Bara yang mengatakan kalau rumah ini sangat jarang ditempati, karena seprai yang menyelimuti kasur itu juga terasa sangat bersih dan seperti baru diganti.“Sebenarnya rumah siapa ini? Mungkinkah rumah salah satu aktor terkenal juga? Kenapa Bara tidak mau memberitahuku soal itu?” gerutu Luna sambil melayangkan pandangan pada ruangan yang tampaknya dua kali lipat lebih besar dari kamar yang biasa dia tempati bersama dengan Reno.Luna memijat pelan kepalanya begitu mengingat soal Reno. Entah bagaimana keadaan pria yang sangat temperamental itu. Mungkinkah Reno masih berada di rumah kontrakan Luna, atau dia sudah pulang dan mengamuk di rumah?Helaan
WARNING! Bab ini mengandung adegan kekerasan! BRAK! Hentakan pintu yang terdengar cukup keras membuat wanita berambut sebahu yang setengah terlelap itu membelalakkan mata. Manik hitamnya menangkap wajah tampan yang tampak dipenuhi emosi mendekat ke arahnya. “Aku tidak percaya kamu masih bisa tidur dengan nyaman padahal suamimu baru saja dihina habis-habisan di depan banyak orang, Luna,” ujar pria tampan yang tengah menyeringai tajam itu dengan suara sepelan mungkin. Luna segera mengeratkan jaket hitamnya begitu menyadari apa yang akan terjadi pada dirinya. “Maaf Mas Reno, aku tidak mengerti maksud mas,” jawab Luna dengan nada memelas. PLAK! Benar saja, sebuah tamparan keras mengenai wajah cantiknya. Luna menatap pria di depannya dengan ekspresi linglung. Kesadarannya bahkan belum benar-benar pulih, tetapi Reno sudah melampiaskan emosi kepadanya. “Biar kuberitahu apa yang baru saja terjadi. Aktor pendatang baru itu menghinaku dengan mengatakan di depan semua orang kalau bukan ka