Share

8. Tertangkap

last update Last Updated: 2023-06-13 14:04:36

“Bu, ketemu pencurinya!” ucap Atira senang, seolah-olah ia lupa akan rasa sedihnya yang lain.

“Iya.” Bu Retno terus berusaha menggunting tali rapia yang mengikat Atira, namun sayang guntingnya tumpul sehingga ia harus lebih berusaha lagi.

“Mah, bisa enggak?” tanya pak Ramli sambil menghampiri mereka.

“Ah, susah Pah. Harus pakai pisau kayanya.” Bu Retno segera meletakkan gunting di hadapan pak Ramli, sedangkan ia segera ke dapur.

Pak Ramli meraih gunting itu dan segera mengakali untuk membuka tali yang mengikat Atira.

“Perempuan!” ucap pak Ramli dengan tatapan tetap fokus pada usahanya memotong tali rapia.

“Tuh kan. Tadi juga Tira dengar dia nelpon orang, emang suaranya suara perempuan,” cetus Atira membenarkan ucapan pak Ramli.

“Sudah.” Pak Ramli segera memberikan gunting itu kepada Atira, tali pun terlepas semua. “Ayo, kita lihat ke depan!” ajaknya tanpa menunggu Atira.

“Loh, kok udah lepas aja? Ini Ibu bawa pisau,” ucap bu Retno di ambang pintu tengah.

“Udah lepas, Bu. Ayo, kita lihat malingnya!” ajak Atira yang segera menarik tangan bu Retno. Ia benar-benar butuh sandaran.

“Sebentar! Ibu taruh dulu pisaunya di meja.” ucap bu Retno sambil menuju meja ruang tamu.

“Loh, kok? Berantakan banget?” bu Retno baru ngeh jika meja sofa ruang tamu penuh dengan bekas makanan.

“Tira kira bekas ibu, Daffa kali main-main.” Atira menanggapi ucapan bu Retno.

“Enggak, semalam ibu bebenah dulu sebelum pulang ke rumah,” sangkal bu Retno dengan yakin.

“Berarti maling itu, Bu!” geram Atira.

“Ya sudah, ayo lihat siapa malingnya. Kok bisa-bisanya ada maling enggak kedengeran ngerusak pintunya.” Bu Retno melangkahkan kakinya melewati Atira. Ia benar-benar ingin melihat seperti apa sosok maling yang sudah tertangkap itu.

“Ampun! Aku bukan maling!” teriak seorang perempuan yang kini sedang disidang warga.

Wajahnya cukup memprihatinkan karena tadi sempat dipukuli warga sebelum akhirnya ada yang melerai emosi warga.

“Halah, mana ada maling yang mau ngaku,” celetuk seseorang diantara mereka.

“Aku berani sumpah, aku istrinya Bayu, nyonya di rumah ini. Wanita tadi...”

“Huuuu...!”

Atira menelan salivanya saat mendengar pengakuan wanita yang entah seperti apa rupanya itu. Ia tertegun, mengingat Bayu yang sedang berada di rumah sakit sedangkan ia sempat bilang bahwa ia akan membawa istri barunya pulang. Apakah wanita itu yang telah menjadi istri barunya Bayu?

“Hey, mana ada maling dilepasin kaya begitu!” ucap wanita itu sambil menunjuk-nunjuk ke arah Atira.

“Hey, diam! Kita bawa aja ke kantor polisi!” teriak pak Ramli yang sudah sangat geram dengan tingkah wanita itu.

“Iya, kita bawa aja ke kantor polisi.”

Warga pun kompak menyuarakan hal yang sama.

“Bagaimana, Atira?” tanya pak Ramli meminta pendapatnya.

“Baiknya gimana warga aja. Kebetulan pundak saya sakit banget karena dipukul sama dia. Saya mau melakukan visum untuk memberatkan penjahat ini, Pak,” sahut Atira dengan tegas.

“Hey, sembarangan. Bagaimana ceritanya nyonya rumah dihukum karena ada...”

“Huh... “

Seseorang menempeleng kepala wanita itu saking kesalnya. Bagi warga, hanya ada satu nyonya Bayu yaitu Atira. Kalimat apapun yang diucapkan oleh wanita itu, tak ada satupun yang bisa ia ucapkan sampai selesai.

Atira tersenyum smirk melihat kondisi wanita itu. Kalau memang dia murni pencuri, maka sudah sewajarnya dia dijebloskan ke penjara. Jika dia istrinya Bayu, maka pukulan-pukulan warga akan menjadi obat sakit hatinya.

“Tira, apa benar dia istri barunya Bayu?” tanya bu Retno sambil mendekati Atira.

Atira mengendikkan bahunya tanda ia tak tahu. “Tira enggak pernah tahu, Bu.”

Bersamaan dengan fajar yang mulai menyingsing, wanita itu pun diseret oleh warga dengan maksud untuk digiring ke kantor polisi yang jaraknya hanya berkisar setengah kilo meter dari sana. Meskipun ia berontak, tapi semuanya tak berarti sama sekali.

“Tumggu!”

Suara bariton menginterupsi mereka.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT 188

    Atira menutup buku Yasin yang ia baca di depan makam bu Asih. Ia pun memandangi makam yang berada di sebelah kanannya, yang masih tertutup gundukan tanah merah, tanda makam itu masih baru. Sedangkan, sebelah kirinya ada makam kecil yang juga masih bergunduk tanah Merah, makam anak yang belum pernah lahir ke dunia bahkan belum diketahui jenis kelaminnya. Hanya saja, Zafran dan Atira sepakat menamainya dengan nama Ahmad, sebuah nama yang ia sandarkan kepada sosok agung yang ia kagumi. “Sayang, ayo!” Zafran meletakkan tangan di atas pundak Atira. Dengan penuh kelembutan, lelaki itu mengajak Atira untuk beranjak dari sana. Atira mengangguk tanpa menoleh. Ia pun menghapus sisa air matanya, kemudian ia bangkit dan berbalik, mengikuti langkah Zafran. Mereka pun berjalan ke arah mobil dengan bergandengan tangan. Zafran mempersilakan Atira untuk menaiki mobil jenis high MPV milik mereka terlebih dahulu. “Sayang, bagaimana dengan kasus mas Bayu dan... Emmhh... “ pertan

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT - 187

    “Jadi, kapan hubungan kalian putus?” tanya pak Hilman saat dokter Fajar baru duduk. “Mohon maaf, Pa! Saya belum sempat datang menghadap Papa!” ucap Fajar masih dengan kepala tertunduk. Sedari dulu, Ia memang begitu segan dengan pak Hilman yang merupakan cendikiawan dalam bidang kesehatan. Sedangkan, keluarga besarnya merupakan pejabat publik yang memiliki pengaruh besar di negri ini, mulai dari orang tua sampai saudara-saudaranya, semua merupakan pejabat pemerintahan. “Heemmmmhhh,” Pak Hilman menghembuskan nafas panjangnya. Ia diliputi perasaan kecewa, tapi ia pun tak bisa menuntut apapun karena ia mengetahui bahwa Yasmin lah yang salah. “Jadi, sesibuk apa kamu? Sampai-sampai tak sekalipun sempat untuk mengembalikan Yasmin padaku!” tanya pak Hilman tanpa menatap dokter Fajar, namun lelaki itu seolah ditelanjangi oleh pertanyaan lelaki paruh baya itu. “Maaf.” Hanya kata itu yang keluar dari mulut Fajar. Ia tak membela diri sedikitpun. “Kau juga sibuk mengejar istri orang.” Tiba

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT - 186

    “Ah, enggak apa-apa,” sangkal bu Retno yang merasa tak perlu banyak berbasa-basi dengan orang yang baru dikenalnya. Bu Retno memang tahu bahwa bu Nurul dan putranya adalah dua orang yang telah menyelamatkan Atira. Ia berbuat baik kepada wanita yang ia sayangi seperti anaknya sendiri, tapi ia belum mau begitu terbuka dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Ia masih harus berhati-hati. Bahkan, dirinya pun sudah pernah menjadi orang yang membahayakan bagi orang-orang yang berada di sekitar Atira. “Bu Asih,” lirihnya pelan. Ia masih merasakan sakit luar biasa saat mengetahui fakta bahwa bu Asih telah tiada. Padahal, ia pernah akan meracuni pak Suwardi dan istrinya, hanya untuk ditukar dengan keselamatan bu Asih. Janji orang jahat memang tak dapat dipercaya. “Kenapa, Bu?” tanya bu Nurul yang masih mendengar ucapannya, meskipun pelan. “Ah, emmhh... itu... “ bu Retno tergagap mendengar pertanyaan dari bu Nurul. “Nenek, ayo masuk!” seru Davin yang tiba-tiba mu

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT - 185

    “Mama! Mama!” Suara itu terdengar begitu nyata bagi Atira. Ia merasa mendengar panggilan dari kedua anak kesayangannya. “Heemmm.” Hanya ucapan itu yang mampu keluar dari mulutnya. “Mama!” Terdengar lagi panggilan itu, panggilan Davin dan Daffa yang kini terdengar lebih nyaring bagi Atira. “Hemmm.” Kembali, hanya suara itu yang mampu ia katakan untuk menjawab panggilan dari kedua anaknya. “Mama! Mama bangun, Ma! Mama jangan tinggalin kita!”“Iya, jangan tinggalin kita kaya Nenek! Bangun, Ma!” Atira tersentak dari ketakberdayaannya. Ia harus menggaris bawahi kalimat meninggalkan kami seperti Nenek. Apakah suara-suara itu isi hati Davin dan Daffa. Dengan keinginannya yang kuat, Ia meminta pertolongan Tuhan agar segera membawanya kembali. “Davin, Daffa!” lirihnya seraya membuka mata dan langsung mencari sosok orang yang ia cari. “Mama! Papa, Mama sadar,” pekik Davin sambil mengalihkan pandangannya ke belakang. Zafran

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT - 184

    “Tolong istri saya, Pak!” pinta Zafran seraya menunjuk ke arah Atira yang kini terkulai lemas di pangkuannya. “Dia Bos saya Pak, korban,” ucap Aji yang tiba-tiba muncul dari belakang polisi tersebut. “Kami butuh tenaga medis. Di dalam sudah kondusif,” ucap polisi tersebut berbicara lewat walkie talkie yang dia sampirkan di pinggangnya. Setelah itu, ia menodongkan senjata ke beberapa orang lain yang menjadi pelaku kejahatan. Beberapa polisi itu melumpuhkan mereka, menelungkupkan dan menyimpan tangan mereka di belakang. Suasana di dalam cukup menegangkan. Mirip seperti polisi kriminal yang sedang menangkap teroris. Untung saja Aji membersamai mereka sehingga Roni dan Zafran tak ikut dilumpuhkan. Aji menghampiri Zafran yang masih memeluk Atira, menguatkan wanita itu. Sedangkan Roni, ia membantu melepaskan ikatan Ressa, kemudian membantunya untuk duduk. Ressa melepas sendiri kain yang menyumpal mulutnya, sebelum akhirnya pecah tangisannya. “Yasmin! Yasmin!”

  • Ditalak 3 Lewat Telepon   DTLT 183

    Atira langsung meninggalkan pekerjaannya untuk membuka tali yang mengikat kaki Ressa. Ia tak peduli apakah ia akan sempat menyelamatkan Ressa atau tidak, yang pasti ia harus secepatnya mencoba. Buggg... Prang... “Awww... “ Lelaki itu tersungkur tepat di depan wajah Ressa yang masih menangis tanpa bisa mengeluarkan suara, karena mulutnya masih tersumpal. Sedangkan kapak itu jatuh ke lantai, setelah sebelumnya sempat melukai orang ber-hoodie yang berada di sisi lain kepala Ressa. Yang saat terkena parang, ia sedang merapalkan mantra sambil menangkupkan kedua tangan di depan dadanya. Atira cukup kaget karena dia belum melakukan apapun kepada lelaki itu. Orang yang menggagalkan niat lelaki ber-hoodie untuk mencelakai Ressa adalah wanita ber-hoodie yang sudah dilumpuhkan oleh Atira di awal. Wanita ber-hoodie itu kembali terjatuh setelah melakukan aksinya tadi. Atira tak begitu peduli, ia langsung menyerang lelaki ber-hoodie yang saat ini masih tersungkur di depan Ressa. Buggg... A

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status