Selamat membaca❤️
°°"Ada banyak sekali memori indah yang bisa aku ingat dan kenang dari Bapak, sosok pahlawan yang begitu berarti di dalam hidupku dan juga Ibu."Dahayu selalu saja tersenyum tiap kali dirinya ingat dengan kenangan yang begitu indah bersama dengan Sang Bapak, walau nyatanya cinta pertamanya itu sudah harus pergi lebih dulu, bahkan saat usianya masih 5 tahun.Sementara itu dari kejauhan, ada seorang wanita paruh baya yang sedang memperhatikan Sang putri — memantau apa yang sedang dilakukan oleh anak semata wayangnya di halaman depan rumah, sebelum pada akhirnya ia memutuskan untuk mendekat."Selamat pagi, Nak. Kamu sedang memikirkan hal apa sih? Indah sekali ya sepertinya? Sampai senyum-senyum begitu.""Eh, Ibu." Tentu Dahayu terkejut, namun tak lama dari itu ia kembali tersenyum karena merasa senang sudah bisa melihat senyum indah di pagi hari — senyuman milik Sang Ibu tercinta, "Dahayu sedang memikirkan Bapak, Bu. Eh, tidak, lebih tepatnya Dahayu sedang memikirkan kenangan indah bersama dengan Bapak,” lanjutnya“Memangnya Dahayu masih ingat? Bukankah itu sudah terlalu lama, Nak?” tanya Inka lagi, lalu ia mengambil alih selang air yang berada di tangan Dahayu dan mengarahkannya ke seluruh tanaman yang ada“Tentu saja Dahayu masih mengingatnya, Bu. Bagaimana mungkin Dahayu melupakan cinta pertama Dahayu?” jawab Dahayu diakhiri dengan tawanya“Jangan salah, Nak. Bapak kamu itu juga cinta pertama Ibu loh,” saut Inka tak mau kalah"Iya-iya, Dahayu tahu." Dahayu tertawa, lalu ia melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Sang Ibu, "Bu, Dahayu juga ingin seperti Ibu dan Bapak, hidup bersama dengan orang yang disayang. Rasanya bahagia sekali, kan?" lanjutnyaInka yang mendengar itu pun langsung menghentikan kegiatannya, lalu ia melepas pelukannya dari Dahayu dan berjalan untuk mematikan keran air, baru setelahnya kembali mendekat ke arah Sang anak dan memeluknya dengan erat, "Nak, cinta akan tumbuh seiring dengan berjalannya waktu. Percaya pada Ibu, ya?" ucapnya“Tetapi Dahayu sangat mencintai Mas Bima, Bu."“Ibu tahu, tetapi Bima bukan lelaki yang baik untuk kamu.”Inka kembali melepas pelukannya, lalu ia meraih kedua tangan Dahayu dan mengelusnya dengan begitu lembut, sementara Dahayu sendiri yang diperlakukan seperti itu hanya bisa terdiam dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya.“Percayalah pada Ibu, ya? Keputusan kamu untuk berpisah dengan lelaki itu bukanlah suatu kesalahan,” ucap Inka lagi"Bu, tetapi Dahayu benar-benar mencintai Mas Bima. Dahayu tahu jika kesalahan yang sudah Mas Bima lakukan itu sangat fatal, tetapi—”"Sudah, Nak, cukup! Perselingkuhan itu bukan hal yang wajar, bahkan perselingkuhan itu juga bukan sesuatu hal yang bisa dimaafkan. Perselingkuhan adalah penyakit yang akan muncul kapan saja, kamu harus tahu itu!"Dahayu pun menghela nafasnya dengan kasar sembari melepas tangannya dari genggaman Inka, "Ibu itu egois, Ibu tidak mau mengerti bagaimana perasaan Dahayu saat ini. Memang benar jika Mas Bima salah, tetapi bukan berarti Ibu bisa menjodohkan Dahayu dengan lelaki lain! Lelaki yang bahkan belum pernah Dahayu temui sebelumnya. Dahayu takut, Bu.""Apa yang kamu takutkan, Dahayu? Arka dan keluarganya adalah orang-orang baik dan bertanggungjawab, mereka tidak akan mungkin menyakiti kita. Percayalah pada Ibu," jelas Inka yang masih saja berusaha untuk meluluhkan hati Dahayu"Iya, Ibu bisa mengatakan hal itu dengan mudah karena Mama dari lelaki yang bernama Arka itu sudah membantu Ibu. Iya, kan? Dia sudah menyelamatkan nyawa Ibu, jadi Ibu ingin membalas kebaikannya dengan cara menikahkan Dahayu dengan anaknya. Bukan begitu, Bu?"Inka yang mendengar itu pun hanya bisa terdiam, karena sesungguhnya memang itu tujuannya — ingin berbalas budi pada orang yang sudah menyelamatkan nyawanya.Singkat cerita, Inka bisa mengenal dan bahkan sampai dekat dengan keluarga Arka karena Mama dari Arka sendiri pernah menolongnya. Ralat, lebih tepatnya sudah berhasil untuk menyelamatkan nyawanya.Ya, nyawa Inka sudah berhasil diselamatkan saat dirinya pingsan di jalan secara tiba-tiba, dan untungnya saat itu ada Mama Arka yang datang untuk membantunya, bahkan wanita paruh baya itu juga sampai membawanya ke rumah sakit.Tak hanya berhenti sampai di situ saja, saat Dokter berkata jika penyakit di dalam tubuh Inka sudah semakin parah dan akan berakibat fatal jika tidak langsung ditangani, dengan cepat Mama Arka langsung meminta kepada Dokter untuk melakukan hal apa pun demi untuk menyelamatkan nyawa Inka — tanpa memikirkan biaya sama sekali, dan dari sanalah awal mula kedekatan antara Inka dan keluarga Arka bisa terjadi.“Itu sama saja dengan Ibu menjual Dahayu, anak Ibu sendiri.”Seketika saja hati Inka langsung terasa sesak. Bagaimana bisa anak semata wayangnya mengatakan hal seperti itu? Bukankah kalimat itu terlalu kasar untuk dilontarkan pada orang tua?“Astagfirullah, Dahayu. Bagaimana bisa kamu memiliki fikiran seperti itu, Nak?” tanya Inka“Karena memang seperti itu kenyataannya, Bu. Dahayu tahu dengan apa yang—”“Assalamualaikum, Bu Inka dan Dahayu…”Ucapan Dahayu dengan terpaksa harus terhenti karena tiba-tiba saja ada satu suara yang datang dan berhasil untuk menyapa rungunya — suara yang tidak begitu asing, yang mana hal itu sendiri membuat Dahayu langsung melempar arah pandangnya ke sumber suara, pun mendapati adanya seorang wanita paruh baya yang sedang digandeng oleh seorang lelaki.“Waalaikumsalam. Loh, Bu Liana dan Mas Arka? Ada apa pagi-pagi begini sudah datang? Aduh, rumah saya masih berantakan sekali.”Dengan cepat Inka langsung menghampiri kedua orang itu, sementara Dahayu sendiri hanya bisa terdiam mematung tanpa berani untuk mengeluarkan sepatah kata apa pun, "Mas Arka, katanya? Jadi, lelaki yang sedang menggandeng tangan Bu Liana itu adalah Mas Arka? Dia lelaki yang ingin dijodohkan dengaku?""Apa kabar, Bu Liana dan Mas Arka?" Inka bertanya dengan sangat ramah sembari mengulurkan tangannya dengan maksud untuk bersalaman, "Maaf ya kalau saya belum sempat untuk mengunjungi rumah kalian lagi," lanjutnyaDan wanita paruh baya bernama Liana itu pun langsung menerima uluran tangan Inka dengan baik, "Seharusnya saya yang minta maaf karena sudah bertamu pagi-pagi begini, pasti mengganggu sekali ya? Karena kebetulan saya baru saja pulang dari pasar, lalu saat sedang di perjalanan tiba-tiba teringat dengan Bu Inka dan Dahayu, jadilah saya meminta Arka untuk diantar ke sini.""Mengganggu apanya, Bu? Tidak kok," saut Inka, "Ya sudah, kalau begitu kita masuk dulu yuk, Bu, Mas. Kita mengobrol sembari minum teh hangat," lanjutnya"Terima kasih banyak atas tawarannya, Bu Inka. Tetapi kami hanya ingin mampir sebentar untuk melihat kondisi Ibu dan Dahayu," tolak Liana dengan ramah, "Kalian baik-baik saja, kan? Oh, iya. Kebetulan tadi kami beli beberapa kue basah di pasar, tolong diterima ya. Untuk sarapan," lanjutnyaLiana menyodorkan satu bungkus plastik berwarna merah yang berisikan beberapa macam kue basah, dan Inka sendiri juga langsung menerimanya walau dengan hati yang tak enak."Aduh, jadi merepotkan begini ya, Bu? Terima kasih banyak, Bu Liana. Saya jadi tidak enak hati. Nanti kapan-kapan saya izin main ke rumah sembari membawa kue dan pastel ya?""Sama sekali tidak merepotkan, Bu Liana. Seperti dengan siapa saja," saut Liana, lalu ia mengarahkan pandangannya pada Dahayu, "Omong-omong, Bu Inka sedang apa? Pagi-pagi begini ada di halaman depan rumah sembari mengobrol dengan anak gadisnya.""Oh, iya. Saya lupa!" gumam Inka, lalu ia mendekati Dahayu dan menarik pelan tangan Sang anak untuk menghampiri Liana dan Arka, "Dahayu, ayo berikan salam pada Bu Liana dan Mas Arka. Ini kali pertama kamu untuk bertemu dengan Mas Arka, kan?"Dahayu menganggukan kepalanya, karena memang benar jika saat itu merupakan kali pertamanya untuk bertemu dengan Arka, tidak dengan Liana karena sebelumnya mereka sudah pernah bertemu di rumah sakit."Assalamualaikum, Tante Liana dan Mas Arka. Aku Dahayu," ucapnya memperkenalkan diri"Waalaikumsalam, cantik." Liana tersenyum sembari meraih tangan Dahayu, "Sepertinya Bu Inka tidak salah memberikan nama untuk Dahayu ya? Karena Dahayu sendiri artinya cantik, sesuai dengan doa dan harapan."Seketika saja pipi Dahayu memerah, wajahnya pun juga mulai terasa memanas karena rasa malu yang dirasa, "Aamiin. Terima kasih banyak atas pujiannya, Tante Liana."Inka dan Liana yang mendengar dan melihat itu pun langsung tersenyum, sementara Arka sendiri sedari tadi hanya bisa terdiam, kedua netranya tak pernah ia lepaskan dari sosok gadis cantik bernama Dahayu itu.Inikah yang dinamakan dengan cinta pada pandangan pertama?--- bersambung.Selamat membaca❤️ °° "Bu Inka, sepertinya ada yang terpesona juga dengan kecantikan Dahayu selain saya. Bu Inka sadar tidak?"Dan Inka sendiri yang menyadari hal itu pun tentu mengerti, yang mana ia langsung mengarahkan pandangannya pada Arka dan Dahayu secara bergantian, "Iya, saya rasa juga seperti itu. Habisnya dari tadi hanya diam saja ya?"“Ma.” “Bu.”Arka dan Dahayu, keduanya sama-sama memanggil orang tua mereka secara bersamaan, pun berhasil membuat Inka dan Liana yang mendengarnya langsung tertawa — merasa ada kehangatan yang menyelimuti obrolan di pagi itu, walau nyatanya tak berlangsung lama karena tiba-tiba saja ada seorang lelaki yang datang dan langsung memukul Arka dengan menggunakan balok, pun menarik Dahayu dengan kasar."Hey, siapa kamu?" Liana bertanya sembari membantu Arka yang terjatuh akibat pukulan itu, "Apa salah anak saya? Kenapa tiba-tiba kamu memukulnya?"“Astagfirullah, Mas Bima?!” “Iya, ini aku, Dahayu. Aku adalah Bima, kekasih kamu!” Ya, lelaki itu ada
Selamat membaca❤️ °° "Ternyata kamu tidak sebaik itu ya, Dahayu. Perkiraan saya selama ini ternyata salah, kamu adalah wanita paling jahat yang pernah saya kenal. Saya tidak sudi memiliki menantu seperti kamu!"Suasana saat itu benar-benar semakin memanas dan tak bisa untuk dikendalikan lagi. Baik Liana maupun Sang suami, keduanya benar-benar sudah merasa kesal dan kecewa dengan Dahayu — merasa jikalau harga diri mereka sudah dijatuhkan, sudah dibohongi, bahkan dibuat malu di depan banyak orang."Bu, Pak, saya tahu bagaimana perasaan kalian saat ini karena saya sendiri juga merasakan hal itu. Terkejut? Tentu, saya benar-benar terkejut dengan pernyataan yang sudah dikatakan oleh pria itu. Tetapi sebagai seorang Ibu, saya ini sangat paham betul dengan kepribadian Dahayu. Anak saya tidak mungkin melakukan hal bodoh seperti itu, terlebih lagi dengan lelaki yang sudah menyakitinya," jelas Inka — mencoba untuk memberi pengertian"Mana mungkin ada penjahat yang mau mengakui kesalahannya?" s
Selamat membaca❤️ °° “Aku sangat khawatir dengan keadaan beliau, jadi tolong izinkan aku untuk ikut ya, Mas? Aku mohon.” Dahayu kembali mencoba untuk mengambil kepercayaan Arka, sementara Arka sendiri yang mendapati permintaan itu hanya bisa terdiam — merasa bingung, sampai pada akhirnya terdengar suara Liana dan berhasil untuk memecah keheningan antara keduanya."Arkatama, cepat! Untuk apa kamu masih melayani wanita pembohong itu? Untuk saat ini yang terpenting adalah Papa kamu, bukan dia!" protes Liana"I-iya, Ma." Mau tak mau Arka menuruti ucapan Sang Mama, lalu dengan cepat ia langsung bergegas untuk masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Dahayu begitu sajaLantas, bagaimana dengan Dahayu?Ya, wanita itu sendiri hanya bisa diam mematung — memperhatikan mobil mahal yang sedang melaju dengan kecepatan tinggi, pun tak lama dari itu ada Inka yang datang menghampiri, membawa dan memeluknya ke dalam dekapan demi untuk saling menguatkan satu sama lain atas kejadian yang baru saja mereka
Selamat membaca❤️ °° "Bu, ini semua bisa terjadi karena Dahayu ya? Kepergian Pak Yudhis itu bisa terjadi karena Dahayu? Dahayu yang sudah membuat Pak Yudhis meninggal? Begitu ya, Bu?"Suasana duka benar-benar sudah berhasil menyelimuti hati Dahayu dan Inka dengan sangat baik, suara isak tangis dari keduanya pun juga mulai terdengar — memungkinkan para tetangga atau siapa saja yang sedang lewat di depan rumah mereka pasti akan merasa bingung dan terheran-heran."Tidak, Nak. Kepergian Pak Yudhis bukan sepenuhnya karena kesalahan kita, ini semua adalah takdir Allah. Memang sudah seperti ini jalannya, ketetapannya memang sudah seperti itu."Dengan perlahan Inka mencoba untuk memberikan pengertian pada Sang anak, namun lagi-lagi Dahayu kembali menggelengkan kepalanya."Tidak, Bu, bukan seperti itu. Semua masalah ini bermula karena Dahayu, jadi Pak Yudhis pergi meninggalkan Mas Arka dan Bu Liana untuk selamanya ya karena Dahayu," tutur Dahayu, "Berarti memang benar ya dengan apa yang sudah
Selamat membaca❤️ °°"Pergi kalian dari hadapan saya dan anak saya! Kami sudah terlalu malas untuk berurusan dengan para pengkhianat seperti kalian. Manusia sok suci!""Astagfirullah, Bu Liana! Apa maksudnya? Kenapa Ibu menampar anak saya? Keterlaluan!"Ibu mana yang tak marah saat mendapati Sang anak disakiti oleh orang lain? Bahkan tepat di depan matanya, dan hal itulah yang kini sedang dirasakan oleh Inka.Pasalnya, ia sendiri sama sekali tak pernah menyakiti putri semata wayangnya itu, bahkan untuk memiliki niat saja rasanya tak mungkin. Tetapi, bagaimana dengan orang asing itu? Yang mana ia justru dapat dengan mudahnya meninggalkan bekas luka yang begitu besar. Tak hanya di fisik, tetapi juga di hati."Kamu yang nyatanya jahat, Bu Liana!" sambung Inka, masih mencoba untuk meluapkan rasa kesal di hatinya, "Bisa-bisanya kamu mengotori pipi anak saya dengan cara seperti itu, yang bahkan saya sendiri saja tidak pernah melakukannya!""Loh, bukankah kejahatan memang harus dibalas denga
Selamat membaca❤️ °° "Bima, hentikan! Jangan coba-coba untuk menyakiti anak saya atau saya akan melaporkan kamu pada pihak yang berwajib!""Ya, silakan, lakukan saja sesuka hati kalian. Tetapi ingat, saya tak berani menjamin kalau kalian bisa bertemu dengan Dahayu lagi setelah kalian melakukan hal itu."Inka menangis, hanya itu yang bisa ia lakukan. Air matanya mengalir dengan begitu deras, fikirannya pun juga sudah melayang jauh entah kemana — membayangkan akan jadi seperti apa dan bagaimana keadaan yang nantinya akan terjadi jika Bima benar-benar melakukan hal bodoh itu pada putrinya."Apa kamu belum puas, Bima? Belum puaskah kamu untuk menghancurkan hidup anak saya? Yang bahkan sekarang kamu juga memiliki niat untuk membunuhnya. Ada dimana hati kamu, Bimantara? Tega sekali, jahat!"Bima yang mendapati pertanyaan itu pun hanya terdiam, tak mau untuk menjawabnya dan justru memilih untuk mengarahkan senjata api yang ada di tangannya itu ke arah langit, sebelum pada akhirnya terdengar
Selamat membaca❤️ °° “Cukup, hentikan!"Dahayu, Inka, dan Liana yang mendapati keributan itu pun tentu merasa takut, namun dengan cepat mereka mencoba untuk memisahkan dua lelaki itu dari petarungan yang cukup sengit, yang mana Dahayu dan Inka langsung menjauhkan Bima dari Arka, sementara Liana langsung menarik dan membawa Arka ke dalam pelukannya."Cukup, Arka. Hentikan! Mama tidak mau kamu terluka hanya karena perbuatan bodoh lelaki itu," ucap Liana"Tetapi lelaki itu sudah menyakiti hati dan fisik Dahayu, Ma. Aku harus membalasnya!" saut Arka dengan arah tatap yang masih saja ia tujukan pada Bima, tentu dengan deruan nafas yang menggebu-gebu, "Aku tidak terima!""Kenapa harus tidak terima? Toh, saya melakukan hal itu demi kebaikan Dahayu agar dia tidak terjebak ke dalam permainan yang sudah anda buat!" balas Bima, lalu ia menepis tangan Dahayu dan Inka dengan kasar, "Seharusnya anda bisa menggunakan otak anda dengan baik, Bapak Arkatama Maheswara.""Apa saya tidak salah dengar? La
Selamat membaca❤️ °°"Aku sangat mencintaimu, Dahayu. Sungguh, tolong maafkan aku, tolong maafkan semua kesalahanku.""Aku tidak pernah marah atau bahkan menaruh rasa benci di dalam hati dan diriku terhadap kamu, Mas. Kamu tidak salah, jadi tidak ada alasan bagiku untuk membenci kamu. Tidak ada yang perlu untuk dimaafkan, ya?""Terima kasih banyak, Dahayu."Dahayu menganggukan kepalanya, sebelum pada akhirnya Arka melepas pelukan itu dan mengalihkan pandangnya ke arah Inka. Ya, lelaki itu ingin meminta maaf pada Inka karena sudah berani untuk berkata kasar dan menuduhnya kemarin, yang bahkan sampai tadi saat mereka belum tahu jika nyatanya semua kesalahan dan permasalahan berasal dari Bima."Bu Inka, maafkan Arka dan Mama ya? Maaf karena kami sudah berkata dan menuduh hal yang tidak-tidak," ucap Arka diakhiri dengan meraih tangan Inka dengan maksud untuk bersalaman, "Maaf atas ketidaksopanan kami, maaf sudah membuat Bu Inka dan Dahayu merasa sakit hati karena perkataan kami.""Iya, Ar