Selamat membaca❤️
°°"Bu Inka, sepertinya ada yang terpesona juga dengan kecantikan Dahayu selain saya. Bu Inka sadar tidak?"Dan Inka sendiri yang menyadari hal itu pun tentu mengerti, yang mana ia langsung mengarahkan pandangannya pada Arka dan Dahayu secara bergantian, "Iya, saya rasa juga seperti itu. Habisnya dari tadi hanya diam saja ya?"“Ma.”“Bu.”Arka dan Dahayu, keduanya sama-sama memanggil orang tua mereka secara bersamaan, pun berhasil membuat Inka dan Liana yang mendengarnya langsung tertawa — merasa ada kehangatan yang menyelimuti obrolan di pagi itu, walau nyatanya tak berlangsung lama karena tiba-tiba saja ada seorang lelaki yang datang dan langsung memukul Arka dengan menggunakan balok, pun menarik Dahayu dengan kasar."Hey, siapa kamu?" Liana bertanya sembari membantu Arka yang terjatuh akibat pukulan itu, "Apa salah anak saya? Kenapa tiba-tiba kamu memukulnya?"“Astagfirullah, Mas Bima?!”“Iya, ini aku, Dahayu. Aku adalah Bima, kekasih kamu!”Ya, lelaki itu adalah Bima, lelaki yang mengaku sebagai kekasih Dahayu itu bernama Bima, walau sebenarnya sudah sejak lama Dahayu memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka karena Bima ketahuan selingkuh — bermain-main dengan wanita lain di belakang Dahayu."Apa yang sedang kalian lakukan di rumah calon istri saya? Pagi-pagi begini pula," tanya Bima dengan penuh percaya diri pada Arka dan Liana“Seharusnya pertanyaan itu saya ajukan untuk kamu!" saut Inka, lalu ia menarik tangan Dahayu agar menjauh dari Bima, "Apa yang kamu lakukan di rumah saya? Untuk apa kamu datang ke sini lagi? Apa yang ingin kamu lakukan pada Dahayu? Memangnya kamu belum merasa puas untuk menghancurkan hati dan mental anak saya?"Bima yang mendengar itu pun hanya bisa terdiam sembari membuang wajahnya ke sembarang arah — merasa malu, tak berani untuk menatap Dahayu dan Inka, terlebih lagi Arka dan Liana yang merupakan saingannya dalam memperebutkan hati Dahayu."Kenapa kamu diam saja? Apa kamu merasa malu?" tanya Inka lagi, "Kamu masih ingat dengan kesalahan kamu, kan? Jadi jangan pernah berharap sedikitpun kalau saya akan melepas dan membiarkan kamu untuk tetap memiliki anak saya! Paham? Karena peselingkuhan tidak bisa dimaafkan," lanjutnya"Hey, tolong jaga ucapannya!" bentak Bima dengan nafas yang membara, "Dengar ya, saya dan Dahayu itu saling mencintai satu sama lain, hubungan kami pun bisa berakhir karena ulah Tante yang tidak pernah mau untuk menyetujuinya!" lanjutnya“Iya, saya memang dengan sengaja melakukan hal itu karena saya tahu apa yang terbaik untuk Dahayu, untuk anak saya!” sambung InkaSuasana yang tadinya terasa damai seketika saja berubah menjadi kacau — suara teriakan ada dimana-mana, membuat para tetangga yang mendengarnya langsung keluar dari dalam rumah karena ingin menyaksikan apa yang sebenenarnya sedang terjadi.“Coba lihat itu! Keluarga Ibu Inka, pagi-pagi begini sudah buat kekacauan. Apa mereka tidak merasa malu?”“Sepertinya tidak, karena kejadian seperti itu tidak hanya terjadi selama satu atau dua kali saja.”“Semua ini pasti karena Dahayu, tega sekali ya anak itu? Sering dan senang sekali membuat Ibunya malu.”“Ya begitulah anak yang sudah tinggal oleh Bapaknya sejak kecil, rasa kasih sayangnya kurang, dan didikannya juga mungkin kurang.”“Tetapi, bukankah Dahayu merupakan lulusan S1 di Universitas ternama?”“Pendidikan tidak akan mempengaruhi bagaimana sifat dari seseorang, ingat itu.”Sekiranya itu obrolan yang keluar dari mulut para tetangga Dahayu dan Inka, mereka sering kali menganggap rendah Ibu dan anak itu tanpa memikirkan bagaimana perasaan keduanya — sering kali menghina Dahayu dan mengatakan jika Dahayu bukan perempuan yang baik, bahkan mereka juga sering kali menghina Inka dan mengatakan jika Inka sudah gagal untuk mendidik anaknya.“Tante tidak berhak untuk mengatur hidup Dahayu karena Dahayu sudah dewasa. Dahayu sudah bisa menentukan pilihan atas jalan hidupnya sendiri,” ucap Bima yang masih saja belum mau mengalah, “Sekarang lebih baik Tante tanyakan langsung kepada Dahayu, siapa lelaki yang akan dia pilih? Aku atau lelaki yang sama sekali tidak dikenal itu."Inka yang mendengar itu pun langsung terdiam, lalu ia menatap lekat kedua mata Dahayu dan memegang kedua tangan anaknya itu, “Nak, Ibu percayakan semuanya pada kamu. Ya?”“Bu, Dahayu…” Dahayu memejamkam matanya sembari mengusap tangan Sang Ibu, “Dahayu…”“Dahayu, apakah kamu benar-benar merasa keberatan dengan perjodohan ini?”Akhirnya satu kalimat itu lolos dari mulut seorang lelaki yang sedari tadi hanya bisa terdiam, membuat Dahayu yang mendengarnya langsung membuka mata dan mengarahkan pandangannya ke sumber suara.“Mas Arka, aku…”“Sudahlah, kalian semua seharusnya sudah tahu apa jawaban yang akan Dahayu berikan! Jangan pernah kalian paksakan kehendak kekasih saya,” ucap Bima“Bima, diam kamu! Tidak ada satu orang pun di sini yang menyuruh kamu untuk berbicara,” bentak Inka, “Lagi pula, saya tidak akan pernah menyetujui hubungan kalian jikalau pada akhirnya Dahayu akan memilih kamu! Jadi lebih baik kamu—”“Saya tidak perlu restu dari Tante.” Dengan cepat Bima langsung menarik tangan Dahayu dan menggenggamnya dengan begitu kencang, “Lebih baik kamu ikut denganku, Dahayu!”Tanpa berfikir panjang lagi, Bima langsung saja membawa Dahayu untuk masuk ke dalam mobil, mobil yang sebelumnya memang sudah ia pinjam dari temannya karena ia sudah memiliki rencana untuk membawa kabur Dahayu dari Inka.“Hey, ingin kamu bawa pergi kemana anak saya? Lepaskan dia!”“Tidak, saya tidak akan melepaskan Dahayu begitu saja karena dia adalah milik saya!”Flashback Off"Jadi, bagaimana? Kalian tidak benar-benar melupakan kejadian itu, kan?" Bima bertanya untuk memastikan, tentu sembari menampilkan senyum penuh kemenangan, "Di saat pelarian itulah pernikahan saya dan Dahayu terjadi."Arka, Inka, Liana, dan tentunya Papa Arka sendiri yang tidak tahu menahu tentang kejadian itu pun langsung terkejut, mereka benar-benar sangat tidak menyangka dengan apa yang sudah Bima katakan.Apakah hal itu benar-benar terjadi? Tetapi, kenapa Dahayu tidak pernah menceritakannya? Apa dia memang sengaja menyembunyikan hal itu agar tidak membuat Inka dan Arka sekeluarga marah?“Astagfirullah, Dahayu. Jadi selama ini…”“Bu, tidak, Dahayu sama sekali tidak melakukan hal itu. Dahayu berani bersumpah,” ucap Dahayu, lalu ia mendekat ke arah Bima dan menampar pipi lelaki itu, “Mas Bima, kamu keterlaluan! Apa maksud kamu? Tega sekali kamu memfitnah aku,” ucapnya“Kamu tidak perlu mengelak lagi, Dahayu. Foto itu sudah cukup kuat untuk dijadikan sebagai sebuah bukti,” ucap Bima“Dasar lelaki gila!” Dahayu mendorong tubuh besar Bima dengan seluruh kekuatannya, lalu setelahnya ia mendekat ke arah Arka dan meraih kedua tangan suaminya itu, “Mas Arka, kamu percaya denganku, kan? Semua yang sudah diucapkan oleh Mas Bima itu tidak benar. Aku tidak pernah menikah dengannya,” lanjutnyaArka sendiri yang mendengar ucapan Dahayu pun hanya bisa terdiam — sedang mencoba untuk mencerna tiap-tiap kata yang sudah Dahayu lontarkan padanya."Mas, jangan diam saja. Percayalah padaku, ya?" Dahayu kembali meminta, "Aku dan Mas Bima sudah tidak memiliki hubungan apa pun, kami sudah resmi berpisah sejak—”“Dahayu, cukup!”Ucapan Dahayu terpotong oleh Liana yang tiba-tiba saja membentaknya, bahkan wanita paruh baya itu juga langsung melepaskan tangan Dahayu dari tangan Arka dan menjauhkan mereka.“Saya rasa semuanya sudah jelas, saya tidak ingin jika anak saya menikah dengan seorang wanita yang nyatanya sudah bersuami, terlebih lagi wanita itu juga sedang mengandung!” ucap Liana"Bu Liana, tidak. Semua yang dikatakan oleh Mas Bima hanya omong kosong, dia berbohong dan hanya mengarang cerita. Pernikahan itu tidak pernah terjadi, aku dan dia—”“Arka, tolong dengarkan Mama. Untuk saat ini Mama hanya ingin meminta satu hal dengan kamu, tolong kamu talak Dahayu, sekarang juga!”“Iya, Arka, benar dengan apa yang sudah Mama kamu katakan, Papa setuju. Tolong kamu talak Dahayu sekarang juga, ceraikan dia!”--- bersambung.Selamat membaca❤️ °° “Aku dan Jeenara pamit ya, Mas. Terima kasih karena sudah mengantar kami. Oh, iya. Tolong titipkan salamku pada Bu Liana ya, sampaikan juga permintaan maafku padanya—” “Mama sudah tidak ada, Yu. Mama sudah meninggal sejak 5 tahun yang lalu karena jatuh di kamar mandi, dia terpeleset. Dokter berkata kalau Mama mengalami serangan jantung.”Lagi, Dahayu kembali dikejutkan dengan pernyataan Arka, ia benar-benar tak menyangka jikalau ternyata wanita paruh baya yang selalu membencinya itu kini sudah tiada.“Innalillahi, ya Allah. Turut berduka cita ya, Mas. Maaf, a-aku tidak tahu tentang hal itu,” ucap Dahayu“Tidak perlu minta maaf, tidak apa-apa, karena itu memang bukan hal penting yang harus kamu ketahui. Iya, kan?” balas Arka sembari menundukan kepalanya, “Hm... Oh, iya. Ta-tapi ada satu hal penting yang harus kamu ketahui. Tepat sehari sebelum Mama pergi, dia berkata padaku kalau katanya dia rindu kamu, ingin bertemu dan juga minta maaf. Ingin sekali rasanya dia
Selamat membaca❤️ °° 8 Tahun kemudian… “Sayang, kamu dan Jeenara sudah berangkat belum? Sekali lagi aku minta maaf ya karena tidak bisa jemput kalian, ada meeting mendadak sampai jam 12 siang dengan team. Tapi kalian tenang saja ya, aku akan langsung pergi menyusul ke sana setelah meetingnya selesai. Plaza Indonesia, kan?”(Jeenara, dibaca ; Jinara). “Iya, Mas. Tidak apa-apa. Aku dan Jeenara sudah siap, kami hanya tinggal menunggu taksi onlinenya datang, sepertinya sebentar lagi. Oh, iya, Mas. Anakmu ini bawel sekali, katanya sudah tidak sabar untuk bermain di tempat bermain. Sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Papa juga katanya.” “Aduh, manisnya anak Papa. Ya sudah, kalau begitu sampai bertemu nanti ya. Kabari aku terus, Ma.” “Oke, Papa sayang. Sampai bertemu nanti ya! Jeenara and Mama loves you.” “Papa loves you two too, sayang-sayangnya Papa. Hati-hati di jalan ya, see you.” Sambungan telepon keduanya pun berakhir, dan kebetulan pula taksi online yang ditunggu sudah datan
Selamat membaca❤️ °° “Sekarang aku harus apa? Aku merasa seperti tidak memiliki arah dan tujuan. Aku hilang tanpa tahu ingin pergi kemana.” Hampa, itu yang sekiranya sedang dirasakan oleh Arkatama Maheswara. Baginya, semua telah menghilang — semuanya tak lagi sama, tak ada lagi rasa kasih sayang dan cinta tulus yang menyelimuti hatinya. Melindungi dirinya dari kejamnya kenyataan di dunia.Rumahnya itu kini sudah tiada, tempat ternyaman untuknya pulang dan mengadu itu kini sudah pergi meninggalkannya. Hidupnya kini benar-benar terasa sangat sunyi sepi, bahkan ia merasa jikalau dirinya sudah tak lagi berguna untuk siapa pun — termasuk dirinya sendiri.Rasa bersalah yang ada pun sudah berhasil menghantuinya. Namun, ia bisa apa selain pasrah? Semuanya sudah terjadi. Ingin marah? Tentu saja, ingin sekali. Namun dengan siapa?“Kamu marahi saja dirimu sendiri, Arkatama! Apa kamu tak sadar kalau kamu itu bodoh? Bodoh karena sudah melepas wanita yang begitu sempurna seperti Dahayu. Kamu bod
Selamat membaca❤️ °° “Dahayu benar-benar hamil. Dan pertanyaanku hanya satu, bagaimana nasib hidupnya dengan Sang anak nanti? Tidak mudah kalau mereka hanya harus hidup berdua tanpa ada sosok suami dan juga Ayah yang menemaninya. Wah, lelaki itu memang sangat keterlaluan! Gila dan tidak memiliki hati. Bisa-bisanya dia melakukan hal setega ini pada Dahayu.” Rakyan menghela nafasnya sembari memejamkan mata — untuk mengatur emosi yang saat itu sedang ia rasakan, lalu setelahnya ia menoleh ke belakang, mengarahkan tatapnya ke arah Dahayu yang sedang berbaring di kasur periksa.Lemas, begitulah keadaan Dahayu yang bisa Rakyan lihat.Ya, saat itu Dahayu masih dibiarkan berbaring di atas kasur periksa dengan infus yang tersambung ke tangannya — hal yang memang sengaja dilakukan karena keadaannya saat itu masih lemah, Dokter yang menyuruhnya untuk menjaga kondisi tubuhnya ; agar tidak kembali menurun.“Kandungan Bu Dahayu saat ini sudah memasuki usia enam minggu ya, Pak. Dan alhamdulillah
Selamat membaca❤️ °° “Mas Rakyan, jadi orang yang selalu membersihkan makam Ibu dan menaburkan bunga di atasnya itu kamu?” “Iya, Dahayu. Aku yang melakukannya.” Ya, dia orangnya. Rakyan Pradana.Kalian masih ingat dengan lelaki itu, kan? Jika lupa, sini, biar aku bantu ingatkan kembali.“Terima kasih banyak sebelumnya, Mas. Tetapi saya tidak— Loh? Mas Rakyan? Kamu Rakyan Pradana, kan?”“Iya benar, saya Rakyan. Tunggu, kamu Dahayu ya? Dahayu Ishvara alumni Universitas Indonesia jurusan Sastra, kan?”“I-iya, benar itu aku.”“Wah, kenapa bisa kebetulan begini ya? Setelah sekian lama akhirnya kita bisa bertemu lagi. Omong-omong kamu masih ingat denganku, Yu? Suatu kehormatan besar ini namanya.”“Bisa saja kamu, Mas. Lagi pula ya, sepertinya mustahil kalau aku lupa dengan kamu. Rakyan Pradana. Bayangkan, hanya dengan mendengar namanya saja aku bisa ingat betapa seringnya lelaki itu untuk mencari masalah dengan Pak Yugi karena tidak pernah masuk ke dalam kelasnya. Betul, tidak?”Ya, lel
Selamat membaca❤️ °° “Kamu tidak salah dengar, Mas. Nama lelaki itu Kaivan Daffa, dan dia adalah Kakak sepupuku. Dia yang sudah membantu aku selama beberapa hari terakhir ini, bahkan dia juga yang sudah menolongku dari keterpurukan, menolongku agar aku tetap bangkit dan sembuh dari luka yang cukup membekas. Walau nyatanya tidak mudah, sangat sulit dan menyakitkan hati.” “Dahayu, maaf. A-aku tidak tahu, maaf. Sekarang aku ulangi pertanyaanku, ya? A-apa kamu benar-benar ingin berpisah denganku? A-apa kamu benar-benar ingin bercerai? Tolong fikirkan itu lagi, Yu. Jangan gegabah, kita hanya butuh waktu untuk bicara dan menenangkan hati serta fikiran.” Nyatanya, Arka kepalang malu. Rasa malu itu sudah berhasil menyelimuti dirinya, pun merasa tak enak hati karena sudah menuduh Dahayu — tanpa bukti. Hingga akhirnya ia kembali mengulang apa yang sudah ditanyakan, dengan harap bisa mendapati jawaban yang berbeda. “Dahayu, coba lihat aku. Me-memangnya kamu sudah tidak mencintaiku lagi? Kam