Bab 2
Gegas aku memutar badan untuk mengejarnya, "Tunggu!" Akan tetapi, tak kutemukan siapa pun. Hanya ada satu orang pelayan hotel yang sepertinya telah selesai mengantarkan pesanan. "Enggak ada siapa-siapa di sini. Apa aku salah lihat?" Sekali lagi aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, sepi. Sama sekali tidak ada orang selain diriku. Aku berniat untuk menyusuri tempat ini perlahan karena sangat yakin dengan yang tadi kulihat. Namun, baru beberapa langkah, tiba-tiba netraku menangkap sesuatu yang berkilau di lantai, sebuah anting! Ya, berarti benar tadi ada seseorang di sini. Aku akan menyimpannya siapa tahu suatu saat nanti ini akan aku butuhkan. Aku bergegas menuju resepsionis karena yakin dia belum jauh dan pasti masih ada di sekitar sini. Bukan aku terlalu berpikir buruk, tetapi melihat caranya seperti tadi sangat mencurigakan terlebih lagi dengan fitnah yang kualami saat ini. “Selamat sore,” sapaku pada resepsionis yang bertugas.“Selamat sore, Bu, ada yang bisa kami bantu?” jawabnya seraya menatapku. "Maaf, Mbak, apakah Mbak melihat seorang wanita yang baru saja keluar?" tanyaku. Dua orang resepsionis yang berjaga saling beradu pandang. Lalu salah seorang dari mereka menjawab, "Mungkin bisa disebutkan bagaimana ciri-cirinya? Sejak tadi ada banyak wanita yang keluar masuk area hotel, jadi kami tidak tahu pasti orang yang Ibu maksud," jawabnya. "Ah, iya. Ya sudah, terima kasih, Mbak," ucapku, karena rasanya sulit untuk mencari tahu. Aku hanya melihat siluet seseorang, bagaimana mungkin aku bisa menyebutkan ciri-cirinya. "Ke mana wanita itu pergi? Dan, apakah ada hubungannya dengan kejadian hari ini?" Aku bermonolog.Lebih baik aku kembali ke kamar, mengganti pakaian pengantin yang masih kukenakan ini dan ... pulang. Ah, pulang? Setelah kejadian tadi, apa orang tuaku masih mau menerima? Tidak. Aku harus pulang dan menjelaskan kepada orang tuaku. Itu bukan aku, demi Allah itu bukan diriku. Aku tak terima diperlakukan seperti ini, dipermalukan dengan tuduhan atas sesuatu yang tak kulakukan, dihina, dan dianggap sebagai wanita murahan yang memberikan tubuhnya untuk pria lain … kenapa semua ini harus terjadi? Dosa apa yang telah kubuat sehingga Tuhan menghukumku seperti ini? Tamparan Ayah masih terasa sangat perih. Sudut bibirku robek dan rasa panas di pipi ini masih sangat membekas. Tak terasa air mata ini luruh lagi, rasa sesak memenuhi dada. Aku berdiri di depan pintu lift setelah sebelumnya menekan tanda naik. Tak lama pintu lift terbuka dan dalam keadaan kosong, hanya butuh beberapa langkah saja kini aku telah berada di dalam kotak yang akan membawaku berpindah lantai.Enam. Itu angka yang kutekan dan perlahan pintu lift mulai menutup. Namun, di saat pintu hampir tertutup sempurna, netra ini kembali menangkap sesuatu yang membuat dada ini berdegup kencang. Aku melihat seseorang berjalan tergesa, walaupun dia mengenakan hoodie dan topi yang hampir menutupi seluruh wajahnya, tetapi aku yakin dia seorang perempuan! Terlihat dari postur tubuh dan cara ia berjalan.Gegas aku menekan tombol supaya pintu kembali terbuka, tetapi sayang gerakanku kalah cepat sehingga lift kini telah bergerak naik. Tak kalah akal, aku langsung menekan tombol nomor satu, artinya hanya naik satu lantai dari lobi.Tak butuh waktu lama, kini aku telah berada di lantai satu dan bergegas turun kembali ke lobi dengan menggunakan lift lain. Gerakanku sedikit terbatas dikarenakan pakaian pengantin yang masih kukenakan ini sehingga aku tak bisa leluasa bergerak.Beruntung sekali saat pintu lift terbuka, aku dapat melihat dia tengah berjalan tergesa menuju pintu keluar. Seketika aku berlari mengejarnya, kulepas sandal pengantin yang kukenakan, tak peduli jika harus menjadi pusat perhatian orang di sekitar.“Hei, tunggu!” teriakku berusaha menghentikan langkahnya.Terlihat dia menoleh karena panggilanku. Namun, seketika pula dia ambil langkah seribu yang membuat jarak kami semakin menjauh. Ah, si*l! Kenapa aku harus memanggilnya.Aku terus berlari mengejarnya sampai keluar hotel, posisinya hanya sekitar sepuluh meter di depan. Namun, tiba-tiba sebuah mobil melewatiku dengan kecepatan tinggi dan berhenti tepat di dekatnya, seseorang membukakan pintu dan berhasil membuatnya lolos dari kejaranku. "Astagfirullah!" Aku jatuh terjerembap karena menghindari mobil hitam yang hampir menyerempetku. "Aisyah?! Ya, Tuhan!”“Y-Yudha?”“Apa yang terjadi, Aisyah? Kenapa kamu seperti ini? Dan ini? Bukankah ini hari pernikahanmu?” Yudha memberondongku dengan pertanyaan. “Yudha ... bukannya kamu---““Ya, aku baru tiba sore ini dan langsung ke sini. Ayo, bangun!” Yudha memapahku masuk ke mobilnya. “Aisyah, melihat keadaanmu, aku tahu kamu sedang tidak baik-baik saja. Tak usah ceritakan dulu apa yang terjadi. Kamu butuh tenang. Sekarang, kamu mau aku antar ke mana?”“Tolong antar aku kembali ke hotel.”“Ke hotel? Kamu yakin?”“Ya, tolong antar aku, Yud.”“Oke, baiklah ....” Aku menyandarkan tubuh letih ini pada sandaran jok, memejamkan mata. Semua peristiwa hari ini masih meninggalkan syok yang sangat dalam. Hatiku terasa berlubang, pikiranku kosong. Tak butuh waktu lama untuk kembali ke hotel yang jaraknya sangat dekat. Saat tiba di lobi, aku meminta Yudha untuk menunggu.“Yudha ... kamu tunggu di sini, aku ganti baju dulu. Setelah ini, boleh aku minta tolong?”“Ya ampun, Aisyah ... katakan saja apa yang harus aku lakukan?”“Antar aku pulang.”“Bukan masalah besar buatku. Oke, aku tunggu di sini dan kamu, bersiaplah.”Aku meninggalkan Yudha di lobi untuk berganti pakaian dan pulang. Ya, aku harus pulang. Jika malam ini aku masih tinggal di sini, belum tentu baik untuk keselamatanku. “Lakukan tugasmu, jangan membawa kabar tentang kegagalan!”Aku mendengar Yudha berbicara melalui sambungan telepon dengan seseorang. Posisinya membelakangi arah kedatanganku saat aku kembali ke lobi. Sepertinya Yudha tengah memberikan satu perintah.“Yudha ....” Kulihat Yudha melonjak saat aku memanggil namanya, ponsel dalam genggamannya hampir saja terjatuh seandainya dia kalah cepat untuk menangkapnya.“Ehm, Aisyah ... sudah siap?”“Sudah,” jawabku singkat.“Oke, kita jalan.” Sepanjang perjalanan, kami tidak banyak bicara,Yudha yang sibuk mengoceh untuk menghiburku, atau menanyakan hal-hal tidak penting agar pikiranku teralihkan dari prahara yang menimpa. Kenyataannya, aku masih sama … masih mengharapkan Mas Adnan kembali, masih mengharapkan bahwa semua ini hanyalah bagian dari mimpi burukku, dan aku sebentar lagi akan bangun …. Mobil memasuki pekarangan rumah, sepi. Mama dan Papa mungkin sedang berunding untuk menghukum aku. Tak apa. Asalkan mereka mau mendengarkan dulu penjelasanku, tak apa jika aku benar-benar di hukum.Aku turun dari mobil dengan tetap ditemani Yudha. Namun, saat baru saja kaki ini melangkah, aku sangat terkejut sekaligus hancur lagi untuk kesekian kalinya. Di depan pintu, dua koper besar dan satu travel bag yang merupakan barang pribadiku, kini telah teronggok di teras rumah. Jelas sudah, aku tidak lagi diterima di rumah ini.Bab 36:Rencana “Saya butuh bantuan Anda … mengenai keberadaan Azmina—” “Tidak! Dia tidak mungkin melakukan hal yang buruk! Elo jangan menuduhnya sembarangan tanpa bukti!” ucap Raja kesal memotong perkataanku. Dia menarik rambutnya frustrasi, melihat lagi foto-foto itu dengan teliti. “Kenapa? Anda ingat sesuatu?” tanyaku. “Foto-foto ini … memang benar asli, gue ingat sering memesan hotel untuk kami berdua, tapi pelaku yang menyebarkannya ….” “Saya menduga pelakunya adalah Azmina.” “Apa?” Mata Raja membesar, menatapku dengan marah. Napasnya memburu, dia menarik kerah pakaianku dan memojokkanku. “Hei! Gue bilang jangan sembarangan menuduh! Menuduh tanpa bukti itu adalah kejahatan! Lagi pula, orang sinting mana yang mau menyebarkan foto mereka sendiri dengan adegan seperti ini pada orang banyak? Tidak ada?!” Aku melepaskan cengkeraman Raja dan balas melakukan hal yang sama padanya, kali ini aku berbicara dengan nada yang cukup tinggi, “Karena itu saya butuh bantuan Anda u
Bab 35 Terbongkar ( PoV Yudha ) “Sebentar! Wanita itu … A-Aisyah??! Aku telah bersiap untuk menangkis serangan Adnan, tetapi saat dia mengucapkan kalimat itu, arah pandanganku berubah mengikuti arah tatapan matanya. Mataku membelalak kaget! Wanita yang dimaksud oleh Adnan adalah Azmina! Meski wajahnya terhalang oleh tubuh CEO gila itu, perawakannya sangat mirip dengan Aisyah! Gegas aku mengejarnya menggunakan mobil. Kulihat Adnan pun melakukan hal yang sama. Kami melakukan kejar-kejaran di jalan raya. Aku memojokkan mobil yang dinaiki oleh Azmina di sebelah kanan, kemudian Adnan melakukannya di sebelah kiri. Sialnya, tidak beberapa lama kemudian, Adnan menghentikan aksinya dan malah tertinggal di belakang. Astagfirullah, bagaimana ini? Bisa-bisa aku kehilangan jejak! Benar saja! Saat ada sebuah truk yang melintas di depan, mobil yang kukejar raib entah ke mana. Si*l! “Ke mana perginya mobil itu?” Kuedarkan pandangan ke sekitar, sayangnya mobil itu tidak kunjung kutemu
Bab 34:Aku harus melakukan sesuatu! ( PoV Adnan ) “Sebentar! Wanita itu … A-Aisyah??!” Tanganku berhenti di udara sebelum berhasil menggapai wajah Yudha. Sementara kaki ini melangkah dengan tergesa-gesa mengikuti dua orang yang membuat darahku mendidih itu! Benar! Aku tak salah lihat, perawakan wanita itu sangat mirip dengan Aisyah, tetapi kenapa dia tidak mengenakan hijab? “Tunggu! Kamu mau ke mana?” tanya Yudha. Dia juga pada akhirnya melihat dua orang yang berjalan saling berangkulan. Kami berdua mengejar mereka yang sudah mulai menjalankan kendaraannya. Aku dan Yudha saling beradu kecepatan untuk bisa menghentikan mobil mereka. Astagfirullah! Kalau jalannya seramai ini, aku bisa kesulitan untuk menyalip. Selain itu, ada banyak kendaraan yang sama dengan mobil yang kukejar. Mudah untuk kehilangan jejak kalau begini, sial! Sinar merah pada lampu lalu lintas mulai menyala. Semua kendaraan berhenti. Aku menebarkan pandanganku ke sekitar sampai akhirnya menemukan ide untu
Bab 33Aisyah??! Semua yang datang terkejut dengan sikap Yudha. Keadaan menjadi ricuh tidak terkendali. Pria itu, yang kerah bajunya masih dicengkeram oleh Yudha malah tertawa mengejek. “Kenapa, Bro? Cewek mana yang gue rebut sampai lo begini? Toh di club ada banyak sekali cewek bayaran. Sekali bayar saja ranjangmu akan—” Kesal, aku melerai Yudha yang hampir melayangkan tinjunya. Tentu saja … aku tidak menyangka Yudha akan bereaksi seperti ini. Dia berhasil mencuri momenku. “Jangan bersikap kekanak-kanakan, Yud! kita sedang melakukan pertemuan resmi. Tidak ada yang boleh membuatkan keributan di sini,” ucapku pada Yudha. Aku menarik tangannya untuk mundur ke belakang, kembali pada tempat duduknya. Yudha menepis tanganku kasar. “Apa keributan yang saya buat lebih besar dari yang pernah Anda lakukan?!” Meski dengan perasaan campur aduk setelah melihat pria itu, juga kekesalanku pada Yudha, aku tetap melakukan pertemuan itu dengan serius. Bahkan presentasi yang aku lakukan b
Bab 32PoV Adnan “Aku yang salah, Aisyah. Aku laki-laki brengsek!” ucapku dengan gusar. Lampu kamar sengaja kupadamkan sejak pulang dari rumah Aisyah dan sejak saat itu pula, tidak ada sedikit pun makanan yang aku masukan ke dalam perut, menyebabkan tubuhku sangat lemas dan hanya terkulai lemah di atas kasur. Aku menderita atas kecerobohan yang kulakukan. Seberapa sering pun air mata ini keluar, tidak akan menebus sedikit pun rasa sakit, rasa kecewa, dan penderitaan yang Aisyah rasakan … juga, tidak akan membawanya kembali padaku. Biasanya, aku adalah seorang pria yang berpikiran rasional dan realistis. Aku selalu memikirkan kemungkinan terburuk dari semua hal yang berkaitan dengan hidupku. Namun, saat foto-foto itu datang, daya pikirku tidak bisa bekerja dengan baik. Aku terlanjur dilingkupi rasa kecewa dan jijik melihat dua pasang manusia yang sedang memadu kasih di atas ranjang, tanpa memikirkan kebenarannya. “Saat itu, aku marah dan kecewa, Aisyah. Aku tidak berpikir pa
Bab 31PoV Yudha Sejak masuk kantor pagi tadi, perasaanku tidak enak. Aku terus memikirkan Aisyah tanpa alasan yang jelas. Padahal, ada banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. “Pak? Anda baik-baik saja? Muka Anda pucat sekali. Perlu saya undur jadwal hari ini?” tanya Tiara. Dia sedang menyampaikan jadwal pekerjaan yang harus kulakukan hari ini. “Tidak, saya baik-baik saja. Lanjutkan laporannya.” Tiara mengangguk. “ … selanjutnya, Anda harus pergi ke satu perusahaan besar atas undangan mereka yang kita terima bulan lalu. Anda juga harus—“ “Sebentar, saya terima telepon dulu,” ucapku setelah mendengar dering panggilan dari ponselku. Aku pikir, telepon dari pihak perusahaan yang akan konfirmasi dengan jadwal pertemuan. Ternyata … seseorang yang sangat berharga lebih dari ini semua, Aisyah! “Waalaikumsalam, Aisyah. Aku di kantor, nih, ada apakah?”Aisyah berbicara mengenai keinginannya untuk kembali mendatangi panti karena kecurigaannya terhadap seseorang di sana. Tentu saj