Share

Part 07

Bismillahirrahmanirrahim.

“Ayuk Ma, kita pergi sekarang.” Ajak Erlangga seraya menarik tangan sang ibu.

Mata Bu Waida berkaca-kaca, tak lama kemudian jatuh berderai. Ia duduk sebentar di ruang tunggu, terisak perih. Kini sahabatnya begitu membenci dirinya. Bu Waida tak bisa membayangkan, bila tak lagi bisa kumpul dan bercengkerama dengan umi Rosyida.

Ini terjadi karena ulah putranya sendiri. Sekarang dia menyesal meminta Ela menjadi istri anaknya. Andai tahu begini akhirnya, takkan pernah ia berniat meminta Umi Rosyida menjadi besannya. Putusnya persahabatan itu membuat Bu Waida sangat bersedih hati.

Erlangga melihat kesedihan di mata sang Mama ikut larut dalam penyesalan. Andai ia tidak gegabah dan mudah percaya dengan perkataan Soni, tentu sekarang kedua keluarga bahagia. Abi Hisyam tidak perlu masuk rumah sakit, umi Rosyida tidak membenci ibunya, entah apa penilaian Ela padanya. Terakhir tak penting, Erlangga lebih tak siap melihat duka di mata ibunya.

Kini hanya tinggal penyesalan di hati Erlangga. Nasi sudah menjadi bubur tak mungkin bisa dirubah kembali.

“Ayo Ma, kita pergi dari sini. Lihat! Semua mata memandang ke arah Mama. Mama tidak mau kan jadi tontonan gratis,” ucap Erlangga mencoba mengingatkan.

Bu Waida sontak bangun lalu memindai area. Benar saja sebagian pengunjung memandang heran padanya.

Bu Waida sadar, tak seharusnya ia menangis si tengah keramaian. Segera saja perempuan tua itu melap air matanya dan bangkit berdiri. Mengajak Erlangga pergi dari sana.

***

Hari demi hari terus berganti, keadaan Abi Hisyam tidak juga membaik. Lelaki itu seakan enggan bangun, lebih memilih tidur untuk selamanya. Mungkin Abi Hisyam tidak kuat menghadapi kenyataan mengenai masa depan putri satu-satunya.

Tiga bulan telah berlalu. Kini Ela kembali ke rutinitas sebelumnya. Melanjutkan kuliah yang sempat terhenti. Ela bukanlah anak yang berasal dari keluarga berada. Apa lagi semenjak Abi koma, otomatis semakin banyak biaya yang harus dia dan uminya keluarkan. Sehingga Ela butuh istirahat dari kuliah.

Untuk mencukupi itu semua, bakat yang sempat terpendam kini Ela asah kembali. Sebenarnya setahun belakangan ini Ela sering menulis cerita di platform berbayar. Suatu aplikasi yang mewadahi seorang penulis untuk mem posting ceritanya untuk dibaca olah khalayak ramai.

Dari cerita itu, sedikit demi sedikit Ela berhasil mengumpulkan uang, meskipun belum sebanyak penghasilan penulis beken. Seperti salah satu senior yang disukainya, yang telah lama berkecimpung di sana. Bayangin aja ada satu senior yang paling disukainya, yang penghasilannya mencapai ratusan juta sebulan dari hasil karyanya. Ela berharap suatu hari nanti ia punya penghasilan sebanyak senior itu dari novel yang ia tulis.

Siang ini Ela tengah sibuk melanjutkan cerita yang telah ia posting sampai beberapa part. Sesekali Ela melirik sang Abi yang tengah berada di tempat tidur. Beberapa slang masih terpasang ditubuh tua lelaki itu.

“Assalamualaikum,” salam seseorang dari luar.

“Waalaikumsalam,” sahut Ela lalu menoleh ke pintu.

Seorang dokter muda berpakaian sneli masuk ke dalam.

Ela terperanjat kaget saat melihat siapa yang mengucapkan salam. Ela tidak menyangka, tiga bulan ia berada di rumah sakit, belum pernah bertemu dengan dokter muda ini. Apa ia kerja di sini, pikir Ela dalam hati.

“Mas, ngapain ke sini. Kenapa tidak Dokter yang sebelumnya.” Sapanya tetap ramah, meskipun lelaki ini pernah menyakiti hatinya.

“Maaf Ela, mulai hari ini dan seterusnya Abi Hisyam berada di bawah pengawasan saya. Dokter sebelumnya dipindahkan ke rumah sakit besar di Surabaya.”

Ela sebenarnya enggan bertemu dengan lelaki ini, lelaki yang telah mengoyak relung hati. Lelaki yang telah menalak dirinya dihari  setelah akad nikah.

Sang pria itu mendekat tanpa memedulikan keresahan Ela. Lalu memeriksa kondisi Abi Hisyam. Ia pun mengganti bunga yang mulai layu dengan yang bagus. Meskipun Ela melarangnya, tetap saja dokter muda itu melakukannya.

Katanya bunga itu bagus untuk kesehatan kamar, siapa tahu pasien bisa sembuh dengan cepat.

Ela tak bisa berkutik lagi, terpaksa mengikuti kemauan dokter itu yang menggantikan bunga dengan biayanya sendiri. Katanya itu bentuk tanggung jawabnya untuk kesembuhan Abi.

Ela lalu mundur ke belakang. Gemuruh di dadanya tak membuat ia sanggup berada lebih lama di sisi lelaki itu. Gemuruh dendam dan benci. Ia takut rasa benci dan dendam itu akan membuatnya semakin terluka dan esmosi. Melihat lelaki itu saja, ingatan perkataannya sebagai Pela**r kembali terkenang. Padahal itu telah berlangsung tiga bulan lalu.

Ela masih ingat kejadian dua bulan setelah Abi Hisyam terbaring koma. Saat itu Ela tampak heran, kenapa di meja nakas di sisi Abi selalu ada bunga hidup yang diletakkan seseorang. Itu berlangsung selama seminggu berturut-turut. Ela jadi penasaran, siapa gerangan yang telah meletakkan bunga disitu.  

Saat Ela berada di kantin rumah sakit, tak sengaja matanya melihat seorang pria sedang duduk sambil menyesap lemon tea. Tak jauh dari meja itu, Ela juga melihat sekantong bunga segar. Jangan-jangan pria berpakaian kemeja biru laut itu yang meletakkan bunga hidup di ruangan Abinya. Pria itu tengah membelakang, Ela hanya melihat punggungnya. Jadi tidak mengetahui siapa pria itu.

Pria itu melirik pergelangan tangan. Pukul 12.00 tepat. Kemudian ia bangkit berdiri, tak lupa membawa kantong godibag bersamanya. Ela pun mengikuti kemana pria itu pergi seraya menjaga jarak. Jangan sampai pria itu mengetaui tengah diikuti.

Tampak pria itu melangkah memasuki koridor rumah sakit. Ela terhenyak saat mengetahui lelaki itu mengarah ke ruangan sang Abi.

Benar dugaan Ela lelaki misterius itu masuk lalu mengganti bunga lama yang mulai layu, dengan bunga yang baru. Setelah itu ia menoleh ke samping, memperhatikan pria yang tengah terbaring di depannya. Entah apa yang dipikirkan pria itu. Tak lama kemudian,   pria itu membereskan sisa-sisa bunga dan memasukkan ke dalam godibag. Ela berniat menangkap basah, agar rasa penasarannya selama beberapa Minggu ini terjawab.

“Siapa kamu,” tanya Ela curiga.

Hari ini memang Ela sengaja datang lebih awal, karena penasaran siapa yang meletakkan bunga dan menggantinya tiap hari. Beberapa perawat yang ditanya Ela, juga tidak ada yang tahu. Pernah Ela ingin menangkap basah pelaku di pagi hari. Namun, setelah tiga hari Ela tidak menemukan hasil. Begitu pun di sore hari, bahkan sampai malam. Tak menyangka, ternyata lelaki misterius itu menggantinya siang hari tepat pukul 12.00 ketika ia sibuk kuliah dan makan siang. Ia akan datang menjelang sore hari atau pukul 10 pagi jika jam kuliahnya kosong.

Pria itu tersentak kaget, tak menyangka mungkin aksinya kali ini akan ketahuan. Lama pria itu tidak berbalik. Mungkin saja tengah berpikir, bagaimana kabur dari sana, tanpa diketahui wajahnya.

“Anda siapa? Kenapa datang ke ruang Abi saya.” Tanya Ela lagi karena pria itu tak kunjung berbalik badan.

Bersambung...

Kira-kira siapakah pemuda itu, ada yang bisa menebaknya...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
laki2 itu jangan2 Toni yg memfitnah Ella sampai abi nya pingsan g sadarkan diri sampe hr ini dgn keadaan koma ..laki2 jahat yg akan dpt balasan nya yg lebih kejam
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status