Share

Reza dan Ibunya

Author: Nomela Rosana
last update Last Updated: 2023-10-03 21:01:26

Melihat dokter dan Dimas keluar dari ruang ICU dan berjalan mendekati kursi tempat Riris dan ibunya duduk, mereka berdua segera beranjak dari duduknya. Dengan wajah cemas Riris langsung bertanya kepada dokter tersebut.

"Dok, gimana kondisi bapak saya Dok?"

"Ada kabar gembira, baru saja Pak Rohman telah sadar. Jika sampai besok kondisinya tetap stabil, maka bisa dipindahkan ke ruang perawatan biasa. Namun pesan saya sebaiknya pasien dijaga suasana hatinya, hindari hal-hal yang bisa memicu stress agar penyembuhannya bisa berjalan cepat," jelas dokter.

Serempak Riris dan ibunya mengucap syukur, "Alhamdulillaah .... "

Riris mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya, kemudian tersungging seulas senyum manis dari wajahnya. Dia merasa lega dan bahagia mendengar berita baik tentang bapaknya.

"Baiklah saya permisi dulu," pamit dokter.

"Iya Dok, terima kasih banyak," sahut ibunya Riris.

"Ris, paklek sadar tak lama saat aku berdiri di sisi ranjang paklek. Beliau sempet manggil namamu. Aku cepat-cepat panggil dokter untuk memeriksa beliau Ris," jelas Dimas.

Mendengar penjelasan dari Dimas, Riris menatap ibunya seolah meminta pendapat.

"Bu, apa Riris sebaiknya masuk lagi ke dalam liat Bapak?" tanya Riris.

"Nduk, kita berdua saja ya, yang masuk," pinta ibunya Riris. Riris mengangguk dan mereka berdua pun akhirnya masuk ke ruang ICU.

Riris dan ibunya sudah berdiri di sisi ranjang. Melihat Riris, bapaknya langsung memanggilnya lirih, "Riiis .... " panggil bapaknya dengan suara bergetar.

"Iya Pak ... Bapak yang kuat ya, jangan khawatirkan Riris. Putri Bapak ini baik-baik saja, lihat Pak ... Riris masih bisa tersenyum kan?" Riris menyunggingkan senyum termanisnya, berusaha menenangkan dan menguatkan bapaknya.

Bulir bening menetes di sudut netra Pak Rohman. Senyum Riris justru membuat hatinya terasa terluka, dia teringat apa yang telah disampaikan besannya kemarin melalui telepon. Lelaki paruh baya itu merasa tidak terima dengan apa yang telah dilakukan Reza terhadap putri semata wayang kesayangannya.

Ibunya Riris sedikit membungkuk mendekati wajah suaminya, di usapnya bulir bening yang meleleh di wajah suaminya dengan sapu tangan.

"Pak ... sudah, jangan mikir apa-apa dulu nggih, Bapak harus fokus sama kesembuhan Bapak," ucap ibunya Riris lembut.

Pak Rohman mengangguk pelan. Sedikit menarik napas dan menghembuskannya perlahan, dipejamkannya netranya, sambil terus mengatur napasnya. Sepertinya Pak Rohman sedang berupaya keras untuk mengendalikan perasaan dan emosinya.

Seorang perawat berjalan mendekat, dan meminta agar pasien diberikan waktu untuk istirahat dulu. Akhirnya Riris dan ibunya kembali keluar ruang ICU dan menemui Dimas.

"Mas Dimas, aku mau ambil koper aku yang ada di mobil ya. Aku mau di sini aja sampai bapak sehat," pinta Riris kepada Dimas.

"Udah Ris, biar aku yang ambilkan. Kamu tunggu di sini aja sama bulek," sahut Dimas kemudian dia bergegas menuju parkiran mobil untuk mengambil koper Riris.

***

Keesokan siangnya, Reza dan ibunya sudah tiba di Rumah Riris. Suasana rumah Riris nampak lengang. Berulangkali mereka mengucap salam namun tidak ada sahutan dari dalam rumah.

Bu Kardi tetangga Riris yang melihat Reza dan ibunya dari teras rumahnya, segera menghampiri.

"Rumahnya kosong Bu, loh ... ini bukannya Mas Reza suaminya Riris?" tanya bu Kardi yang nampak keheranan.

Reza nampak sedikit meringis dan merasa kikuk.

"Maaf Bu, saya sekarang sudah bukan suaminya Riris, saya sudah mentalak Riris," jawab Reza dengan lirih.

"Apa .... ?!" Bu Kardi menjerit spontan, ditutupnya mulutnya yang melongo karena kaget, bola matanya membulat sempurna.

"Astaghfirullaahal'adziim .... ! Kok bisa?" Bu Kardi masih kaget dan merasa kepo mendengar berita besar dari Reza.

"Maaf ya Bu, kami tidak perlu menjelaskan kenapa, kami cuma mau tanya dimana Riris dan keluarganya, kami ada perlu dengan mereka." Ibunya Reza menimpali dengan sedikit ketus.

"Owalah, jangan-jangan gara-gara ini Pak Rohman jadi kena serangan jantung! Pak Rohman lagi dirawat di RSUD." Suara Bu Kardi yang terdengar keras membuat perhatian para tetangga di sekitarnya.

"Ya sudah Bu, terima kasih infonya, yuk Za kita ke sana aja!" Ibunya Reza segera menggamit tangan putranya untuk berjalan menuju mobil yang diparkir di halaman rumah Riris.

Ditinggalkannya Bu Kardi yang masih nampak kaget, para tetangga pun akhirnya datang menghampiri Bu Kardi. Dan sudah bisa dipastikan berita tentang Riris akan segera tersebar ke segala penjuru desa.

***

Sementara di rumah sakit, bapaknya Riris sudah dipindahkan ke ruang perawatan biasa. Riris meminta kamar yang di isi satu pasien saja agar bapaknya bisa dirawat dengan tenang dan nyaman.

"Bu, ibu sebaiknya pulang dulu ya, istirahat. Ibu pasti lelah, biar Riris di sini yang jaga Bapak," pinta Riris.

"Iya Bulek, biar Dimas yang anter Bulek," bujuk Dimas, rupanya Dimas ikut menginap di rumah sakit semalam. Dia tidak tega meninggalkan Riris dan buleknya.

Bu Rohman menatap wajah suaminya. Pak Rohman menganggukkan kepala tanda setuju dengan saran putrinya.

"Baiklah kalau begitu Ibu pulang dulu ya, nanti malam Ibu ke sini lagi," jawab Bu Rohman. Bu Rohman pamit dan mencium punggung tangan suaminya. Riris ikut mengantar ibunya sampai ke pintu kamar.

Riris merawat dan melayani bapaknya dengan sepenuh hati. Saat jam makan siang dia menyuapi bapaknya dengan telaten. Dia juga membantu bapaknya meminum obat. Setelah itu dipijitnya kaki bapaknya dengan pelan.

"Mbak, ini ada resep obat baru yang harus ditebus di apotik rumah sakit," kata perawat yang baru saja masuk menemui Riris.

"Oh iya," jawab Riris cepat. Riris segera pamit kepada bapaknya untuk menebus obat ke apotik.

Di apotik ternyata antrinya lumayan, agak lama akhirnya Riris bisa mendapatkan semua obat yang ada di resep.

Saat Riris berjalan di koridor rumah sakit menuju bangsal tempat bapaknya dirawat, dia dikejutkan oleh sosok Reza dan ibunya yang berjalan ke arahnya.

Hati Riris berdebar kencang, dia tidak menyangka Reza dan ibunya ada di sini. Apakah mereka habis menemui bapaknya Riris? Hati Riris menjadi tak karuan.

Akhirnya mereka berpapasan dan langkah kaki mereka berhenti di tengah koridor.

"Mas Reza, Ibu ... !" panggil Riris masih dengan wajah terkejutnya.

"Iya Riris, kami baru saja menengok bapak kamu. Kami sekalian minta maaf atas semua yang sudah terjadi ini kepada bapak kamu."

Mata Riris membulat dan wajahnya menegang. Dia sangat mengkhawatirkan keadaan bapaknya sekarang. Bapaknya kan tidak boleh stres, Riris cemas dan takut kehadiran mereka berdua membuat kondisi bapaknya semakin memburuk.

"Ya Allah, Bapak .... !" pekik Riris. Dia hendak bergegas pergi meninggalkan Reza dan ibunya. Namun ibunya Reza dengan cepat mencengkeram tangan Riris untuk menahannya.

"Tunggu Ris, Kamu jangan pergi dulu. Saya masih ada perlu sama Kamu," ucap ibunya Reza.

"Tapi Bu, saya sekarang sangat menghkawatirkan kondisi bapak saya. Saya harus segera melihat bapak saya," pinta Riris menghiba.

"Kamu tenang aja, bapak kamu tadi baik-baik aja kok waktu kami tinggalkan."

Akhirnya Riris bersedia menuruti ibunya Reza.

"Ris, saya yakin, kamu wanita yang kuat. Kamu tidak perlu bersedih atas semua ini. Saya doakan nanti kamu dapat suami pengganti yang lebih cocok untukmu. Oya, Reza pasti sudah pernah bilang kan sama kamu soal cincin dan mahar itu?"

"Ya Bu, terima kasih doanya. Ibu tidak perlu khawatir, cincin dan maharnya akan saya kembalikan semuanya." Di bukanya swing bag yang selalu melingkar di bahu Riris. Tangan Riris merogoh kotak perhiasan kecil yang berisi cincin dan 5 keping emas mulia seberat 5 gram itu.

"Ini Bu, saya kembalikan semuanya. Semoga Allah membalas semuanya," diulurkannya kotak perhiasan itu dan segera diambil oleh ibunya Reza. Reza dari tadi hanya diam terpaku. Dia seperti malas untuk berbicara saat itu.

"Apa maksud doamu itu Ris?" tanya ibunya Reza dengan hati mencelos.

"Maaf Bu, saya tidak bisa berlama-lama di sini, kita sudah tidak ada urusan lagi kan?" jawab Riris dengan ketus.

Bergegas Riris melangkah pergi meninggalkan mereka berdua. Rasanya Riris ingin cepat sampai ke kamar bapaknya dirawat. Setengah berlari dia menuju ke sana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
kmu yg sabar Ris ..semoga Reza dn klga nya mendapat ganjaran yg setimpal atas perbuatan nya lebih kejam dr yg d perbuat k kmu balasan dr Alloh ...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ditalak Usai Resepsi   Bahagia Usai Resepsi

    Tepat pukul delapan, semuanya telah lengkap berada di dalam Masjid Kampus nan Agung dan indah itu Bagas dengan balutan tuxedo berwarna putih tulang itu telah duduk bersila di depan meja persegi panjang yang berkaki pendek. Di depannya telah duduk pak penghulu dan pakleknya Riris--adik dari bapaknya-- yang akan menjadi wali nikahnya.Sang pengantin pria yang diapit oleh Pak Bimo dan Pakde Arya, terlihat sedikit tegang. Mungkin karena ini adalah pengalaman pertamanya untuk memulai hidup yang baru. Sedangkan Riris bersama ibunya dan Bu Bimo juga para keluarga dan tamu undangan wanita, telah duduk di balik hijab. Sehingga untuk prosesi akad nikah, hanya para hadirin pria yang bisa melihatnya secara langsung. Riris dan para hadirin wanita hanya bisa melihat di tayangan video siaran langsung yang ada di layar kaca yang terpasang di bagian depan ruangan berhijab itu.Riris duduk bersimpuh diapit oleh sang ibu dan calon ibu mertua. Di belakangnya para keluarga dan tamu wanita dari desanya Ri

  • Ditalak Usai Resepsi   Terpukau Melihat Sang Pengantin

    "Kalau boleh tau, apa syaratnya, Ris?" tanya Bagas penasaran."Nduk, kok pake syarat toh?" bisik Bu Rohman ke telinga putrinya. Riris kemudian memandang ibunya, lalu tersenyum sembari mengangguk. Sedangkan Bu Rohman justru menunjukkan wajah tegangnya."Syaratnya, pertama ... saya minta akad nikahnya nanti di Masjid Kampus yang ada di Universitas nomor satu di Jogja, karena saya memiliki kenangan yang dalam, saat pertama kali mendatangi masjid itu dan bermunajat di sana. Yang kedua, saya ingin setelah menikah nanti, Mas Bagas harus menerima ibu saya untuk tinggal bersama kita nantinya. Karena ibu sudah tak memiliki siapa-siapa lagi, kecuali putri semata wayangnya," ucap Riris dengan suara bergetar hingga netranya yang berkaca-kaca. Riris dan ibunya kembali saling tatap, di kedua manik mereka telah dipenuhi oleh embun. Bu Rohman merasa terharu dengan permintaan putrinya itu, ternyata meski putrinya mau dinikahi oleh pemuda kaya, Riris masih ingat ibunya, masih amat peduli padanya.Riri

  • Ditalak Usai Resepsi   Lamaran

    Hari yang dinanti telah tiba, selama dua pekan ini Riris dan ibunya sibuk mempersiapkan acara lamaran untuk menyambut kehadiran Bagas dan keluarganya. Dari pagi, Riris telah merias dirinya, berbekal ilmu yang didapatnya dari terapis kecantikan salon ternama yang dipesan oleh Bagas selama dia menginap di apartemen.Riris mengenakan gaun kebaya panjang selutut, berwarna hijau lumut dengan hiasan payet pada bagian bawah pinggang serta di ujung tangannya, menambah kesan mewah dan anggun. Gaun itu telah dipesan oleh Bagas dan dikirimkan pak Dul dua hari sebelumnya. Untuk bawahannya, Riris mengenakan kain jarik berbordir emas yang diwiru dengan rapih menambah kesan elegan. Rumah Riris juga telah dipasang tenda untuk para tamu undangan, dan bagian dalamnya di dekor sedemikian rupa sehingga nampak indah dengan aneka bunga di setiap sudut rumah. Back drop yang terlihat indah dan mewah terpasang di salah satu sisi dinding dalam ruang tamu untuk momen lamaran dan pengambilan foto.Dari semua o

  • Ditalak Usai Resepsi   Pulang ke Solo

    Tak terasa sudah sepekan Riris dan Bu Rohman menginap di apartemen milik keluarga Bagas. Selama itu pula mereka setiap hari didatangi terapis kecantikan langganan yang dari awal men-treatment Riris.Gadis yang dulunya berwajah manis dan terlihat sederhana itu, kini telah berubah wajahnya semakin cantik cemerlang, meski perawatannya tidak dengan cara yang ekstrim seperti operasi plastik dan sebagainya. Perawatannya hanya membuat kulit dan wajah Riris terlihat semakin glowing. Selain itu, Riris juga belajar cara merias wajah supaya bisa tampil cantik dan lebih percaya diri. Riasan yang mampu menutupi kekurangan di wajah dan bisa menonjolkan kelebihan, sehingga terlihat semakin cantik bersinar. Apalagi Riris juga memiliki kecantikan yang terpancar dari dalam, dari hati yang bersih dan tulus apa adanya."Ris, makin hari Kamu semakin cantik, maasyaa Allah," puji Bagas di suatu sore saat mereka tengah duduk di taman tepi kolam renang yang ada di rooftop apartemen. Angin bertiup agak kencan

  • Ditalak Usai Resepsi   Di Rumah Reza

    Setelah dirawat di rumah sakit selama dua pekan, akhirnya Bu Santi sudah diperbolehkan untuk pulang. Walaupun kondisinya belum banyak perkembangan, separuh badannya sebelah kanan lemah, namun bisa dilakukan perawatan di rumah. Asalkan minum obat dari dokter secara rutin, makan makanan yang sehat dan rendah lemak, rajin melakukan terapi dan olah raga ringan.Sumi telah diberi pengarahan oleh Bulik Tutik, bagaimana cara merawat Bu Santi dengan baik. Di pagi dan sore hari Sumi memandikan majikan perempuannya itu dengan mengelap seluruh badan dengan handuk yang dibasahi dengan air hangat dan dicampur dengan sabun mandi yang lembut. Sumi melakukannya dengan penuh hati-hati agar tidak menyakiti tubuh Bu Santi. Setelah mandi, Sumi mengajak wanita paruh baya itu jalan-jalan di halaman rumah yang luas itu dengan kursi roda. Sekedar untuk menghirup udara segar dan mengusir kejenuhan Bu Santi.Sumi juga bertugas menggantikan pampers jika sudah penuh dengan air seni dan ketika Bu Santi buang air

  • Ditalak Usai Resepsi   Bagas Buka Suara

    Tepat jam sembilan malam, Riris dan Bu Rohman tiba di apartemen. Pak Dul yang diserahi kartu untuk akses agar bisa masuk ke unit delapan kosong delapan, ikut mengantarkan Riris dan ibunya masuk sampai dalam unit."Mbak Riris, ini kartunya dipegang sama Mbak saja, pesan dari Pak Bagas. Agar Mbak bisa bebas keluar masuk apartemen ini." Pak Dul menyerahkan kartu itu pada Riris."Baik, Pak Dul, terima kasih," jawab Riris sembari tersenyum dan menerima benda tipis persegi itu dari tangan Pak Dul."Baiklah, Mbak Riris dan Bu Rohman, saya pamit dulu. Selamat istirahat. Nanti kalau mau ada perlu untuk anter-anter, bisa telepon saya."Pak Dul sedikit membungkukkan badannya lalu bergegas ke luar dari unit apartemen setelah Riris mengucapkan terima kasih padanya.Riris segera menutup pintu. Lalu keduanya memasuki kamar di mana sudah ada lemari yang berisi pakaian yang dibelikan Bagas tadi pagi. Bu Rohman sempat menyusunnya ke dalam lemari sebelum mereka mengunjungi rumah Pakde Arya."Nduk, maasy

  • Ditalak Usai Resepsi   Widia Gigit Jari

    "Loh, Wid ... Kamu nyusul ke sini?" tanya Bude Arya ketika melihat putri angkatnya sudah berada di ruang tunggu depan IGD. Wajah gadis itu terlihat cemas dan pucat."Iya, Bu ... saya khawatir sekali dengan Mas Bagas. Ingin tau keadaannya sekarang." Mendengar itu Riris semakin cemas, takut kehadiran Widia membuat jantung calon suaminya itu kembali tak stabil."Kami juga belum bisa masuk, jadi belum tau gimana kondisinya. Di dalem ada Bulik dan Paklik Bimo. Tadi sih kata Riris, Masmu sudah membaik keadaannya," sahut Bude Arya lagi.""Sini duduk sini, Wid ... samping ibu!" ajak ibu angkat Widia. Gadis yang sedari tadi masih berdiri itu, menurut dan mendekati kursi kosong di sebelah Bude Arya.Tak lama, pintu ruang IGD terbuka. Kedua orang tua Bagas muncul dari arah dalam.Bude Arya, Suaminya dan Widia segera bangkit dari duduknya dan mendekati orang tua Bagas."Gimana kondisi Bagas, Dek?" tanya Bude Arya. "Alhamdulillah sudah membaik, malah dia bilang sudah sembuh dan pingin dipercepat p

  • Ditalak Usai Resepsi   Rayuan di Kala Sakit

    "Nduk, kok ditanya sama Bu Bimo diem aja? Bu Bimo nungguin jawabanmu, loh!" tegur Bu Rohman pada putrinya yang terlihat diam melamun itu. Padahal sebetulnya Riris sedang berpikir mau menjawab apa."Eh, i-itu ... Bu, Riris sendiri tidak tau kenapa saat Riris lihat di kejauhan Mas Bagas tampak kesakitan, jadi Riris segera berlari menuju Mas Bagas," jawab wanita berwajah manis itu dengan gelagapan."Apa saat itu putraku sedang sendirian, atau bersama seseorang?" selidik Bu Bimo yang sudah seperti petugas kepolisian lagi menginterogasi orang.Riris merasa bingung, haruskah dia menjawab dengan jujur tentang keberadaan Widia saat itu? Apakah hal itu baik untuk gadis itu, dia sebenarnya kasihan dengan Widia. Hatinya tengah patah dan terluka, haruskah ditambah lagi dengan masalah baru untuknya jika semua keluarga tahu penyebab sakitnya Bagas. "Nduk, kok malah diem lagi? Itu loh Bu Bimo tanya lagi, tinggal dijawab aja," desak ibunya Riris yang juga penasaran."Ehh ...." Riris hanya menggelengk

  • Ditalak Usai Resepsi   Kejadian Tak Terduga Menimpa Bagas

    Setelah dirasa para pelayan itu sudah tidak membicarakan tentang Widia lagi, Riris bergegas keluar dari toilet. Ketika melewati dapur,, para pelayan itu yang tengah duduk mengobrol itu kompak melihat ke arah Riris."Eh, ini calonnya Mas Bagas, ya?" Salah satu dari mereka langsung bertanya ke Riris. Riris hanya tersenyum lalu mengangguk."Namanya siapa, Mbak? Ayu banget juga kalem Mbaknya ini, cocok sama Mas Bagas nantinya.""Nama saya Riris, Mbok," jawab Riris kepada pelayan yang sudah tua berbadan gemuk itu. Mungkin lebih tepatnya adalah tukang masak di rumah itu."Oh, Mbak Riris toh namanya?" sahut simbok tukang masak itu dengan semringah.Tanpa menunggu lama Riris langsung mendekati mereka yang berjumlah sekitar empat orang itu dan menyalami satu-satu."Wah, Mbak Riris selain ayu, ternyata juga ramah dan tidak sombong, mau menyapa dan berkenalan dengan kita," sahut yang lainnya."Terima kasih, Mbok, saya juga manusia biasa seperti kalian jadi tidak ada yang bisa disombongkan. Kala

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status