Ketika Fiora masuk ke dalam rumah, ia mendapati Sarah, ibunya, duduk di sofa ruang tamu. Matanya yang hampir mengantuk kembali terbuka lebar."Fiora, sayang," ucapnya lembut.Fiora merasa matanya berkaca-kaca mendengar itu.“Ibu,” suaranya serak, nyaris tenggelam oleh isak yang tertahan di tenggorokannya.Sarah bangkit dari sofa dan melangkah cepat ke arahnya, lalu memeluk Fiora erat. Tapi Fiora tidak membalas secepat itu. Tubuhnya kaku di pelukan sang ibu.Sarah mencium aroma alpha. Pinus dan citrus dan sedikit aroma manis seperti vanila dan mawar, mungkin aroma manis itu milik putrinya. Tapi jelas aroma yang lebih pekat milik seorang alpha. Feromon itu begitu jelas menempel di Fiora, menegaskan apa yang selama ini ditakutkannya. Dadanya terasa sesak, tetapi ia cepat mengusap sudut matanya sebelum air mata jatuh.Dia tidak ingin membahas tentang itu, yang lebih dia khawatirkan adalah keadaan Fiora.Ia menarik diri perlahan dari pelukan, walau tangannya masih bertahan di bahu Fiora. T
Setelah kejadian itu, seisi sekolah rasanya tak berhenti menatap Fiora. Aroma tubuhnya yang terlalu pekat membuat siapa pun menoleh, lalu cepat-cepat berpaling sambil berbisik. Para alpha bahkan menatapnya dengan raut jijik. Itu memang fungsi dari scenting, menjauhkan omega yang sudah diklaim dari para alpha.Sayangnya, Reksa melakukannya terlalu berlebihan.Bahkan guru yang mengajar terpaksa menyuruhnya keluar kelas karena aromanya mengganggu ketenangan belajar. Tentu, bukan hanya Fiora yang dirugikan, Reksa juga harus pulang dengan surat peringatan dari sekolah.Sekarang Fiora diam di kamarnya, masih merasa aroma itu menempel di kulitnya. Padahal dia sudah mandi berkali-kali dan memakai sabun yang banyak, tapi baunya tak juga hilang sepenuhnya.Pintu utama yang terbuka dengan suara berderak sedikit mengagetkan Fiora. Terdengar ketukan sepatu yang melangkah masuk ke dalam. Fiora menoleh ke arah pintu kamarnya. Mungkin itu ibunya yang baru pulang. Lagipula, ayahnya sudah di rumah sej
Paginya, kelas mulai ramai dengan suara-suara siswa yang bersiap untuk pelajaran pertama. Fiora sudah duduk rapi dengan buku catatan terbuka di meja."Fiora, selamat pagi! Aku membawa cake yang kujanjikan kemarin," Nabila menyapa dengan ceria, menyelipkan senyuman yang manis. Dari dalam tasnya, Nabila mengeluarkan tiga kotak kecil, masing-masing dibungkus rapi. "Ini milikmu, lalu ini untuk Talia.""Wah aku juga kebagian?" Talia menyambar kotak cake dengan mata berbinar."Terima kasih. Kelihatan enak," kata Fiora sambil menerima miliknya."Lalu yang satu lagi untuk siapa?" tanya Talia, menoleh ke Nabila dengan penasaran."Eh," Nabila tersenyum malu, "Tolong berikan pada Reksa," dia menggeser kotak itu ke depan Fiora sambil meringis."Yang itu kadar gulanya berbeda. Aku dengar Reksa tidak terlalu suka manis," tambahnya.Kening Talia berkerut. "Apa? Kau lupa kalau—”Fiora memotong ucapannya. "Nabila, kau sangat perhatian~ Dia pasti suka." Ia melirik Talia yang menatapnya bingung.Nabila
Fiora menggigit ujung pena-nya, sedikit melamun.Kegiatan belajar mengajar sudah usai untuk hari ini, tapi dia masih belum beranjak dari bangkunya. Hampir semua teman sekelasnya sudah meninggalkan kelas, beberapa bahkan bercanda di koridor.Fiora masih bertahan di tempatnya, sibuk dengan pikirannya sendiri. Di atas meja, buku catatannya terbuka, namun bukan masalah pelajaran yang memenuhi benaknya saat ini. Ia sedang memikirkan beberapa metode untuk mendekatkan Nabila dan Reksa. Keduanya terlihat cocok, setidaknya menurut Fiora. Nabila yang cantik dan lembut, serta Reksa yang...Yah pokoknya mereka cocok!Jika Reksa bisa dekat dengan orang lain, mungkin perasaan yang timbul dari ikatan itu akan memudar. Fiora pun ingin menjaga jarak, agar saat ikatan itu hilang dan Reksa jatuh hati pada orang lain, ia tidak perlu merasa kehilangan.Tapi bagaimana caranya? Fiora menghela napas, mengetukkan ujung pena ke permukaan meja. Ia butuh cara yang tidak terlihat terlalu dipaksakan, sesuatu yang
"Kemarin aku mencoba membuat cake dan hasilnya lumayan enak, kalau kau mau aku bisa membuatkan satu," tawar Nabila sambil tersenyum, langkahnya ringan saat mereka berjalan kembali ke kelas setelah makan siang."Serius? Aku pasti mau!" sahut Fiora cepat, matanya berbinar. "Aku selalu suka cake buatan sendiri. Aku jadi tidak sabar mencobanya." "Baiklah, besok akan aku bawakan, ya." Nabila mengangguk pelan, senyum kecil masih menghiasi wajahnya.Fiora sempat melirik ke depan dan melihat Gina bersama dua temannya mendekat dari arah berlawanan. Ia memilih untuk mengabaikan mereka dan tetap menanggapi ucapan Nabila."Tapi kau tidak perlu memaksakan diri jika memang tidak sempat. Santai saja, kau bisa memberiku kapanpun." Mereka berpapasan.Gina menyenggol bahu Fiora cukup keras hingga membuat tubuhnya terdorong mundur dua langkah.Dia tidak menoleh. Tidak meminta maaf. Hanya terus berjalan seperti tak terjadi apa-apa. Suara cekikikan pelan dari dua temannya terdengar samar.Fiora menarik
Fiora melangkah santai di antara rak-rak minimarket, matanya menelusuri deretan camilan yang tertata rapi di bawah sorotan lampu putih terang. Udara sejuk dari pendingin ruangan menyentuh kulitnya, menciptakan suasana nyaman yang biasa ia nikmati saat berbelanja sendirian.Tangannya baru saja hendak meraih sekotak biskuit favoritnya, ketika sudut matanya menangkap sosok yang familiar di dekat lemari pendingin.Reksa.Namun, bukan itu yang membuat dadanya tiba-tiba terasa sesak.Di sampingnya, seorang gadis cantik berdiri sangat dekat. Rambutnya pendek, sebatas leher, terpotong rapi dengan ujung yang sedikit melengkung ke dalam. Wajahnya manis, dihiasi senyuman yang seolah bisa meluluhkan siapa saja. Fiora tidak mengenalnya, tapi yang menarik perhatiannya bukan siapa gadis itu, melainkan bagaimana ia dengan santai mengaitkan tangannya ke lengan Reksa, lalu menyandarkan kepala di bahu pemuda itu dengan manja.Fiora terdiam.Reksa yang biasanya ketus, mudah kesal, dan sulit didekati, sam