Apa jadinya jika Fiora, yang selama ini hidup sebagai beta, tiba-tiba mengalami diferensiasi menjadi omega—di waktu dan tempat yang salah? Heat pertamanya datang secara tiba-tiba di sekolah, membuatnya lemah dan tak berdaya. Dan orang yang menemukannya lebih dulu adalah Reksa, alpha berandalan yang selalu membulinya. Dalam keadaan kacau, Fiora ditandai sementara oleh orang yang paling ia benci. Kini, seluruh sekolah tahu bahwa dirinya adalah seorang omega—dan lebih buruk lagi, ia berada dalam ikatan yang tak ia inginkan. Namun, semakin ia berusaha menjauh, semakin kuat tarikan antara mereka berdua.
View More".... tidak hanya dihafal untuk pelajaran, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari." Dengan papan tulis penuh catatan dan slide yang tengah diproyeksikan, sang guru menjelaskan materi hari ini dengan semangat. Matanya berkilat saat membagikan pengetahuan kepada para siswa yang duduk dengan patuh.
Namun, Fiora terlihat tidak sepenuhnya fokus. Beberapa kali, matanya melirik ke arah jam dinding yang terpampang di depan kelas. Lima menit lagi menuju jam istirahat, dan Fiora sudah terlihat gelisah karena suatu alasan. Bel akhirnya berbunyi, menandai jam pelajaran sudah selesai, guru tersebut menutup bukunya dengan tenang. Langkahnya santai saat dia meninggalkan kelas, sangat berbeda dengan Fiora yang tak menunggu sesaat pun. Tanpa membereskan buku-buku yang masih berserakan di mejanya, gadis Itu segera bangkit dengan cepat, seolah waktu adalah musuh terbesarnya. Setibanya di koridor, kaki kecilnya melangkah dengan cepat, hampir seperti berlari. Namun, gerakannya tetap terjaga, penuh kehati-hatian agar tak kehilangan keseimbangan. Pintu masuk kantin sudah terlihat dengan jelas, bahkan dia menjadi siswa pertama yang datang. "Bu, roti sandwich melon satu," ucapnya cepat, suaranya masih terdengar sedikit terengah. Wanita paruh baya di balik meja kantin tersenyum ramah sambil mengambil roti sandwich dari tumpukan. “Ini, nak. Selalu buru-buru, ya?” gumam wanita itu sambil menyerahkan roti dan menerima uang yang disodorkan Fiora. Gadis itu hanya tersenyum sekilas sebelum kembali bergegas. Tanpa melambat, Fiora melanjutkan larinya, menuju vending machine yang terletak di sebelah kiri lapangan. Artinya, dia harus memutari setengah dari luas sekolah untuk mencapai tujuannya. Beberapa siswa menoleh ke arahnya, heran melihat Fiora yang tampak begitu sibuk setiap jam istirahat. Begitu keluar dari bangunan sekolah, angin siang yang hangat menyambutnya. Lapangan luas terbentang di bawah cahaya matahari. Meski napasnya berat, ia tetap berlari, pandangannya terkunci pada mesin minuman di kejauhan. "Hampir sampai," gumamnya, menyeka keringat di dahi. Langkahnya akhirnya terhenti begitu ia berdiri di depan vending machine. Dia lalu memasukkan koin ke dalam lobang mesin dan menekan tombol pilihan minuman yang diinginkan. Suara denting kecil terdengar saat sekaleng kopi akhirnya jatuh ke tempat dimana minuman harus diambil. Tanpa menunda lagi, ia berbalik dan berlari kembali ke arah kelas. Meski lelah, ia tetap berusaha mempercepat langkah, memikirkan seseorang di kelas yang telah memaksanya melakukan hal merepotkan ini. Begitu tiba di pintu kelas, Fiora segera masuk dan mendekati satu orang sedang bersandar di bangku dengan ponsel di tangan. "Sebelas menit." Reksa menekan tombol stop pada stopwatch di aplikasi ponselnya. "Kau seperti omega saja yang selalu melambat setiap harinya." Reksa, yang duduk di bangku paling belakang dekat jendela, menyandarkan tubuhnya dengan santai sambil menatap Fiora dengan seringai. Dua temannya ikut mengarahkan pandangan ke Fiora, memamerkan senyum meremehkan yang membuat suasana semakin tidak nyaman. "Masih ada waktu dua puluh detik, sebelum masuk ke menit kesebelas," sangkal Fiora, napasnya masih terengah. Posisinya yang berdiri memungkinkan matanya menangkap angka yang tertera di layar ponsel Reksa. "Apa bedanya empat puluh detik dengan satu menit? Bukankah lebih dari setengah sama saja dengan dibulatkan ke atas? Apa aku salah?" "Itu benar." Teman-temannya langsung mengangguk menyetujui. Fiora merotasikan matanya. Jika dia bisa, dia ingin mengacak-acak wajah sombong itu dengan kedua tangannya. "Sekarang berikan padaku," ujar Reksa dengan menunjuk makanan yang dibawa Fiora. Gadis beta itu tak punya pilihan selain menurut, menyerahkan roti sandwich dan sekaleng kopi yang ia bawa dengan susah payah. Reksa menerima keduanya dengan senyum licik, membuka bungkusan sandwich dengan perlahan, seolah ingin menunjukkan dominasinya. "Ah," Keluhnya, mengangkat alis seakan teringat sesuatu, "sebenarnya aku sedang ingin makan yang strawberry. Pergilah belikan yang kumau." Fiora menatapnya dengan mata melebar, seolah tak percaya. "Apa? Tapi aku—" "Jangan banyak alasan," potong Reksa cepat. Suaranya tajam, menusuk seperti duri yang membuat Fiora tak berani melanjutkan kalimatnya. Sementara teman-teman Reksa tertawa kecil, menikmati pemandangan ini seolah menjadi hiburan di tengah kebosanan mereka. "Tapi—" Fiora mencoba membela diri, meski suaranya nyaris tenggelam. "Itu salahmu karena tidak bertanya terlebih dahulu," sela Reksa lagi, nadanya semakin tegas, seperti palu yang menutup setiap argumen. Mungkin Reksa mengeluarkan dominasinya sebagai alpha untuk menekan Fiora. Itu curang! Fiora merasa napasnya sesak, tekanan itu menumpuk di dadanya. Ia tahu, tidak ada gunanya melawan alpha sedangkan dia hanya seorang beta. Seperti biasa, ia harus menuruti semua keinginan Reksa. Dengan pasrah, Fiora berbalik menuju pintu untuk melakukan perintahnya tadi. Namun, baru beberapa meter dia berjalan, suara Reksa kembali memanggilnya. "Fiona, kau melupakan uangnya," ucap Reksa dengan nada meremehkan, tatapan merendahkan itu membuat Fiora semakin merasa kecil. Ia berbalik tanpa berkata apa-apa, menerima uang dari tangan Reksa tanpa ragu. Fiora berjalan keluar kelas tanpa menengok kebelakang. "Hei, bukankah kau tidak suka strawberry?" Itu suara Dion, teman dekat Reksa, terdengar santai namun penuh rasa ingin tahu. "Ya," jawab Reksa singkat, tanpa keraguan, suaranya tenang namun menyimpan sesuatu yang sulit dimengerti. Fiora yang berdiri di luar kelas, tepat di balik dinding, mendengar percakapan itu dengan jelas. Tubuhnya membeku sejenak, seolah tak percaya apa yang baru saja didengar. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya, mencengkeram erat uang pemberian Reksa. Meneguk ludahnya pelan, Fiora berusaha menenangkan pikirannya yang bergejolak. Pikirannya berbisik, mencoba menguatkan dirinya. 'Kau sudah terbiasa, Fiora. Ini bukan hal baru. Kau akan baik-baik saja.' *** Fiora melangkah masuk ke dalam kelas dengan sandwich strawberry di tangan. Pandangannya langsung tertuju pada Reksa, yang kini duduk sendirian. Tidak ada teman-temannya di sekitar, hanya dia dengan kakinya yang santai diangkat ke atas meja. Fokusnya terpaku pada layar ponsel, jarinya bergerak cepat, sepertinya tengah bermain game. Fiora ragu sejenak, namun akhirnya mendekat. Baru saja ia hendak meletakkan roti di meja, Reksa menyadari kehadirannya. Tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel, ia berkata, "Kau terlalu lama. Aku sudah kenyang sekarang. Itu untukmu saja. Lagipula, aku tidak suka." Fiora tertawa dengan kesal. Dia menarik kerah Reksa hingga alpha itu setengah berdiri lalu menjejalkan sandwich strawberry kedalam mulut Reksa tanpa ampun. Mengabaikan gumaman tidak jelas karena sandwich yang memenuhi mulutnya. Fiora tertawa dengan puas. Memang ia agak terlambat karena harus menghabiskan makanannya tadi di kantin dengan sangat cepat, karena takut membuat Reksa marah. Fiora hanya tidak ingin merasa kelaparan ketika jam pelajaran selanjutnya. Namun, si Iblis ini benar-benar mempermainkannya! "Hei, kenapa masih di sini? Pergi sana." Fiora tersadar dari imajinasinya. Dia mengerjap dua kali sebelum melihat Reksa, yang duduk dengan santai, menatapnya datar. Gadis beta itu hanya bisa memaksa senyum. Dia mengambil kembali Sandwich strawberry yang masih utuh, sebelum berjalan ke tempat duduknya. Walaupun dalam prosesnya sembari mengucap mantra berulang untuk menyegel iblis bernama Reksa Mahardika di kerak bumi lapisan paling dalam!"Jadi," Fiora akhirnya mengutarakan pertanyaan yang sedari tadi memenuhi kepalanya. "Itulah sebabnya kau rutin menyelimutiku dengan feromonmu?"Reksa menoleh sedikit, lalu mengangkat bahu seperti seseorang yang baru saja menyadari sesuatu yang tak ia sadari sebelumnya. "Sebelumnya aku hanya mengikuti insting," katanya ringan, hampir seperti gumaman. "Sekarang aku tahu alasannya kenapa."Mereka berjalan berdampingan menyusuri koridor, langkah mereka terpantul lembut di lantai ubin yang masih menyimpan kehangatan matahari.Tas tergantung miring di bahunya, dan rambutnya, yang baru saja ia sisir asal dengan jari, berkibar pelan setiap kali angin sore menyelinap masuk lewat celah jendela. Fiora menghela napas kecil, lalu mengalihkan wajahnya ke samping, berusaha menyembunyikan rona yang dengan cepat menjalari pipinya."Tapi tolong," katanya, pelan tapi sungguh-sungguh. "Lihat situasi. Jangan di kelas juga."Tangannya terangkat, menutup sebagian wajahnya. Jari-jarinya menyentuh pelipis, se
Begitu Reksa masuk ke dalam kelas, matanya menangkap pemandangan yang tak ia harapkan.Fiora duduk di bangkunya, buku tugas terbuka, dan di seberangnya, ada anak laki-laki yang pernah Fiora panggil dengan nama 'Adam'. Lelaki itu bersandar santai di meja, dan Fiora tertawa pelan karena sesuatu yang dikatakannya.Reksa berhenti di ambang pintu.Beberapa detik ia terdiam, lalu melangkah mendekat ke arah mereka. Tenggorokannya terasa kering karena Fiora masih belum menyadari kehadirannya. Ia melangkah lebih dekat, lalu berdeham cukup keras.Sekejap, perhatian keduanya langsung tertuju padanya.Adam menoleh. Begitu melihat raut wajah Reksa yang jauh dari ramah, ia langsung bangkit dari duduknya. “Aku balik ke tempatku dulu,” katanya pada Fiora, lalu pergi tanpa menunggu jawaban.“Kau dan Adam,” kata Reksa. “Apa itu tadi?”Fiora bahkan tidak mengalihkan pandangan dari buku tugasnya. “Itu namanya mengobrol, Reksa. Mungkin kau pernah mendengarnya.”Jawaban itu membuat dahi Reksa mengernyit. N
Fiora duduk dengan gelisah di bangku kantin, pandangannya melayang pada kerumunan siswa yang sibuk dengan makan siang mereka. Di depannya, Talia mengaduk-aduk minumannya dengan malas, sesekali melirik Fiora yang tampak tidak tenang."Reksa menghindariku," ucap Fiora tiba-tiba, suaranya hampir tenggelam di antara riuh rendah kantin."Apa?!" Talia mengangkat alis, sedikit terkejut."Reksa menghindariku," Fiora mengulangi, kali ini dengan lebih tegas, sambil menatap lurus ke arah Talia."Ya, ya," Talia melambai seolah menepis udara di antara mereka. "Maksudku kenapa dia menghindarimu?" Dia memiringkan kepalanya, merasa heran."Itulah yang membuatku bingung. Kenapa dia menghindariku?" Fiora menggelengkan kepalanya, kebingungan jelas terlukis di wajahnya. "Seolah-olah aku melakukan sesuatu yang salah, tapi aku tidak tahu apa."Fiora lalu mendekatkan tubuhnya ke arah Talia, suaranya mengecil seiring jarak di antara mereka yang menyempit. Gerakannya membuat Talia ikut memajukan badannya, pen
Reksa berjalan lesu menyusuri koridor kelas, langkahnya terasa lebih berat dari biasanya. Dengan tatapan kosong, ia menerobos kerumunan siswa yang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Beberapa bercanda di depan kelas, ada yang sibuk menyalin tugas, sementara yang lain berdiri bergerombol membicarakan sesuatu yang entah apa. Dinding koridor yang penuh dengan pengumuman kegiatan sekolah, poster ekstrakurikuler, serta jadwal ujian, sama sekali tak menarik perhatiannya.Pikirannya terseret ke dalam mimpi aneh yang mengganggunya semalam. Mimpi yang tak pernah ia bayangkan akan melibatkan Fiora yang polos.Tapi di dalam mimpi itu, Fiora bukanlah dirinya yang biasa. Dia lebih berani, lebih ekspresif dan ... yang paling mengganggu, lebih centil dari yang bisa ia bayangkan.Reksa mengusap pelipisnya dengan frustrasi, berharap bayangan mimpi itu segera hilang dari pikirannya. Langkahnya terhenti tiba-tiba. Tanpa sadar, ia mengacak-acak rambutnya. "Sadarlah, Reksa!" marahnya pada dirinya send
Nabila melangkah masuk ke ruang kelas dengan percaya diri, langkahnya cepat seolah tidak ada yang bisa mengganggunya. Pandangannya langsung tertuju pada Fiora, yang tengah duduk di bangkunya, sibuk dengan sesuatu di meja.Senyum lebar terukir di wajah Nabila saat ia mengangkat ponselnya, memperlihatkan layar yang menampilkan sebuah foto. Dengan nada ceria yang terdengar sedikit terlalu antusias, dia berkata, "Ini kau, kan?"Fiora mengangkat kepalanya, alisnya sedikit berkerut sebelum akhirnya melihat ke arah ponsel Nabila."Serius, Fiora? Kau memakai baju maid?" Suara Nabila terdengar ceria, tetapi ada sesuatu di balik nada suaranya yang membuat Fiora merasa tidak nyaman.Fiora, yang merasa sedikit malu, hanya bisa mengangkat bahu. "Aku kalah taruhan," jawabnya dengan nada pelan, "hukumannya mengenakan kostum itu saat Festival sekolah kemarin.""Ah, aku menyesal tidak berangkat waktu itu, aku jadi tidak bisa melihatmu memakai pakaian itu. Kalau boleh tahu, bagaimana rasanya mengenakan
Langkah kaki bergema di sepanjang lorong yang kosong, berpadu dengan napas dua orang yang tidak teratur."R-Reksa, berhenti!" seru Fiora, berusaha melepaskan cengkeraman kuat di pergelangan tangannya.Reksa benar-benar berhenti. Gerakan mendadak itu membuat wajah Fiora menabrak punggungnya yang keras.“Aduh, sakit!” Fiora mengaduh pelan sambil mengusap hidungnya. Matanya memelototi punggung Reksa.“Kau sengaja, ya?” katanya, separuh mendesis.Reksa menoleh sedikit, ekspresinya datar tapi matanya menyiratkan sesuatu yang nyaris menantang. "Kaulah yang memintaku untuk berhenti," jawabnya, seolah insiden barusan bukan salahnya sama sekali.Fiora hendak membalas, tetapi sebelum sempat membuka mulut, Reksa sudah menariknya lagi tanpa banyak bicara. Cengkeramannya tetap erat, seperti menegaskan bahwa ia tak akan membiarkannya kabur begitu saja.Baru setelah mereka sampai di depan UKS, dan mendapati pintunya tidak terkunci, Reksa akhirnya melepaskan Fiora."Apa yang membuatmu sangat marah?"
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments