Ck ... ck ... ck ... Kartika benar-benar pintar sekali bermain sandiwara bak artis papan atas. Kenapa dia tidak jadi artis sinetron saja. Bahkan dia sengaja kencing di lantai kamar sambil tertawa cekikikan. Orang stress. Lalu dia buru-buru kembali duduk dengan tatapan kosong ketika Ibu dan Mas Fikri masuk. Terlihat Ibu mengepel lantai yang kena kencing Kartika. Setelah kejadian itu, Mas Fikri tampak rajin memakaikan Kartika pampers. Acting Kartika memerankan peran sebagai bayi sukses mengelabui Mas Fikri.Dan video berikutnya ... apa yang dilakukan Ibu? Ibu tampak merias wajah Kartika yang duduk pasrah dengan tatapan kosong, menyisir rambutnya lalu mencopot pampers Kartika dan dengan susah payah memakaikan lingerie di tubuh Kartika. Kemudian Ibu mengikat tangannya.Setelah Ibu meninggalkan kamar, Kartika tampak tersenyum penuh kemenangan. Dia kemudian mematut matut di depan kaca, tersirat kepuasan di wajahnya lalu dia duduk kembali di ranjang. Tak berapa lama Mas Fikri datang. Tata
"Beres pokoknya, Mbak. Secepatnya Mbak Tiara bisa dapat map itu dan segera bisa buka les. Udah mateng nih, Mbak, masakanku. Sudah, sana Mbak Tiara ke depan. Biar Kartika siapin makannya di meja makan." "Eh, nggak usah, Kartika. Aku ngambil sendiri sekarang saja. Keburu lapar bayinya yang di perut." Tak akan kuberi kesempatan dia menaruh racun di makananku.Raut wajah Kartika tampak beda, terlihat sedih. Mungkin dia ingat bayinya saat aku menyebut bayi.Setelah mengambil Nasi di magic com lalu menyendok sayuran yang masih nangkring di kompor dan mengambil ayam goreng yang juga masih nangkring di atas wajan, aku pun lanjut menikmati makan di gazebo taman belakang.Aku bisa membaca wajah Kartika walaupun dia berusaha menutupi. Ada rasa kesal dan kecewa di wajahnya.Malamnya, saat makan malam pun, aku tetap waspada. Ada yang mencurigakan ketika Kartika menyediakan sayur dan lauk di mangkok dan piring tersendiri untukku. "Mbak, ini lauk dan sayur punya Mbak Tiara aku sendiriin ya, soalny
Aku harus tega. Aku harus memperjuangkan kebahagiaanku sendiri. Segera kumasukkan semua berkas yang dibutuhkan ke tas yang sudah aku siapkan. Handphoneku berdering. Setelah memasukkan tas ke lemari, gegas aku menjawab panggilan di handphone."Assalamu'alaikum, Mbak Tiara. Ini Tia, Mbak. Temen 1 kost di Surabaya.""Wa'alaikumsalam. Tia! Apa khabar? Mbak Kangen." "Sama. Tia juga kangen. Aku lagi mudik ke Jakarta, nih, Mbak, liburan. Pengin ketemu Mbak Tiara. Boleh nggak aku main ke rumah?""Boleh banget, entar kujapri alamatku, ya. Aku tunggu kedatanganmu, Tia." "Makasih, Mbak Tiara." "Telepon dari siapa, Ra?" Tiba-tiba Mas Fikri sudah ada di hadapanku, menatap curiga, bikin kaget saja."Bukan urusan, Mas Fikri!""Ra, aku nanya baik-baik, lho. Kamu jawabnya ketus begitu! Aku ini suamimu, Ra. Tolong hargai aku!" Bentaknya yang kuacuhkan.Aku menarik selimut dan pura-pura memejamkan mata. Tiba-tiba dengan kasar Mas Fikri menarik selimutku, menatapku nanar dengan dada yang naik turun.
"Dokter Rasyid?!" Dokter Fikri pun terlihat terkejut. "Kenapa Dokter Fikri ada di sini? Dokter Fikri mengenal Ibu Tiara?" "Dokter Rasyid juga kenapa ada di sini? Dokter Rasyid juga mengenal Tiara?" "Saya mengantar anak-anak saya, mereka pengin ketemu Ibu Gurunya. Kebetulan Ibu Tiara ini guru privat anak-anak saya." "Sampai dibelain terbang dari Surabaya ke Jakarta ya, Dok? Ambil cuti juga ya, Dok berarti?" "Iya, mereka kangen Ibu Gurunya. Kalau Dokter Fikri kenapa di sini? Ada hubungan apa dengan Ibu Tiara?" "Kami teman baik. Kebetulan saya pulang ke Jakarta jadi sekalian mampir ke sini." Obrolan mereka seketika berhenti ketika Mas Fikri berteriak sambil memukul wajah Dokter Fikri, "Kamu lagi! Beraninya kamu kesini menemui Tiara?! Mau booking dia lagi?!" Tapi kali ini Dokter Fikri tidak membalas memukulnya, dengan tangan yang terayun kuat Dokter Fikri menampar Mas Fikri keras. "Sekali lagi anda bilang Tiara pelacur, akan kurontokkan semua gigimu!" Dokter Fikri mencengkeram ke
Ditipu mertua dan suami Part 23"Tiara, kamu kenapa?!" Pekik Dokter Fikri dengan wajah panik lalu memapahku mencari tempat duduk di hamparan rumput di bawah pohon besar."Maaf ya, Ra, aku minta ijin untuk memeriksa kamu," aku pasrah ketika Dokter Fikri meraih tanganku memegang pergelangan memeriksa denyut nadiku. "Ada apa, Ra? Kamu ketakutan begini. Denyut nadimu cepat sekali. Tenang, jangan pikirkan macem-macem. Tarik nafas dalam-dalam lalu hembuskan. Rileks, Ra. Ini minum dulu." Dia menyodorkan air mineral dengan raut kuatir."Cerita, ada apa? biar lega. Syukur-syukur aku bisa menolong," paksa Dokter Fikri. Mulanya aku ragu tapi aku butuh teman untuk berdiskusi soal ini. Aku bisa gila kalau harus memendamnya sendiri. Dengan terbata aku pun memberanikan diri untuk menceritakan semuanya."Nyawa saya dan anak saya terancam, Dok. Ada orang yang terus berusaha membunuh kami. Kemarin saya ngirim makanan yang saya curigai ke laboratorium. Dan ternyata kecurigaan saya benar. Makanan itu
"Iya, saya janji." "Waktu di Surabaya, saya diperkosa oleh kakak ipar saya sendiri, Dok. Entah apa yang dia berikan pada saya, tapi saya tidak berhasil mengingat kejadian itu dan dia merekam semua kejadian itu. Baru saja ini tadi kakak ipar saya mengirimkan video itu, Dok. Saya nggak kuat lihat video itu. Di video itu kenapa saya bisa begitu liar seperti bukan korban perkosaan. Tapi saya tidak bisa mengingatnya sama sekali. Bagaimana kalau video itu tersebar ke media sosial?" Tangisku akhirnya pecah tak tertahan."Astaghfirullah Al Adzim. Berat sekali cobaanmu, Tiara. Jadi ini yang membuat kamu menangis semalaman waktu di Surabaya itu. Tapi tenang ya, Ra, Allah tidak akan menguji hambaNya di luar batas kemampuannya. Aku yakin kamu kuat. Pasti ada jalan, Ra. Allah memberi ujian dan Alloh juga sudah menyiapkan jalan penyelesaiannya. Kamu harus percaya itu.""Kadang saya merasa Allah tidak adil pada saya. Kenapa saya diuji bertubi tubi. Bahkan harus kehilangan kakak saya satu satunya."
"Mbak, Tiara, kok malah bengong. Itu mbak kalau mau sarapan dulu, sudah siap." "Iya, Kartika, taruh situ dulu aja. Entar kumakan. Sini kubantuin cuci perkakas." Aku menawarkan bantuan bukan karena benar-benar mau membantu tapi cuma karena pengin berlama lama di dapur mengamati gerak gerik Kartika."Wah, boleh, Mbak, sebentar saya tinggal baca pesan dulu ya, Mbak." Ini noMemang terdengar bunyi chat masuk bertubi tubi dari handphone Kartika yang ditaruh di atas meja dapur. Sambil mencuci piring, kulirik Kartika yang sedang membaca pesan. Dia tampak senyum-senyum sendiri, tersipu sipu. Seperti membaca pesan dari pacar saja. Mencurigakan, tapi apa peduliku."Mbak Tiara, aku mandiin anak-anak dulu ya." Setelah membaca pesan, Kartika terlihat tergesa gesa.Mumpung Kartika tak ada di dapur, buru-buru kubuang ke dalam plastik makananku yang disiapkan Kartika tadi lalu kumasukkan ke tempat sampah. Aku mengisi piring dengan sedikit nasi lalu mengambil udang dan tumis genjer yang disiapkan Ka
"Ibu ada bukti atau saksi kalau mereka menikah?""Mereka menikah secara siri tapi mereka sudah mengakuinya, Pak, setelah saya memergoki perselingkuhan mereka. Saya punya foto-foto pernikahan mereka juga rekaman video perselingkuhan mereka dari cctv yang saya pasang. Mereka juga sudah membuat rekayasa seolah olah madu saya itu menikah dengan orang lain supaya saya tidak mencurigai pernikahan mereka. Dalam hal ini ada campur tangan Ibu mertua saya juga. Saya bisa hubungi suami palsu madu saya itu untuk jadi saksi.""Bagus, Bu, berarti bukti sudah kuat, ya.""Apa selama ini ada perlakuan kasar suami Ibu pada Ibu?""Nggak ada sih, Pak. Cuma menyiksa batin saya saja, Pak. Tapi istri mudanya pernah memberi saya obat tidur supaya dia bebas menguasai suami saya. Dan sekarang bahkan istri mudanya itu berusaha membunuh bayi saya. Dia menaruh racun pada makanan saya. Untunglah saya mengetahuinya." "Itu sebuah tindakan kriminal, Bu. Bu Tiara harus melaporkan itu ke pihak kepolisian.""Iya, saya