Profesor Voss yang mendengar seluruh percakapan itu melangkah mendekat, mata berkaca-kaca."Tuan Davis," katanya dengan suara yang sangat bergetar."Keputusan Anda hari ini membuat saya semakin yakin bahwa Anda bukan hanya dokter yang hebat, tapi juga manusia yang sangat baik. Dunia medis membutuhkan lebih banyak orang seperti Anda."Peter menunduk sopan, tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia berjalan menuju lift dengan langkah yang pelan, meninggalkan semua orang yang menatapnya dengan kekaguman dan rasa hormat yang sangat besar.Ketika pintu lift tertutup, Sebastian menatap punggung Peter yang menghilang dengan ekspresi yang sangat kompleks."Dia seperti legenda yang berjalan di antara kita," bisiknya dengan suara yang sangat pelan."Dokter yang tidak mencari ketenaran atau kekayaan, tapi hanya ingin menyelamatkan nyawa."Di nurse station, ponsel terus berdering dengan notifikasi. Video operasi terus menyebar dengan kecepatan yang luar biasa, ditonton oleh ratusan ribu orang dalam beber
Margareth menggeleng pelan sambil menatap layar."Video ini seharusnya tidak boleh bocor," katanya dengan nada yang sedikit khawatir."Tapi sekarang sudah terlambat. Seluruh kota, bahkan seluruh negara, akan tahu tentang operasi ini."Clara tersenyum tipis."Mungkin itu bukan hal yang buruk. Orang-orang perlu tahu bahwa masih ada dokter yang benar-benar peduli, yang mengutamakan nyawa pasien di atas segalanya."Di ruang tunggu keluarga, Sebastian akhirnya keluar setelah menghabiskan waktu beberapa menit bersama ayahnya di ICU. Wajahnya masih basah oleh air mata, tapi ada senyuman lega yang tidak bisa disembunyikan.Ia berjalan menyusuri koridor, mencari sosok yang ingin ia temui. Dan ia menemukannya di ujung koridor, berdiri di dekat jendela besar yang menghadap taman rumah sakit.Peter Davis masih mengenakan scrub hijau muda, tapi sudah melepas masker dan topi bedah. Wajahnya terlihat lelah namun sangat tenang, menatap keluar jendela dengan ekspresi yang sulit dibaca.Sebastian mende
Di ujung koridor, ruang keluarga khusus VIP terletak dengan pintu kayu berwarna cokelat tua. Di dalam ruangan itu, Sebastian Richter duduk di kursi panjang dengan postur yang sangat tegang.Tangannya terkepal di atas paha, mata menatap kosong ke arah pintu yang tertutup rapat. Sudah hampir tiga jam ia menunggu di sana, setiap menit terasa seperti tahun.Di sampingnya, istri dan dua anaknya duduk dengan wajah yang sama tegangnya. Tidak ada yang berbicara, semua tenggelam dalam doa dan harapan masing-masing.Tiba-tiba, pintu terbuka dengan bunyi klik yang lembut. Profesor Alaric Voss masuk dengan langkah yang pelan, wajahnya menunjukkan kelelahan yang sangat besar namun juga kelegaan yang luar biasa.Sebastian langsung berdiri, tubuhnya bergerak lebih cepat dari pikirannya."Profesor?" suaranya keluar sangat serak, hampir seperti bisikan."Bagaimana ayah saya?"Profesor Voss tersenyum tipis, senyum yang sangat tulus dan penuh kehangatan."Operasi berhasil, Tuan Richter," katanya dengan
Lalu monitor hemodinamik menunjukkan perubahan. Gradien tekanan di katup aorta yang tadinya sangat tinggi mulai turun. Aliran darah yang tadinya terganggu oleh katup rusak kini mengalir dengan lebih lancar."Gradien turun dari enam puluh lima mmHg menjadi lima belas mmHg," lapor Dr. Weiss dengan nada yang tidak bisa menyembunyikan kekaguman."Aliran darah meningkat signifikan. Tidak ada tanda regurgitasi parah."Peter menatap layar dengan sangat teliti, memeriksa setiap detail dari posisi katup yang baru terpasang. Tidak ada kebocoran besar, tidak ada malposisi, tidak ada komplikasi akut."Katup baru duduk dengan sempurna," katanya dengan nada yang sangat puas namun tetap tenang."Aliran darah lebih teratur. Tekanan jantung turun ke rentang yang aman. Tidak ada kebocoran signifikan yang memerlukan intervensi tambahan."Ia mulai melakukan pemeriksaan akhir dengan sangat teliti. Memeriksa stabilitas posisi katup dari berbagai sudut, memastikan tidak ada pergeseran, memeriksa area di sek
Di dalam ruang operasi nomor satu Rumah Sakit Santa Helena, waktu bergerak dengan ritme yang sangat berbeda dari dunia luar. Setiap detik dipenuhi dengan keputusan presisi, setiap gerakan membawa konsekuensi yang sangat besar.Lampu operasi putih dingin menyinari meja dengan intensitas yang sempurna, tidak meninggalkan bayangan sedikitpun. Cahaya itu memantul di permukaan instrumen steril yang tersusun rapi di atas nampan.Layar fluoroskopi besar terpasang di sisi kanan ruangan, menampilkan gambar real-time dari dalam tubuh Tuan Otto Richter. Garis-garis putih bercahaya menunjukkan jalur pembuluh darah, seperti peta sungai yang mengalir dalam kegelapan.Monitor hemodinamik di sudut kiri menampilkan data vital yang berdenyut dengan ritme yang sangat tenang. Tekanan darah stabil di angka seratus sepuluh per tujuh puluh, saturasi oksigen di sembilan puluh empat persen, detak jantung seratus per menit dengan irama yang teratur.Peter Davis berdiri tegak di sisi kanan meja operasi, mata fo
Tapi Sebastian tidak membaca satu pun pesan itu. Matanya hanya menatap kosong ke arah pintu ruang tunggu, menunggu seseorang masuk dengan membawa kabar."Ayah, bertahanlah," bisiknya dengan suara yang sangat pelan, hampir tidak terdengar."Kami semua menunggu Ayah. Jangan tinggalkan kami sekarang."Di dalam ruang operasi, waktu menebal dengan cara yang sangat aneh. Bagi tim medis, setiap detik dipenuhi dengan keputusan-keputusan kecil yang sangat presisi.Pada menit-menit awal, layar pemandu gambar menunjukkan jalur pembuluh darah dengan sangat jelas setelah zat kontras disuntikkan. Garis-garis putih bercahaya di layar hitam menunjukkan peta jalan yang harus dilalui.Peter memasukkan wire pemandu, kawat halus yang sangat fleksibel, melalui sayatan kecil di pembuluh femoralis. Gerakannya sangat lambat dan sangat hati-hati, seperti melukis dengan kuas yang sangat halus."Wire masuk dengan lancar," lapornya dengan suara yang sangat tenang."Tidak ada resistensi yang abnormal. Pembuluh da