Share

Bab 11

Author: Hazel
"Um, Kak ...." Ini pertama kalinya Tirta berciuman, bahkan si wanita yang mengambil inisiatif. Itu sebabnya, dia sulit untuk menahan antusiasmenya.

Meskipun lidah Melati tidak terlalu lincah, ciuman ini terasa sangat manis, membuat Tirta tidak ingin melepaskannya.

Selain itu, tangan Tirta terus meremas payudara Melati. Kali ini, dia akan menjadi pria seutuhnya! Dia pun tidak tahan lagi sehingga membalikkan badan dan menindih Melati.

"Tirta ... yang pelan sedikit ...." Melati tentu tahu apa yang ingin dilakukan Tirta selanjutnya. Kini, dia benar-benar lemas karena terangsang. Selain merasa cemas, hati Melati juga dipenuhi penantian.

"Ayo, Tirta. Aku sudah nggak sabar," ujar Melati sambil memeluk Tirta dengan erat. Dia pun tak kuasa mengeluarkan desahan yang sungguh memikat.

"Ah ... aku akan memperlakukanmu dengan baik mulai hari ini!" pekik Melati. Tirta telah kehilangan kendali. Dia menegakkan tubuhnya, bersiap-siap untuk memulai pertarungan besar. Dia akhirnya bisa merasakan kenikmatan dari bercinta.

"Tirta, kamu di mana? Tirta! Tirta! Ah, kakiku ...." Tiba-tiba, terdengar suara Ayu dari luar. Wanita ini sedang mencarinya. Nada bicaranya terdengar cemas, bahkan Ayu berteriak kesakitan di akhir.

"Bibi?" Langit sudah terang sekarang. Mungkin Ayu tidak menemukan dirinya saat bangun, makanya keluar untuk mencarinya. Ketika di jalan, Ayu pun tidak sengaja melukai kakinya.

"Kak, aku ... aku harus memeriksa keadaan bibiku dulu. Sepertinya dia terluka ...," ujar Tirta. Dia tidak berminat untuk berhubungan intim lagi karena mencemaskan Ayu. Jadi, dia buru-buru mengenakan celananya dan bangkit dari tubuh Melati.

"Hais, padahal tinggal sedikit lagi!" Melati benar-benar merasa enggan. Dia ingin sekali memasukkan kemaluan Tirta ke kemaluannya.

Namun, langit sudah terang dan penduduk desa sudah mulai bekerja. Kalau terus menahan Tirta, mereka bisa ketahuan. Melati terpaksa berkata, "Ya sudah, pergilah."

"Oke, Kak." Tirta langsung berlari ke luar tanpa menoleh.

"Tirta, kamu harus datang lagi malam ini! Kutunggu, ya!" seru Melati dengan suara rendah. Namun, Tirta sama sekali tidak menanggapi.

"Dia mendengarku nggak sih? Malam ini dia bakal datang nggak?" Melati seketika merasa cemas. Dia ingin menyusul Tirta, tetapi pakaiannya kurang pantas.

Ketika teringat pada perasaan nikmat semalam, Melati menjadi makin bertekad. "Setelah ganti baju, aku harus pergi mencarinya!"

....

Begitu keluar dari rumah Melati, Tirta langsung melihat Ayu yang duduk di tanah. Ayu memegang pergelangan kakinya dengan ekspresi kesakitan. Jelas, kakinya terkilir.

"Bibi! Kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Tirta dengan penuh simpati sambil maju untuk memapahnya.

"Tirta?" Begitu mendengar suara Tirta, Ayu pun memperlihatkan ekspresi terkejut. Kemudian, dia menggeleng dan menyalahkan Tirta, "Aku baik-baik saja. Kamu ke mana saja? Pagi-pagi sudah nggak ada di rumah. Aku memanggilmu dari tadi, tapi nggak ada respons."

"Eee ... pipa air di rumah Kak Melati tersumbat. Dia menyuruhku membantunya. Kulihat kamu tidur nyenyak sekali, makanya aku nggak ganggu," jawab Tirta yang berbohong. Setelah mengatakan ini, Tirta teringat pada Melati yang berinisiatif mengangkat roknya beserta pemandangan indah di bawah sana.

"Hm, begitu. Melati memang kasihan. Baguslah kalau kamu membantunya." Ayu tidak curiga. Dia justru bertanya, "Jadi, pipanya sudah selesai diperbaiki belum?"

"Sudah hampir selesai," jawab Tirta dengan ekspresi malu. Untung saja, Ayu tidak bisa melihat. Kalau tidak, wanita ini pasti akan curiga.

"Baguslah. Kita sudah sepakat akan pergi ke rumah Nabila hari ini. Kita pergi beli buah atau camilan dulu. Setelah itu, kita langsung berangkat," ujar Ayu. Dia menyuruh Tirta membawanya ke warung. Namun, begitu melangkah, Ayu langsung kesakitan hingga tidak bisa menegakkan tubuhnya. Wanita ini pun bersandar di tubuh Tirta.

"Bibi, kamu terluka. Aku bawa kamu ke klinik dulu untuk berobat. Setelah itu, kita baru pergi," ucap Tirta. Dia merasa kasihan melihat pergelangan kaki Ayu yang bengkak dan merah.

"Bibi, naik ke punggungku. Aku akan menggendongmu ke klinik." Tirta langsung berjongkok, lalu mengisyaratkan Ayu untuk naik.

"Tirta, kamu papah saja aku, nggak perlu gendong. Aku lumayan berat," tolak Ayu yang menggeleng.

"Bibi, jangan sembarangan. Tubuhmu sudah ideal," sahut Tirta. Dia bisa mencium aroma tubuh Ayu yang wangi seperti bunga anggrek. Aroma ini sungguh memikat.

"Kalau begitu, kamu turunkan saja aku kalau lelah." Ayu benar-benar kesakitan sehingga tidak akan menolak lagi. Dia langsung bersandar di punggung Tirta.

"Aku berdiri sekarang. Peluk aku dari belakang, jangan sampai jatuh." Tirta perlahan-lahan bangkit. Kedua tangannya pun memegang Ayu dengan erat.

"Aduh, ada lubang. Pegang yang erat, Bi," ucap Tirta. Saat berikutnya, dia langsung mempercepat langkah kakinya dan mempererat pegangannya.

"Tirta, yang pelan sedikit. Jangan terburu-buru begini," tegur Ayu.

Jantung Tirta berdebar-debar. Untungnya, Ayu tidak mengomel, melainkan menyandarkan wajahnya ke punggung Tirta dan memeluknya dengan erat. Tirta bisa merasakan kedua bola yang menempel di punggungnya.

"Tirta, pelan sedikit. Seingatku, jalanan di desa ini nggak begitu buruk," ujar Ayu sambil mengernyit. Dia merasa ada yang aneh ....
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (7)
goodnovel comment avatar
Csippit Gaming
lanjutkan lagi
goodnovel comment avatar
David Auflimando
pengarangnya yg impoten nih
goodnovel comment avatar
Alfatih Kahfi Abdillah
pejantan tangguh
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1945

    Sekelompok orang yang berpikiran seperti ini segera mengejar Tirta dan lainnya. Pemimpin mereka berteriak, "Berhenti!"Swoosh! Dua puluh orang lebih mengepung Tirta dan lainnya. Cahaya obor menerangi kegelapan malam. Tampak orang-orang itu mengeluarkan pedang mereka yang memancarkan cahaya dingin.Melihat tindakan orang-orang itu, Eira yang berwajah tua sedikit panik. Dia bertanya, "Bapak-bapak sekalian, ada apa kalian cari kami lagi?"Tangan gemuk Amaris yang disembunyikan di lengan bajunya yang panjang gemetaran. Dua gadis dengan bibir merona dan gigi putih berjalan keluar dari kerumunan. Mereka bersikap sangat sungkan pada Elisa yang berubah menjadi pria.Salah satu gadis bertanya pada Elisa, "Pak, dari mana kamu dapatkan kucing putih yang kamu gendong ini?"Mendengar pertanyaan mereka, Elisa langsung menebak mereka pasti curiga dengan kucing putih ini. Setelah melihat Tirta sekilas, Elisa menjawab dengan ekspresi tenang, "Aku memelihara kucing ini sejak dia kecil. Namanya Jade. Ada

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1944

    Pantas saja Tirta meremehkan mereka. Bahkan dia malas bertindak karena tidak ingin menghabiskan waktu.Sementara itu, para pria yang berjaga di pintu masuk memperhatikan Eira dan Amaris yang tampangnya sudah berubah. Hanya saja, pria mana pun tidak akan tertarik pada tampang Eira dan Amaris sekarang. Mereka mengamati tampang keduanya dengan bantuan cahaya obor.Salah satu pria mengkritik, "Cih, wanita rendahan! Kenapa ada wanita yang begitu jelek? Benar-benar merusak pemandangan!"Orang-orang itu membandingkan tampang Tirta dan lainnya dengan lukisan di tangan mereka. Namun, tidak ada yang sesuai dengan tampang Tirta, Elisa, dan Amaris. Bahkan ada tambahan satu orang lagi.Hanya saja, pemimpin sekelompok orang itu tetap merasa 4 orang aneh ini mencurigakan. Dia mengambil obor, lalu maju dan bertanya dengan tegas, "Tunggu! Untuk apa kalian datang ke kecamatan malam-malam begini? Kalian datang dari mana? Selain itu, kalian mau pergi ke mana?"Eira yang berwajah tua segera maju dan berpur

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1943

    Tirta segera membantah, "Nggak, Bi Elisa! Kamu sama sekali nggak jelek, malah sangat menawan! Aku rasa begini saja, nanti kamu berpura-pura menjadi putra keluarga kaya yang keluar untuk jalan-jalan!"Kemudian, Tirta berucap kepada Eira dan Amaris, "Aku yang jadi pengawal. Kalian berdua jadi bawahan yang melayani Bi Elisa."Eira menyahut, "Boleh, aku nggak masalah."Amaris membalas, "Aku juga nggak masalah."Mereka lanjut berjalan ke dalam kecamatan. Sementara itu, Tirta yang berubah menjadi pria paruh baya dengan wajah dipenuhi bekas jerawat merangkul pinggang Elisa. Dia berjalan sambil diam-diam membelai tubuh Elisa.Di tengah kegelapan malam, wajah Elisa memerah. Untung saja, Eira dan Amaris berjalan di depan. Jadi, mereka tidak melihat tindakan Tirta. Kalau tidak, Elisa pasti menepis tangan Tirta.Elisa mengeluh, "Tirta, bukannya kamu mau menjadi pengawal? Mana ada pengawal yang berani membelai tubuh putra keluarga kaya?"Tirta yang tidak tahu malu berbisik, "Hehe ... Bi Elisa, maks

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1942

    Amaris yang penasaran mendekati Tirta dan bertanya, "Tuan Tirta ... kamu buat jimat apa?"Tirta menyahut tanpa mengangkat kepala, "Nanti kamu juga tahu."'Tirta selalu sangat serius setiap melakukan sesuatu. Benar-benar memesona,' batin Eira. Wajahnya memerah saat melihat ekspresi Tirta yang serius.Eira mengamati sekeliling. Dia berharap bisa menemukan Rumput Vitalitas lagi dan mengonsumsinya. Dengan begitu, dia bisa berhubungan intim dengan Tirta lagi.Tak lama kemudian, Tirta membuat 8 lembar jimat. Elisa mengenali kegunaan 2 jenis jimat itu. Dia bergumam, "Ini Jimat Pengubah ... ini Jimat Pengendali Angin ...."Tirta membagikan Jimat Pengubah dan Jimat Pengendali Angin kepada ketiga wanita itu. Dia juga menjelaskan kegunaan kedua jimat itu kepada Eira dan Amaris, "Benar. Jimat Pengubah bisa mengubah paras, bentuk tubuh, dan suara seseorang. Dengan begitu, kita nggak usah khawatir diserang oleh yang melihat kita."Tirta melanjutkan, "Nanti kalian tempel Jimat Pengendali Angin di tub

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1941

    Setelah mengenali identitas Alfred dan mendengar nada bicaranya yang yakin, sebagian pasukan Negara Kawria dan Pasukan Ninja Violet Negara Yumai berwaspada. Sebagian lagi berbicara dengan ekspresi sinis."Biarpun kamu itu salah satu ketua Black Gloves Negara Martim, juga nggak ada hubungannya dengan kami.""Kami nggak perlu bekerja sama denganmu. Kita andalkan kemampuan masing-masing untuk menangkap Tirta!""Benar! Trik Black Gloves dari Negara Martim memang hebat, tapi Pasukan Ninja Violet dari Negara Yumai juga nggak lemah!""Kita nggak perlu kerja sama. Kamu cari orang lain saja!"Beberapa orang dari pasukan Negara Kawria dan Pasukan Ninja Violet Negara Yumai maju. Mereka mengabaikan ucapan Alfred, lalu menyusup ke vila Keluarga Hadiraja.Alhasil, begitu masuk ke arah 5 kilometer, tiba-tiba mereka menunjukkan ekspresi kesakitan seperti mengalami trauma yang luar biasa. Tubuh mereka lemas dan mereka mendadak jatuh ke tanah.Orang Negara Kawria yang tersisa dan Pasukan Ninja Violet ya

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1940

    Sagara juga bertekad untuk melenyapkan Keluarga Gomies. Tentu saja, Sagara baru berani berteriak marah setelah Yudha pergi. Dia kembali bertarung dengan kedua wanita selama 2 detik.Sesudah itu, Sagara langsung berteriak kepada orang di luar, "Pengawal, utus anggota 10 kali lipat lebih banyak untuk menyusup ke Negara Darsia! Bunuh Tirta! Kalian harus berhasil dan nggak boleh gagal! Cepat pergi!"....Di area sekitar 5 kilometer dari vila Keluarga Hadiraja yang terletak di ibu kota. Whoosh! Pasukan pertama Negara Kawria dan Negara Yumai datang untuk membunuh Tirta.Mereka bersiap-siap menyusup ke rumah Keluarga Hadiraja secara diam-diam saat larut malam. Pasukan Negara Kawria berjumlah sekitar 50 orang lebih, semuanya sudah menjalani transformasi gen. Kemampuan rata-rata mereka di atas master.Bagi orang-orang di dunia fana, bisa dibilang ini adalah pasukan tak tertandingi biarpun mereka tidak memakai senjata.Sementara itu, Negara Yumai mengutus Pasukan Ninja Violet. Mereka adalah pasu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status