Share

Bab 10

Penulis: Hazel
Begitu mendengar teriakan histeris Raden, Tirta sontak merasa gembira. Dia tahu bahwa dirinya berhasil! Dia berhasil mempraktikkan teknik akupunktur di buku kuno, bahkan mengatasi masalahnya dengan Melati!

Raden benar-benar tidak ingat pada kejadian barusan. Itu artinya, pria ini tidak akan membocorkan apa pun!

"Sialan. Aku jadi jengkel kalau membahas Tirta. Cepat atau lambat, aku akan memberinya pelajaran! Aku pasti akan meniduri Ayu!" Raden menggeleng dengan kuat, lalu berdiri dan hendak kembali ke desa.

"Bajingan ini masih mengincar bibiku! Aku harus menakutinya!" Tirta merasa kesal kembali. Teknik akupunktur ini hanya bisa digunakan sebulan sekali supaya efektif. Kalau tidak, Tirta pasti sudah melakukannya berkali-kali untuk Raden.

Namun, sekarang Tirta punya ide bagus untuk membuat Raden berhenti mengincar bibinya. Sambil menekan lehernya, Tirta mengeluarkan suara panjang yang bergema di lembah sehingga terdengar sangat menakutkan. "Ra ... den ...."

Kalau bukan Tirta yang mengeluarkan suara ini, dia mungkin sudah ketakutan hingga melarikan diri. Begitu mendengarnya, Raden sontak terperanjat. "Si ... siapa yang memanggilku?"

Raden mengamati ke sekeliling, tetapi tidak menemukan siapa pun. Ketika teringat dirinya tiba-tiba berada di hutan, jantungnya pun berdetak kencang. Dia bergumam, "Apa aku benar-benar bertemu setan?"

"Aku istrimu ... Novi .... Kematianku tragis sekali ...," jawab Tirta yang masih berpura-pura menjadi setan untuk menakuti Raden.

"No ... Novi?" Begitu mendengarnya, Raden langsung berlutut. Sekujur tubuhnya gemetaran tanpa kendali. Dia bertanya, "Novi, ka ... kamu sudah meninggal. Ke ... kenapa mencariku ... lagi?"

"Kamu terus bermain wanita di belakangku ... Aku nggak bisa tenang di dunia akhirat ... Aku akan membawamu bersamaku ...," sahut Tirta yang menahan tawa.

Di bawah sinar bulan yang pucat dan langit malam yang gelap, siapa pun yang mendengar suara ini pasti akan ketakutan. Masih mending kalau orang itu tidak berbuat dosa. Sementara itu, Raden jelas telah berbuat banyak dosa.

Setelah istrinya meninggal, Raden menggunakan uang kompensasi kecelakaan untuk mencari wanita penghibur. Begitu mendengar sang istri hendak membawanya ke akhirat, dia pun ketakutan hingga berlinang air mata.

Raden bersujud dan menampar diri sendiri, lalu meminta maaf, "Novi, aku sudah salah. Maafkan aku. Aku nggak akan berani melakukannya lagi. Tolong jangan bawa aku pergi. Aku nggak akan menyentuh wanita mana pun lagi. Aku hanya mencintaimu!"

Tirta menahan diri untuk memaki dan berkata, "Raden ... kalau kamu ingkar janji ... akan kubawa ke alam baka ...."

"Istriku, aku nggak akan berani ingkar janji! Aku bersumpah nggak akan mencari wanita lain lagi!" Raden bersujud beberapa kali.

Setelah mendapati tidak ada suara lagi, dia berlari ketakutan sambil memekik, "Tolong! Ada setan! Tolong!"

"Mampus! Siapa suruh kamu begitu berengsek!" Tirta benar-benar puas dengan hasil ini. Setelah kejadian hari ini, Raden seharusnya akan berhenti mengincar bibinya untuk sementara waktu ini.

Tirta melewati jalan di belakang untuk menghindari Raden, lalu menuju ke rumah Melati. Angin yang berembus membuatnya merasa jauh lebih tenang. Saat ini, dia baru sadar bahwa dirinya sama sekali tidak merasa lelah, padahal mengangkat Raden sambil berlari cukup jauh tadi.

Selain itu, pandangan Tirta juga menjadi sangat jernih. Meskipun sudah malam, Tirta bisa melihat semuanya dengan jelas seperti pada siang hari.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Bukan hanya tenagaku yang bertambah kuat, penglihatanku juga jadi sangat jernih!" Tirta sungguh kebingungan. Dia seperti orang yang baru bereinkarnasi. Seingatnya, dia tidak seperti ini saat keluar dari rumahnya. Tirta pun menduga bahwa perubahan ini terjadi karena kemaluannya yang bersentuhan dengan kemaluan Melati!

"Pasti begitu!" Tirta menjadi makin yakin. Ketika bersembunyi di lemari, dia bisa merasakan sekujur tubuhnya dipenuhi kekuatan. Dia awalnya mengira semua itu karena amarahnya pada Raden, tetapi ternyata bukan.

"Apa aku bisa menjadi hebat kalau bercinta dengan wanita?" Tirta pun bertekad untuk memastikan jawabannya kalau ada kesempatan.

Tirta teringat lagi pada dirinya yang tidak terluka meskipun ditusuk oleh Raden dengan pecahan botol bir. Dia sontak mengambil batu tajam, lalu menggores lengannya.

Tenaga Tirta sungguh besar sekarang. Batu menggores lengannya, tetapi yang keluar bukan darah, melainkan bubuk batu. Selain itu, dia mendapati ada sisik perak yang muncul pada bagian yang digoresnya. Sisik itu tampak memancarkan cahaya warna-warni.

"Buset! Aku nggak mungkin jadi mutan, 'kan?" Tirta sungguh terkejut dengan situasi ini. Dia melihat sisik itu menghilang, seolah-olah tidak pernah ada.

Tirta makin yakin bahwa semua perubahan ini berkaitan dengan ular putih itu. Dia berseru dengan girang, "Meskipun jadi ular, aku akan jadi ular tampan!"

Setelah mempertimbangkannya, Tirta memilih untuk menerima kenyataan ini. Dia pun terus menuju ke rumah Melati. Saat ini, Melati memang masih menunggu kepulangannya.

Setibanya di desa, langit berangsur terang. Beberapa penduduk desa sudah mulai bekerja di ladang atau pergi ke gunung untuk memetik bahan obat. Tirta menghindari mereka semua dengan hati-hati, lalu berlari ke rumah Melati.

"Tirta, akhirnya kamu pulang. Apa Raden masih ingat kejadian itu?" tanya Melati yang langsung menyerbu ke depan setelah melihat Tirta. Dia seperti istri yang menunggu suaminya pulang kerja.

Tirta tidak melihat bercak darah lagi di rumah ini. Dia tersenyum sambil menjawab, "Semua sudah aman, Kak. Raden sudah lupa semuanya."

Kemudian, Tirta menceritakan bagaimana dirinya menakuti Raden. Melati tertawa sampai tubuhnya bergetar. "Hahaha! Kamu nakal sekali! Bagus, bagus! Kuharap dia jera!"

Selesai berbicara, Melati sontak meraih tangan Tirta. "Ah! Kak, aku ...."

Sentuhan yang lembut dan kenyal ini membuat Tirta merinding. Sementara itu, Melati langsung memberi ciuman panas dan berujar, "Tirta, kamu sudah menolongku dan menyentuhku. Kamu harus bertanggung jawab lho!"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (15)
goodnovel comment avatar
Achmad Thamrin
makin seru saja..
goodnovel comment avatar
Ari Budi Wibowo
Joss...muantepp surantep
goodnovel comment avatar
agustinius hernando
Keren banget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1922

    Anggota sekte lain juga bertanya, "Kenapa kamu melarang kami mencari barang berharga sekte yang hilang?"Gatra hanya mendesah dan tidak ingin menjelaskan, "Hais ...."Dari keempat anggota sekte yang datang, pria tua yang merupakan pesilat tingkat semi abadi bertanya kepada belasan murid dengan ketus, "Kalian yang bilang saja, sebenarnya apa yang terjadi tadi? Siapa yang melukai paman seperguruan kalian?"Pria tua itu bernama Respati. Dia adalah wakil ketua Sekte Abhra. Tentu saja para murid tidak berani menentang Respati. Ditambah lagi, mereka juga ingin balas dendam.Dalam waktu kurang dari 2 menit, para murid menceritakan semua masalah yang terjadi tadi. Setelah mendengar cerita para murid, ekspresi ketiga pria tua dan wanita cantik itu berubah drastis. Mereka berkomentar."Apa?""Semua ini perbuatan bajingan mesum dari dunia fana yang bernama Tirta itu?""Tirta juga yang bekerja sama dengan murid wanita bernama Amaris untuk mencuri barang berharga?""Kalian yakin kalian nggak berboh

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1921

    Tirta tertawa mendengar perkataan Gatra. Dia bertanya, "Kamu mau mengampuniku? Tapi, aku nggak mau mengampunimu. Tadi kamu maki Bi Elisa 'wanita jalang', 'kan?"Gatra menyahut, "Bukan aku ... aku nggak bilang begitu ...."Gatra yang merasa bersalah menunduk. Dia makin takut setelah merasakan energi internal di dalam tubuhnya hanya tersisa sedikit. Gatra sama sekali tidak berani bertatapan dengan Tirta.Tirta yang perhitungan berkata, "Aku kasihan lihat kamu sudah tua, jadi kamu cukup minta maaf pada Bi Elisa. Kalau dia maafkan kamu, aku nggak akan buat perhitungan denganmu lagi. Kalau nggak, aku nggak akan mengampunimu."Selesai bicara, Tirta melepaskan Gatra. Sementara itu, Gatra tidak berani melawan. Dia menahan kekesalannya dan berjalan terhuyung ke depan Elisa.Gatra berucap, "Maaf ... Nona ... aku yang bicara terlalu kasar. Kuharap kamu nggak salahkan aku."Elisa menimpali, "Sudahlah, Tirta. Ayo kita pergi. Amaris, setelah masalah ini terjadi, kamu juga nggak perlu lanjut jadi mur

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1920

    Setelah tahu kondisi mereka, belasan murid ketakutan setengah mati. Mereka langsung menuruti kemauan Tirta sebelumnya dan berbicara sambil bersujud kepada Amaris."Jangan bunuh aku! Aku mau hidup!""Amaris, maaf! Aku salah, seharusnya tadi aku nggak menegurmu! Tolong maafkan aku!"Amaris menimpali dengan gugup, "Kalian ... berdiri dulu. Ini bukan salah kalian, Azlan yang berbohong sehingga kalian percaya. Tapi, Tuan Tirta yang putuskan untuk ampuni kalian atau nggak. Aku nggak berhak buat keputusan, kalian nggak usah memohon padaku lagi."Mendengar ucapan Amaris, belasan murid berbalik dan berlutut di depan Tirta sembari memohon. Tirta pusing mendengar suara mereka. Dia menegur, "Diam! Ribut sekali!"Kemudian, Tirta mengorek telinga seraya berujar kepada Gatra, "Tua bangka, giliran kamu!""Tirta, kamu ... jangan terlalu sombong!" tegur Gatra. Sekarang dia tidak menutupi rasa takutnya lagi.Meskipun Gatra adalah pesilat energi internal tahap puncak dan tetua yang mengurus hukuman, dia j

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1919

    Amaris sama sekali tidak memegang senjata. Dia yang takut langsung bersembunyi di belakang Tirta dan memelas, "Ah ... Tuan Tir ... eh, salah ... Mr.P, tolong aku!"Bahkan wajah Tirta juga memerah setelah mendengar kata-kata Amaris. Dia menanggapi, "Amaris, kamu panggil aku Tirta saja. Mereka sudah tahu Mr.P-ku perkasa, nggak usah bilang lagi."Namun, tangan Tirta tidak berhenti bergerak. Ting! Ting! Ting! Terdengar suara dentingan beruntun. Tirta menjadikan tangannya sebagai pedang, dia langsung mematahkan pedang belasan murid itu dalam sekejap!Fisik pemurni energi tingkat pembentukan fondasi tahap kelima puncak sangat kuat. Biarpun sama sekali tidak mengerahkan kekuatan spiritual, tenaganya sudah cukup mematahkan besi rongsokan ini dengan mudah.Belasan murid Sekte Abhra memegang pedang patah dengan ekspresi ketakutan. Mereka memandang Gatra dan berbicara dengan suara bergetar."Ini ....""Paman, apa yang harus kita lakukan tanpa senjata?"Salah satu murid pria pernah mengikuti turna

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1918

    Amaris menggigit bibirnya dan menjelaskan dengan ragu, "Tuan Tirta, mereka itu anggota sekteku. Pasti Azlan memutarbalikkan fakta. Usahakan jangan bertindak, biar aku yang jelaskan pada mereka. Nanti kamu cuma perlu bersikeras menyangkal kamu itu bukan Tirta, bilang saja kamu itu Mr.P. Mungkin Paman akan membiarkan kita pergi."Gatra mendekat sambil memegang pedang. Dia mendengus dan memarahi, "Untuk apa kamu jelaskan lagi? Dasar pengkhianat, ternyata kamu bersekongkol dengan orang luar untuk mencuri barang berharga di sekte kita! Kamu pantas mati!"Gatra menegaskan, "Hari ini, jangan harap kalian bisa meninggalkan area Sekte Abhra! Serahkan barang berharga itu dan aku akan membiarkan kalian mati tanpa merasakan penderitaan!"Ngung! Pedang di tangan Gatra bergetar karena dia mengerahkan tenaganya.Amaris makin panik setelah mendengar ucapan Gatra. Dia berusaha menjelaskan, "Paman, bukan aku yang berbuat begitu! Kak Azlan memfitnahku ... aku sama sekali nggak tahu tentang barang berharg

  • Dokter Ajaib Primadona Desa   Bab 1917

    Orang-orang ini buru-buru turun dari gunung karena kucing putih mencuri barang berharga di sekte. Kebetulan mereka melewati tempat ini.Mendengar perkataan Gatra, belasan murid pun meninggalkan 2 orang untuk menjaga Azlan yang terluka parah. Yang lain hanya bisa memendam amarah mereka.Mereka hendak mengikuti Gatra untuk mencari kucing putih itu. Namun, mencari seekor kucing putih di daerah pegunungan yang dipenuhi hutan lebat tidak mudah.Saat mereka sedang gundah, Azlan yang tiba-tiba teringat sesuatu berteriak, "Paman, tadi aku lihat ada wanita yang sangat cantik selain bajingan mesum itu. Waktu berjalan kemari, sepertinya dia menggendong seekor kucing putih dan kaki kiri kucing itu terluka."Ekspresi Gatra berubah drastis. Dia segera bertanya, "Benar, memang binatang sialan itu. Mereka pergi ke arah mana?""Paman, mereka melewati jalan untuk turun dari gunung," sahut Azlan sembari menunjuk ke suatu arah.Ditambah lagi, Azlan membenci Tirta dan Amaris. Dia juga memfitnah, "Selain it

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status