"Ehem, ehem .... Ada apa, Bu Selina? Mungkin cuma perasaanmu saja." Sejujurnya, Tirta sudah tidak bisa fokus sejak tadi. Sepanjang perjalanan, kemaluannya terus diremas lembut oleh tangan putih dan lembut Selina. Kalau dia tidak bereaksi, justru aneh.Namun, tidak mungkin Tirta mengakui hal seperti ini. Dia hanya berdeham dua kali dan langsung menyangkalnya."Nggak mungkin! Jangan bergerak, biar aku periksa. Aku ingat betul, lenganmu nggak setebal dan nggak sebulat ini ...."Selina tidak percaya begitu saja. Dengan rasa penasaran, dia menelusuri benda itu hingga ke ujungnya. Setelah itu, dia baru sadar apa yang sebenarnya dia pegang."Ah .... Ini bukan tanganmu! Ini ... ini ... ini ...! Berengsek! Kenapa kamu nggak bilang sejak awal!" Suara Selina tiba-tiba meninggi, penuh rasa malu dan marah. Dengan refleks, dia melepaskan genggamannya dan mengumpulkan tenaga untuk menendang selangkangan Tirta!Begitu menyadari bahwa dia sudah memegang kemaluan Tirta sepanjang perjalanan, bahkan merem
Namun, Selina jelas tidak mau menyerah begitu saja. Selesai berbicara, tangan lainnya langsung melayang, berniat menampar Tirta."Bu Selina, jangan gegabah!" Mairah buru-buru mengangkat tangannya untuk menghentikan,tetapi sudah terlambat. Dia hanya bisa menyaksikan tangan Selina melayang ke wajah Tirta."Ah! Bajingan! Turunkan aku sekarang juga! Cepat! Setelah aku keluar dari Gunung Kobud ini, aku pasti nggak akan melepaskanmu!"Siapa sangka, sebelum tamparan itu mengenai wajahnya, Tirta sontak merendahkan tubuhnya danmengangkat Selina ke bahunya!Selina pun berteriak marah dan terkejut. Kedua kakinya yang panjang menendang dengan sekuat tenaga."Bu Selina, emosimu lagi nggak stabil. Lebih baik aku menggendongmu. Setelah kita menangkap anggota Black Gloves, jangan lupa tepati janjimu." Sambil berbicara, Tirta mengunci pinggang ramping Selina agar dia tidak jatuh.Matanya melirik ke bawah, melihat bagaimana bokong Selina bergoyang akibat tendangannya. Kemudian, Tirta tak kuasa mengulu
"Ini sangat sederhana, Kapten Mairah. Aku punya bakat luar biasa. Aku bisa mencium bau darah dari jarak 10 kilometer. Sejak pertama kali kita memasuki gunung ini, aku sudah mencium aroma darah yang sangat menyengat dari lubang gua ini.""Karena itulah, aku bisa memastikan orang-orang dari organisasi Black Gloves pasti ada di dalam." Menghadapi pertanyaan Mairah, Tirta mengarang alasan dengan santai, memasang ekspresi serius seolah-olah itu adalah fakta.Sambil berbicara, Tirta menurunkan Selina dari pundaknya. Sebelum Mairah bisa mengatakan sesuatu, Selina yang baru saja mendapatkan kebebasannya langsung meluapkan emosinya. Dia menunjuk Tirta sambil berteriak marah."Bajingan! Kamu pikir kamu ini anjing? Kabut di gunung ini begitu tebal. Kalaupun kita membawa anjing pelacak, mereka belum tentu bisa melacak keberadaan penjahat dengan akurat! Atas dasar apa kami harus percaya pada omong kosongmu?""Sekarang aku punya alasan kuat untuk mencurigaimu! Jangan-jangan kamu hanya menggunakan da
"Jadi, karena kamu sangat mirip dengan mantan pacarnya, Pak Tirta nggak bisa mengendalikan diri dan melakukan hal itu.""Lagi pula, tadi kamu juga menyentuh Pak Tirta, 'kan? Sebenarnya, hal seperti ini nggak perlu dibesar-besarkan.""Menurutku, kalian cukup cocok. Gimana kalau setelah kita menangkap orang-orang Black Gloves, kamu mencoba menjalin hubungan dengan Pak Tirta?"Dengan fokus utamanya tetap pada menyelesaikan kasus, Mairah tanpa sadar mengikuti alur pembicaraan Tirta dan menasihati Selina."Kamu ... gimana bisa kamu percaya omong kosong bajingan seperti dia? Jelas-jelas dia bohong!" Selina benar-benar tidak menyangka bahwa Mairah begitu mudah dipengaruhi oleh kata-kata Tirta.Dia malah menyarankan agar Selina berpacaran dengan Tirta! Bagi Selina, ini lebih buruk daripada kematian!"Bu Selina, kalau kamu ingin membuktikan apakah Pak Tirta berbohong atau nggak, caranya sangat sederhana. Kita hanya perlu mengikutinya masuk ke gua bawah tanah dan melihat sendiri.""Kalau ternyat
"Bu Selina, aku sudah memberitahumu berkali-kali, tapi kamu nggak mau percaya. Sekarang kamu sudah percaya, 'kan?"Melihat situasi ini, Tirta hanya bisa merentangkan kedua tangannya dengan ekspresi sedikit pasrah."Siapa yang mau percaya pada omongan bajingan sepertimu kalau nggak melihatnya sendiri?" Selina yang baru saja kehilangan rekannya, ditambah dengan kemarahannya karena dilecehkan oleh Tirta sebelumnya, merasa sangat emosional hingga tidak bisa menahan diri untuk berteriak.Melihat Selina dalam keadaan seperti itu, Mairah hanya bisa menghela napas. Dia menepuk bahu Selina untuk menenangkannya."Bu Selina, dalam upaya menangkap para kriminal, kematian seperti ini memang tak terhindarkan. Dulu saat aku menangani kasus, banyak rekanku yang juga gugur dalam tugas. Kamu harus tabah.""Saat ini, yang harus kita lakukan adalah mencari cara untuk menangkap orang-orang Black Gloves yang bersembunyi di dalam. Dengan begitu, kita bisa memberikan keadilan untuk anggotamu."Saat mengucapka
Selina menatap Tirta dengan agak canggung dan malu, lalu berkata demikian dengan suara pelan. Sepertinya, gadis ini benar-benar rela melakukan segalanya demi menangkap orang-orang Black Gloves dan membalaskan dendam rekannya.Namun, Tirta menggeleng untuk menolak usulan mereka. "Kapten Mairah, nggak perlu repot-repot. Kalian berdua tunggu saja di sini.""Dalam waktu kurang dari setengah jam, aku akan menyelesaikan semuanya. Tapi, mungkin aku akan membunuh beberapa orang. Aku cuma akan menyisakan beberapa orang penting dan membawanya keluar dalam keadaan hidup. Kalian nggak akan keberatan, 'kan?"Setelah berkata demikian, Tirta tidak menunggu jawaban dari Mairah atau Selina. Dia langsung melangkah ke dalam gua yang semakin gelap.Dia memang ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk menguji kekuatannya dengan menghadapi belasan anggota Black Gloves. Tidak membawa Mairah dan Selina bersamanya juga lebih baik, agar dia bisa bertarung tanpa harus melindungi mereka.Adapun bra Selina, kalau Ti
Mairah yang ditarik Selina ke luar gua berucap dengan ekspresi cemas saat melihat Tirta sudah menghilang, "Bu Selina, Pak Tirta akan terancam bahaya kalau pergi sendirian. Aku nggak bisa membiarkan dia melawan anggota Black Gloves sendiri. Cepat lepaskan aku!"Mairah yang meminta bantuan Tirta. Jika Tirta mati di tangan anggota Black Gloves, Mairah tidak bisa hidup dengan tenang."Kapten Mairah, dia sudah bilang bisa membereskan semua anggota Black Gloves sendirian. Kita hanya merepotkannya kalau kita ikut dia. Kamu nggak usah pedulikan dia lagi!" tegur Selina.Saat ini, Selina sedang marah. Dia merangkul Mairah dengan erat dan tidak berniat melepaskannya. Tentu saja, Selina tidak benar-benar membiarkan Tirta mati.Selina sangat emosional setelah melihat sikap Tirta. Dengan kondisi seperti ini, Selina juga tidak bisa menghadapi anggota Black Gloves dengan tenang. Dia berencana mengejar Tirta lagi setelah menenangkan dirinya sejenak."Nggak bisa, Bu Selina. Anggota Black Gloves sangat k
"Anggota Black Gloves ada di depan. Tapi, mereka memasang bom mini di dalam tanah. Orang Negara Martim benar-benar licik. Kalau Kapten Mairah dan Selina nggak sengaja menginjaknya, mereka pasti mati."Tirta hendak melangkahi bom-bom mini dan langsung membunuh orang-orang Martim itu. Tiba-tiba, dia teringat kemungkinan besar bom-bom ini akan melukai Mairah dan Selina yang mengejarnya jika tidak dibereskan.Jadi, Tirta memfokuskan pikirannya. Sebuah pedang kecil yang tidak memiliki gagang dan sarung berkedip di dalam Cincin Penyimpanan, lalu terbang keluar. Tirta memerintah, "Serang!"Awalnya, panjang pedang kecil itu tidak lebih dari 3 sentimeter. Pedang itu kecil dan tidak indah. Bahkan pedangnya terlihat jelek karena tidak memiliki gagang. Ini adalah alasan Tirta tidak menyukai Pedang Terbang begitu pertama kali melihatnya.Namun, pedang kecil itu membesar menjadi 30 sentimeter setelah diperintah Tirta. Ujung pedang yang sangat tajam memancarkan cahaya dingin. Kemudian, Pedang Terbang
Awalnya, Ayu mengira setidaknya Tirta akan sedikit bersemangat setelah melihat banyak wanita yang familier. Memang tidak mungkin Tirta bisa langsung bangkit. Namun, sekarang Tirta tetap terlihat tidak fokus.Tirta berucap dengan lesu, "Bi, aku lelah sekali. Kamu bawa aku istirahat di kamar saja."Bahkan, Tirta malas menyapa Melati dan lainnya. Melihat kondisi Tirta, Ayu merasa cemas lagi. Dia segera bertanya kepada Elisa, "Dik, menurutmu ... apa cara kita nggak berguna?""Belum bisa dipastikan. Aku merasa seharusnya kondisi sekarang nggak menarik, jadi nggak bisa merangsang Tirta," timpal Elisa.Elisa berpikir sejenak, lalu menemukan cara lain untuk merangsang Tirta. Dia melanjutkan, "Oh iya, bukannya Tirta suka lingeri? Nanti suruh Bu Susanti dan lainnya pakai lingeri untuk merangsang Tirta. Mungkin kondisi Tirta bisa membaik."Begitu Elisa melontarkan ucapannya, Melati segera berteriak sebelum Susanti menyetujuinya, "Eh ... itu ... kami sudah pakai lingeri. Langsung bawa Tirta ke kam
Begitu mendengar kata-kata Agus, amarah Betari malah makin memuncak. Dia langsung mengambil gelas arak di depannya dan menyiramkan sisa minuman di dalam ke wajah Agus.Kemudian, Betari memaki dengan penuh amarah, "Dasar kamu orang tua gila! Kamu pikir itu masih pantas disebut omongan manusia?""Mana ada orang tua yang akan dengan sadar mendorong anaknya masuk ke lubang api begitu? Aku rasa, kamu pasti sudah kemaruk uang sampai hilang akal ya?" tanya Betari."Pokoknya nggak bisa. Aku nggak akan pernah biarkan anakku terlibat dalam urusan seperti itu. Biarpun si Tirta mati hari ini, aku juga nggak akan izinkan Nabila pergi melihatnya walau cuma sebentar!" tegas Betari.Melihat kedua orang tuanya nyaris akan bertengkar lagi, Nabila buru-buru menyeka air mata. Dia berdiri, lalu berbicara dengan suara serak yang diselingi isak tangis, "Bu ... Ayah ... kalian jangan bertengkar lagi ya?"Nabila bertanya, "Gimana kalau kalian membiarkanku pergi melihat Tirta? Meski nanti kami nggak lagi bersam
Irene berujar, "Aku ... aku juga bisa kok. Meskipun sebenarnya aku nggak pernah terpikir buat benar-benar bersama Tirta. Bagaimanapun, aku dan dia sudah punya ikatan perasaan sejak dulu. Aku juga berharap dia bisa cepat pulih. Hanya saja, orangnya banyak banget. Aku takut ... takut nanti aku ...."Irene melontarkannya dengan wajah memerah. Nada suaranya terdengar agak canggung dan tak terlalu alami.Setelah beberapa hari tak bertemu, hawa dingin yang dulu selalu terasa dari tubuh Irene pun seolah mulai memudar. Kini, dia justru makin memancarkan pesona khas seorang wanita.Kalau saat ini Tirta dalam kondisi sehat, pasti dia bakal langsung memeluk Irene dan mengajaknya untuk bercinta sampai puas.Agatha membalas, "Kak Irene, kita ini sama-sama wanita. Kamu nggak perlu malu. Aku bisa lihat kok, dari kesediaanmu untuk datang ke sini saja sudah jelas. Hatimu memang sungguh-sungguh sayang sama Tirta.""Daripada terus menyimpannya dalam hati, kenapa nggak sekalian jujur saja? Mari kita melay
Bip, bip, bip!Dalam perjalanan pulang, sebuah mobil Mercedes Maybach putih yang sama persis dengan mobil mereka juga melaju kencang di jalan, nyaris seperti terbang!Mobil itu hampir saja menabrak mobil yang sedang dikendarai oleh Naura. Untung saja di detik-detik terakhir, kedua pengemudi serentak menginjak rem sekuat tenaga.Dua mobil itu akhirnya berhenti dalam jarak yang sangat dekat, bahkan tidak sampai 10 sentimeter. Situasinya memang sangat berbahaya, tetapi akhirnya bisa lolos tanpa kecelakaan besar.Naura memaki, "Hei, kamu bisa bawa mobil nggak sih? Kenapa buru-buru banget? Kamu tahu nggak, kamu itu sudah lawan arah barusan!"Naura yang memang sedang terburu-buru ingin mengantar Tirta kembali ke Desa Persik, tidak sempat turun dari mobil.Begitu melongok dari jendela, Naura langsung memarahi pengemudi mobil Maybach dengan nada kesal, lalu bersiap menyalakan mesin dan berbelok untuk melanjutkan perjalanan.Untung saja, Susanti yang duduk di kursi belakang memiliki penglihatan
Saat Farida mengucapkan kata-kata itu, wajahnya terlihat jauh lebih malu dibandingkan Arum. Di antara semua wanita Tirta, usianya memang yang paling tua. Dia bahkan lebih tua satu atau dua tahun daripada Ayu.Akan tetapi, Farida malah tidur bersama Tirta yang masih muda belia karena gagal mengendalikan diri. Saat harus mengakuinya di depan Melati dan Arum, rasa malu di hatinya tentu jauh lebih besar."Eh? Ini .... Kak Farida, kamu juga begitu tergila-gila sama Tirta?" Mendengar cerita Farida barusan, Melati dan Arum benar-benar tak bisa menahan keterkejutan mereka.Bagaimanapun dalam bayangan mereka selama ini, Farida selalu dikenal sebagai wanita yang sangat anggun dan penuh wibawa. Dia juga selalu menjaga sikap.Farida tidak berani menatap mata Melati dan Arum. Tatapannya terus menghindar, lalu akhirnya malah menatap ke arah jendela saat memberi tahu, "Um ... aku dan Tirta sebenarnya sudah janji. Nanti setelah dia pulang, kami akan tidur bareng lagi. Tapi sekarang Tirta lagi kena mas
Melati bertanya, "Eh? Kak Farida, Arum ... ka ... kalian juga rela tidur sama Tirta? Kalian nggak lagi bercanda denganku, 'kan?"Mendengar kabar ini, Melati merasa hatinya campur aduk. Ada rasa senang, juga ada sedikit kesal. Dia senang karena makin banyak wanita yang bersedia tidur bersama Tirta, makin besar pula harapan Tirta untuk cepat pulih.Namun di sisi lain, Melati juga sedikit jengkel karena pesona Tirta ternyata luar biasa besar sampai-sampai Farida dan Arum pun bersedia bergabung. Apalagi bukan hanya satu dua orang saja yang akan tidur bersama Tirta, melainkan ada sekelompok wanita yang rela menunggu giliran ....Bayangan tentang suasana seperti itu, bahkan membuat Melati yang tebal muka pun merasa malu. Kalau bukan demi kesembuhan Tirta, mungkin dia sendiri tidak akan setuju dengan hal seperti ini.Mendengar nada bicara Melati yang seperti tidak percaya, Arum pun refleks menunduk. Dengan suara pelan, dia mengakui semuanya dengan perasaan bersalah, "Kak Melati, jujur saja ak
Ayu coba menenangkan Susanti, "Paling-paling Nabila cuma nggak rela harus melayani Tirta barengan sama wanita-wanita lain. Lagian, kamu juga memberitahunya supaya Tirta bisa cepat pulih. Kalau sampai nanti mereka putus, itu sudah jadi tanggung jawab Tirta sendiri. Salah dia juga sih, siapa suruh menggoda banyak wanita?"Mendengar itu, barulah Susanti menghela napas lega. Dia buru-buru memberi tahu Ayu, "Bibi Ayu, setahuku Tirta punya cukup banyak wanita. Coba Bibi pikirkan. Siapa tahu kita bisa mencari beberapa orang lagi?"Ayu langsung merasa kikuk tanpa sadar. Dia membalas, "Aku ... aku coba hubungi ya." Segera setelah itu, dia menelepon Melati."Apa? Aku sih jelas nggak masalah. Ayu, aku bersedia kok! Bahkan kalau perlu, aku jadi yang pertama yang tidur sama Tirta pun nggak apa-apa! Kalau memang kurang orang, aku bisa ajak kakak sepupuku juga. Kebetulan dia baru cerai, siapa tahu dia juga mau kalau aku bujuk-bujuk?" tanya Melati.Sebagai wanita pertama yang pernah bersama Tirta, sek
Susanti memberi tahu, "Aku, Tirta, Bibi Ayu, dan Bibi Elisa lagi menunggu di depan pintu lobi bandara. Bu Agatha, kamu harus hati-hati juga ya dalam perjalanan ke sini."Mendengar Agatha setuju, Susanti pun merasa lega. Setelah mengingatkan singkat, dia pun menutup telepon lalu segera menghubungi Nabila.Sementara itu di sisi lain, Agatha baru saja menutup telepon dan sedang bersiap-siap berganti pakaian.Namun tiba-tiba, Agatha teringat sesuatu sehingga berujar, "Eh ... seingatku Kak Irene juga pernah punya hubungan sama Tirta. Terjadi masalah seperti ini, sepertinya aku harus mengabari Kak Irene juga. Siapa tahu dia mau bantu Tirta?"Agatha pun buru-buru mengambil ponselnya lagi, lalu menelepon Irene....Di tempat lain. Tak lama setelah Susanti menelepon Nabila, panggilannya langsung diangkat. Nabila bertanya, "Bu Susanti, malam-malam begini kamu tumben banget meneleponku. Ada apa ya?"Saat itu, kebetulan kampus Nabila sedang libur. Dia sedang bersantai sendirian di rumah yang dibel
Susanti menambahkan, "Kalau nggak, gimana kalau sekarang saja kamu langsung ceritakan pada aku dan Bibi Ayu? Aku khawatir kalau Tirta terus seperti ini, tubuhnya nggak akan kuat menahan."Mendengar ucapan itu, Elisa pun jadi ragu dan terlihat sedikit bimbang. "Ini ...."Namun pada akhirnya, di bawah desakan Ayu yang ikut memintanya menjelaskan, Elisa pun akhirnya menceritakan ide yang dia pikirkan.Elisa memberi tahu, "Sebenarnya aku juga nggak yakin apakah cara ini bisa berhasil atau nggak, tapi untuk saat ini sepertinya cuma ini yang terpikirkan dan patut dicoba.""Bukannya Tirta paling suka tidur sama wanita? Lagian kita sekarang juga sudah dalam perjalanan pulang ke Desa Persik. Di sana, ada banyak wanita Tirta juga," lanjut Elisa.Elisa bertanya, "Menurutku, gimana kalau kita kumpulkan semua wanita Tirta, lalu biarkan mereka melayani Tirta sekaligus di atas ranjang? Siapa tahu dengan begitu, Tirta bisa terdorong, terangsang, dan setidaknya bisa melupakan semua masalah patah hatiny