Mendengar ucapan Tirta, Tina memberanikan diri untuk bertanya kepadanya. Dia baru berani bicara seperti itu karena tidak ada orang lain. Saat Ayu dan lainnya ada di tempat, Tina juga tidak bicara.Tirta mengangkat alis, lalu mencubit bokong Tina dan tertawa. Dia menyahut, "Tentu saja boleh. Aku juga nggak keberatan kalau kamu duduk di wajahku."Sebelumnya Tina adalah pesilat kuno, bokongnya masih sangat sintal. Tentu saja hal ini karena Tina masih muda. Dia berusia sekitar 18 tahun dan semuda Nabila. Tirta mulai berhasrat melihat Tina.Wajah Tina memerah sesudah mendengar perkataan Tirta. Dia melirik keanehan pada salah satu bagian tubuh Tirta dan menimpali, "Pak Tirta ... nggak boleh ... jangan. Aku duduk di sampingmu saja."Tina tidak berani duduk di kaki Tirta, melainkan duduk di sampingnya. Laras berkomentar, "Tina, kamu memang penakut. Kalau kamu nggak mau, biar aku yang duduk."Mungkin beberapa hari ini Laras yang arogan diabaikan Tirta, jadi dia mulai cemas. Akhirnya, sekarang d
Saat makan, Nia yang penasaran menanyakan masalah bibit pohon buah, "Tirta ... jadi kamu sudah selidiki kenapa bibit pohon buah yang dikirim terakhir kali rusak?"Bagaimanapun, Nia yang memperkenalkan bos penjual bibit pohon buah itu. Sekarang bibit pohon buah yang dikirim rusak, jadi Nia merasa dia juga bertanggung jawab. Masalah ini terus mengganjal di hatinya."Iya. Tirta, sebenarnya apa penyebab bibit pohon buah itu rusak?" tanya Melati. Setelah Nia bertanya, dia, Susanti, dan Agatha juga melihat Tirta.Tirta tidak ingin membicarakan masalah ini saat makan. Dia hanya menjawab, "Masalah ini sudah selesai. Kak Nia, Kak Melati, kalian nggak usah khawatir. Kita makan saja, besok aku akan luangkan waktu untuk melihat kondisi Bu Henny. Seharusnya nggak ada masalah lagi."Selain meluangkan waktu untuk melihat kondisi Henny, besok Tirta ingin sekalian mengurus kartu SIM di kecamatan. Kalau tidak, tidak ada gunanya Tirta mempunyai ponsel tanpa kartu SIM. Nantinya repot kalau orang lain tida
Agatha buru-buru menghampiri Yasmin dan menutup matanya. Yasmin ingin mengatakan dia bukan anak kecil lagi. Dia sudah mengalami perubahan fisik, tetapi akhirnya dia tetap tidak berani mengungkapkannya.Setelah Agatha melontarkan perkataannya, Tina, Laras, dan Kimmy baru tersadar. Mereka mengalihkan pandangan, lalu menunduk dan melihat kaki mereka.Melati yang menyadari dirinya terlalu liar baru menurunkan gaunnya. Dia duduk, lalu mengalihkan topik pembicaraan, "Agatha, ucapanmu benar. Aku yang nggak menjaga sikap. Itu ... nggak masalah, anggap saja kalian nggak lihat apa-apa. Ayo, kita makan."Namun, suasana di ruang makan menjadi canggung setelah masalah ini terjadi. Tidak ada yang mulai makan.Melihat situasi ini, Bella berinisiatif berdiri dan mengalihkan perhatian semua orang, "Bi Ayu, Bi Elisa, maaf. Aku nggak tahu makanan kesukaan kalian. Jadi, aku cuma masak sesuai kemampuanku. Kalau nggak cocok dengan selera kalian, aku harap kalian nggak keberatan."Ayu bisa menebak pemikiran
Tirta menyukai model jam tangan itu. Jadi, dia menyetujui sembari mengangguk, "Oke. Bi Ayu, kamu beli saja. Setelah selesai, kita langsung makan."Terdengar suara notifikasi. Ayu baru menyimpan ponsel dengan enggan setelah selesai memesan jam tangan. Dia dan Elisa mengikuti Tirta turun ke lantai bawah.Ketika Tirta naik ke lantai atas untuk mencari Ayu dan Elisa, Farida dan Arum yang kelelahan sudah kembali ke kamar. Sekarang masakan sudah siap. Begitu Tirta turun dari tangga, Susanti dan Agatha buru-buru menghampirinya.Mereka merangkul lengan Tirta, lalu menariknya duduk di kursi ruang makan. Susanti berujar dengan antusias, "Tirta, kebetulan kamu datang. Cepat duduk dan cicipi makanan yang kami buat, kami susah payah memasaknya selama 3 jam. Biarpun nggak enak, kamu tetap harus memujinya."Agatha mengancam, "Benar. Kalau kamu berani bilang nggak enak, aku cabut gigimu!"Tirta melihat sekilas makanan di atas meja. Sudah jelas makanannya tidak seenak masakan Arum, baik dari segi tampi
Melihat mereka berdua harus berdeham saat bicara, Tirta merasa malu. Farida dan Arum berucap pada saat bersamaan, "Nggak usah."Farida menambahkan, "Tirta, kamu dan Nabila makan dulu. Aku dan Kak Arum mau istirahat sebentar, nanti kami masuk sendiri."Mereka berdua takut Melati dan lainnya curiga jika digendong Tirta. Sementara itu, Tirta bisa menebak pemikiran mereka. Dia juga tidak memaksa lagi.Tirta berujar, "Oke. Kak Nabila, kita makan dulu. Aku belum pernah mencicipi masakan Susanti dan Agatha."Selesai bicara, Tirta merangkul pinggang Nabila yang ramping dan masuk ke vila. Siapa sangka, makanannya belum siap.Melati, Susanti, Agatha, Naura, Aiko, dan Nia yang memakai celemek sedang sibuk di dapur. Bella, Tina, Laras, dan Kimmy tidak masuk ke dapur lagi karena sempit. Mereka berdiri di depan pintu dapur sambil menunggu untuk membantu Melati dan lainnya.Padahal hanya memasak, tetapi begitu ramai. Tirta terkejut. Orang yang tidak memahami situasinya mungkin akan mengira para wanit
Namun, sosok seorang wanita yang mondar-mandir di depan pintu vila menarik perhatian Tirta. Setelah menghentikan mobil, Tirta turun dan bertanya dengan ekspresi bingung, "Kak Nabila, kamu lagi hamil. Kenapa kamu nggak istirahat di kamar malah mondar-mandir di depan pintu?"Farida dan Arum yang duduk di kursi belakang kelelahan setelah disiksa Tirta. Mereka sudah tertidur. Tirta memperhatikan Nabila sehingga tidak membangunkan mereka berdua.Nabila mengatupkan bibirnya, lalu menjawab dengan perasaan bersalah, "Aku ... aku lihat kamu keluar bersama Kak Farida dan Kak Arum sepanjang sore. Seharusnya sebentar lagi kamu pulang, jadi aku mau tunggu kalian di depan pintu."Nabila melanjutkan, "Tirta, aku baru keluar sebentar. Kamu nggak usah takut aku kelelahan. Seharusnya dua hari ini aku nggak memperlakukan kamu seperti itu sehingga kamu nggak senang. Tirta, maaf. Aku yang salah ...."Tirta tidak menyangka Nabila masih merasa bersalah karena masalah ini. Dia mengusap kepala Nabila, lalu mem