Amaris menggigit bibirnya dan menjelaskan dengan ragu, "Tuan Tirta, mereka itu anggota sekteku. Pasti Azlan memutarbalikkan fakta. Usahakan jangan bertindak, biar aku yang jelaskan pada mereka. Nanti kamu cuma perlu bersikeras menyangkal kamu itu bukan Tirta, bilang saja kamu itu Mr.P. Mungkin Paman akan membiarkan kita pergi."Gatra mendekat sambil memegang pedang. Dia mendengus dan memarahi, "Untuk apa kamu jelaskan lagi? Dasar pengkhianat, ternyata kamu bersekongkol dengan orang luar untuk mencuri barang berharga di sekte kita! Kamu pantas mati!"Gatra menegaskan, "Hari ini, jangan harap kalian bisa meninggalkan area Sekte Abhra! Serahkan barang berharga itu dan aku akan membiarkan kalian mati tanpa merasakan penderitaan!"Ngung! Pedang di tangan Gatra bergetar karena dia mengerahkan tenaganya.Amaris makin panik setelah mendengar ucapan Gatra. Dia berusaha menjelaskan, "Paman, bukan aku yang berbuat begitu! Kak Azlan memfitnahku ... aku sama sekali nggak tahu tentang barang berharg
Orang-orang ini buru-buru turun dari gunung karena kucing putih mencuri barang berharga di sekte. Kebetulan mereka melewati tempat ini.Mendengar perkataan Gatra, belasan murid pun meninggalkan 2 orang untuk menjaga Azlan yang terluka parah. Yang lain hanya bisa memendam amarah mereka.Mereka hendak mengikuti Gatra untuk mencari kucing putih itu. Namun, mencari seekor kucing putih di daerah pegunungan yang dipenuhi hutan lebat tidak mudah.Saat mereka sedang gundah, Azlan yang tiba-tiba teringat sesuatu berteriak, "Paman, tadi aku lihat ada wanita yang sangat cantik selain bajingan mesum itu. Waktu berjalan kemari, sepertinya dia menggendong seekor kucing putih dan kaki kiri kucing itu terluka."Ekspresi Gatra berubah drastis. Dia segera bertanya, "Benar, memang binatang sialan itu. Mereka pergi ke arah mana?""Paman, mereka melewati jalan untuk turun dari gunung," sahut Azlan sembari menunjuk ke suatu arah.Ditambah lagi, Azlan membenci Tirta dan Amaris. Dia juga memfitnah, "Selain it
Melihat ekspresi Tirta yang khawatir, Elisa tersenyum dan meneruskan, "Aku rasa kamu pasti bisa mencegah masalah ini terjadi dengan kemampuanmu. Jadi, aku berhenti dan membalut luka kucing ini. Nggak disangka, dia nggak mau berpisah denganku."Tirta menanggapi, "Kucing ini ... memang lucu. Bi Elisa, kamu pelihara saja kalau suka."Sebenarnya Tirta bingung kenapa ada kucing putih di daerah pegunungan ini. Bahkan, ada liontin giok biasa di leher kucing itu. Namun, kucing itu sudah diselamatkan Elisa dan Elisa juga menyukainya. Jadi, Tirta menyarankan Elisa untuk memeliharanya."Aku juga berpikiran seperti itu," timpal Elisa. Kemudian, dia bertanya kepada Amaris, "Dik, kamu berasal dari mana? Kamu nggak terluka, 'kan? Mana pria yang melecehkanmu tadi?"Nada bicara Elisa terdengar marah saat bertanya kepada Amaris. Sementara itu, Amaris kagum dengan kecantikan Elisa. Dia kurang fokus ketika menjawab, "Kak, aku ini murid Sekte Abhra. Nggak usah khawatir, orang yang melecehkanku tadi itu ...
Mendengar ucapan Amaris, Tirta merasa tidak berdaya. Dia melambaikan tangannya dan menolak, "Aku rasa nggak perlu. Seharusnya aku nggak akan bertemu siapa pun dan nggak ada yang mencari masalah denganku."Amaris berkata, "Tapi ... Tuan Tirta ...."Amaris masih ingin bicara, tetapi Azlan yang diinjak Tirta tiba-tiba bangun. Begitu melihat wajah Tirta, Azlan langsung menunjukkan ekspresi bengis. Dia terkejut, marah, dan emosional seperti melihat musuh bebuyutannya.Azlan berteriak, "Ternyata kamu .... Dasar bajingan mesum, kamu berani datang ke dunia misterius? Kalau berani, lepaskan aku! Aku mau laporkan kepada ketua sekte biar dia bunuh kamu!"Luka Azlan tertarik karena dia terlalu emosional. Dia merintih kesakitan.Tirta membalas, "Aduh, pria berengsek sepertimu berani panggil aku bajingan mesum? Bisa-bisanya kamu begitu percaya diri! Aku memang genit, tapi aku nggak pernah meniduri wanita secara paksa. Mereka yang bersedia berhubungan intim denganku."Tirta menambahkan, "Aku nggak se
Amaris terlihat sangat bersyukur. Kedua matanya masih dibasahi air mata. Dia berbicara dengan Tirta seraya mengerjap."Oh ... itu cuma urusan sepele. Gadis cantik, kamu nggak usah menganggapnya serius," timpal Tirta.Setelah mendengar ucapan Amaris, Tirta baru ingat. Kala itu, dia juga sempat menyentuh paha Amaris.Tirta yang teringat sesuatu mengalihkan topik pembicaraan dengan bertanya, "Oh iya. Gadis cantik, kamu berasal dari sekte mana? Apa sekte kalian ada di daerah pegunungan ini?"Tirta bertanya seperti ini untuk mencari tahu apakah ada sekte di daerah pegunungan ini atau tidak. Mungkin sekte ini ditinggalkan oleh pemurni energi tingkat pembentukan jiwa itu.Amaris menyeka air matanya. Dia yang kepikiran sesuatu membujuk Tirta dengan ekspresi khawatir, "Aku ... murid Sekte Abhra. Sekte kami ada di puncak Gunung Abhra yang jaraknya belasan kilometer dari sini. Tuan Tirta, apa kamu mau datang ke sekte kami untuk minta batu alami? Aku sarankan sebaiknya kamu jangan pergi ...."Mend
Begitu pria tersebut melontarkan ucapannya, suara wanita yang memberontak dan meminta tolong makin keras.Elisa berujar, "Ternyata ada yang melecehkan wanita siang bolong begini! Kondisi di dunia misterius makin buruk! Ayo, Tirta. Cepat lihat apa yang terjadi!"Ekspresi Elisa tampak marah. Dia bergegas pergi ke arah suara."Oke, Bi Elisa," sahut Tirta. Dia berkelebat dengan kecepatan yang sangat tinggi. Hanya dalam sekejap, Tirta sudah melewati jarak ratusan meter.Sebelum mendekati kedua orang itu, Tirta sudah melihat situasinya dari jauh. Seorang pemuda berusia sekitar 28 tahun yang memakai jubah perlahan mendekati gadis berusia hampir 20 tahun yang memakai baju putih. Gadis itu memiliki paras cantik dan postur tubuh bagus.Gadis itu tampak ketakutan. Air mata membasahi wajahnya. Tampak bekas tamparan yang jelas di wajahnya, dia pasti dipukul saat memberontak.Pemuda itu melepaskan bajunya sambil memandang gadis itu dengan mata berbinar-binar. Dia yang sudah tidak sabar berteriak, "A