Share

Bab 6

Author: Liazta
last update Last Updated: 2025-11-25 16:59:34

Bab 6

Devan menurunkan ponselnya perlahan. Jemarinya masih bergetar.

Kata-kata Vivienne, yang biasanya lembut… hari ini berubah jadi seperti pisau tipis.

Ia mendengus, menyandarkan tubuh — dan langsung meringis karena pinggulnya kembali berdenyut.

“Hari apa ini…” gumamnya dengan tawa pahit.

Ia hanya ingin istrinya pulang.

Hanya itu.

Tapi justru pekerjaan yang selalu menang.

Vivienne: “Jangan dramatis.”

Kalimat itu terus berputar di kepalanya, seperti mengejek harga diri seorang suami.

Detik itu, kesabarannya pecah.

Notifikasi ponsel berbunyi lagi.

“Tuan, salah seorang staf infotainment sudah di gerbang. Orang itu ingin melihat kondisi anda, terkait insiden treadmill.”

— Satpam Mansion

Devan mengusap wajah kasar-kasar. “Sempurna. Dunia benar-benar punya humor buruk hari ini.”

Belum sempat bernapas, telepon masuk, dari asisten Vivienne.

“Halo tuan, Nyonya mengirim vitamin, salep luka untuk anda. salap itu diantar langsung oleh salah seorang staf—”

“Cukup.”

Nada Devan turun satu oktaf, dingin membeku.

“Aku tidak butuh itu.”

“Ada pesan untuk Nyonya?”

Devan terdiam sejenak.

Lalu menjawab:

“Tidak.”

Klik.

Hening.

Dan semakin jelas, ia bukan prioritas.

Devan menutup mata, meremas rambutnya.

Lalu entah kenapa… wajah Alicia melintas di bayangannya.

Si dokter ceroboh!

Berani menyentuh dirinya semaunya.

Melecehkan seorang CEO paling berpengaruh di kota ini, lalu....

Tapi faktanya,

Alicia hadir, saat Vivienne memilih kariernya.

Devan mengetukkan jarinya di meja.

Satu tekad terpatri:

“Aku akan buat dokter itu menyesal mengenal namaku.”

Pinggulnya kembali nyeri. Ia berdiri pelan… dan meraih tongkat penopang miliknya.

Jika Vivienne tidak peduli, maka, ia akan bersikap tegas. Harga dirinya sangat tinggi. meskipun mencintai Vivian, namun Devan bukan pria bodoh.

---

Alicia turun dari taksi sambil mengusap bahunya yang pegal. Tubuhnya terasa remuk seperti baru digiling mesin laundry.

Namun di antara rasa capek yang menumpuk… wajah Devan mendadak muncul dalam ingatannya, merah karena marah, atau malu? Alicia sendiri tidak yakin.

Ia menutup wajahnya terburu-buru.

“Ya Tuhan… tolong hapus memori itu dari pikiran ku,” gerutunya pelan.

Ia mengibaskan tangan cepat-cepat. “Lupakan! Lupakan!”

Rumah megah keluarganya sudah terlihat di depan. Besar. Mewah.

Dan tetap saja terasa dingin.

Tak ada yang menyambutnya pulang.

Tak ada yang peduli apakah ia sudah makan atau belum.

“Alicia? Kau pulang cepat?”

Suara itu muncul seperti backsound drama sinis.

Charlotte, berdiri dengan gaun putih mahal. Ia tampak sangat cantik, dengan perawat kecantikan perbulan bisa sampai 100 juta. Gaun yang dia gunakan, sudah pasti hasil perancang terbaik. Rambutnya sangat halus dan terawat. Berbeda jauh dengan Alicia.

Alicia menatap Charlotte dengan jengkel. Apalagi ketika mengingat perkataan kedua orangtuanya di telepon. Bagi mereka, Alicia sangat kuat dan memiliki tulang besi berbeda dengan Charlotte yang sangat lemah.

“Lembur terus capek, Lotte,” jawab Alicia dengan tersenyum sinis. Lotte, panggilan yang sengaja Alicia gunakan untuk anak pungut tersebut.

Ekspresi Charlotte menegang sepersekian detik. Panggilan itu jelas menusuk harga dirinya yang tinggi.

“Kamu kan dokter, harusnya sudah tahan,” ucap Charlotte, nada meremehkan tidak disembunyikan.

Alicia hanya menarik napas dalam dan menjawab datar,

“Aku juga manusia, tahu. Ah tapi ya sudahlah, kau tidak akan mengerti.”

Charlotte mendesah, lalu duduk lagi tanpa perduli. "Papi dan Mami tidak di rumah, jadi kau makan sendiri," kata Charlotte dengan tersenyum.

Alicia menganggukkan kepalanya. Seperti biasa, ia akan makan dengan menu favorit Charlotte, bukan favoritnya. Dan itu semua makanan sisa dari Charlotte.

Bisa dikatakan, karena sudah terbiasa, ia juga sudah tidak menghiraukan hal seperti ini.

Naik tidak makan, ia langsung ke kamar, Alicia memandangi ruangan yang tampak sempurna tapi kosong. Hampir semua barang di sini, sisa milik Charlotte. Barang yang sudah tidak ia inginkan, dialihkan ke Alicia.

Rumah ini besar…

Namun kadang terasa seperti gudang barang bekas Charlotte.

Ia duduk di kasur, menarik napas panjang demi meredakan semuanya.

Tiba-tiba, ia menutupi wajah dan tertawa lirih karena mengingat insiden tadi.

“Oh Tuhan… aku benar-benar menarik celana pria itu…”

Ia ingin tertawa, tapi rasa ingin menangis juga ikut muncul. Sehari itu benar-benar campur aduk.

"Untung aja pasiennya ganteng dan gagah, kalau sempat tadi pria usia 50 tahun, suami orang pula, tamat riwayat aku."

Alicia meraih buku diary yang ia simpan rapi di dalam laci.

Buku itu adalah harta terpenting dari masa panti asuhan. Hadiah dari seorang pemuda yang menjadi donatur.

Bersama buku itu, ia juga mendapat boneka Hello Kitty pertama yang masih ia peluk tiap malam.

Bukan seperti boneka-boneka mahal lain di kamarnya sekarang… yang semuanya hanya sumbangan tak berperasaan dari Charlotte.

Dengan pena berputar di jemarinya, Alicia menulis beberapa baris singkat.

“Hari ini gila.

Pasien cedera treadmill.

Terus aku salah pegang bagian yang… tidak seharusnya kusebut lagi.”

Ia menutup diary itu cepat-cepat karena pipinya kembali panas mengingat kejadian itu.

Alicia rebah, tenggelam dalam kasur yang terlalu empuk untuk hatinya yang keras.

Ia tertidur dengan napas pelan…

Di rumah yang selalu mengingatkan bahwa ia tidak pernah benar-benar diinginkan.

---

Sementara itu ditempat berbeda,

seorang pria merasa hidupnya yang sudah porak-poranda. Apa lagi setiap kali mengingat Alicia.

Yang membuat Devan jengkel, mengapa si Otong selalu beraksi setiap kali mengingat dokter bodoh tersebut.

"Ah.... Sialan, mengapa hidup ku harus seperti ini?"

Devan ingin protes dan mengamuk.

Namun ponselnya justru berdering. Di sana muncul sebuah nama yang membuat jantungnya berdebar dengan cepat.

"Kenapa semuanya harus datang secara bersamaan?"

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dokter, Jangan Gitu Dong    Bab 6

    Bab 6 Devan menurunkan ponselnya perlahan. Jemarinya masih bergetar.Kata-kata Vivienne, yang biasanya lembut… hari ini berubah jadi seperti pisau tipis.Ia mendengus, menyandarkan tubuh — dan langsung meringis karena pinggulnya kembali berdenyut.“Hari apa ini…” gumamnya dengan tawa pahit.Ia hanya ingin istrinya pulang.Hanya itu.Tapi justru pekerjaan yang selalu menang.Vivienne: “Jangan dramatis.”Kalimat itu terus berputar di kepalanya, seperti mengejek harga diri seorang suami.Detik itu, kesabarannya pecah.Notifikasi ponsel berbunyi lagi.“Tuan, salah seorang staf infotainment sudah di gerbang. Orang itu ingin melihat kondisi anda, terkait insiden treadmill.”— Satpam MansionDevan mengusap wajah kasar-kasar. “Sempurna. Dunia benar-benar punya humor buruk hari ini.”Belum sempat bernapas, telepon masuk, dari asisten Vivienne.“Halo tuan, Nyonya mengirim vitamin, salep luka untuk anda. salap itu diantar langsung oleh salah seorang staf—”“Cukup.”Nada Devan turun satu oktaf,

  • Dokter, Jangan Gitu Dong    Bab 5

    Devan kembali ke mansion, dengan langkah berat. Bukan karena lelah, tapi karena setiap gerakan kecil membuat pinggulnya seperti disayat. Luka akibat hantaman besi treadmill itu masih terasa berdenyut, panas, dan memar. Hari yang seharusnya dimulai dengan olahraga pagi… malah berubah menjadi bencana.Dokter mesum itu.Alicia.Nama itu terus muncul di kepalanya, membuat sarafnya menegang setiap kali ia mengingat wajah polos dan bodoh wanita itu.Begitu sampai di ruang kerja, ia langsung duduk, menghidupkan laptop, dan mengikuti tiga rapat virtual tanpa jeda. Meski tubuhnya ingin berbaring, Devan tetap fokus, suaranya tegas seperti biasa. Tidak ada satu pun asistennya yang berani mempertanyakan kondisinya.Namun begitu layar rapat tertutup, ia menegakkan punggung sambil menahan desis pelan.“Sial…” desisnya rendah. “Hari ini benar-benar sial.”Ia memijat pelipisnya. Rasa frustrasi sudah menumpuk sejak pagi. Diserang treadmill, dipermalukan seorang dokter yang bahkan salah ruangan, sampai

  • Dokter, Jangan Gitu Dong    Bab 4

    Pintu ruang pemeriksaan tertutup pelan. Devan melangkah pergi tanpa menoleh sedikit pun, meninggalkan Alicia yang berdiri kaku layaknya patung. Semua ketegangan yang Alicia tahan sejak tadi, meledak. “Aaakh…” teriak Alicia. Ia langsung jatuh berlutut. Seakan kehabisan tenaga. Napasnya tak beraturan dan bahunya bergetar kecil. “Ya Tuhann, kenapa... kenapa harus seperti ini…” Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan kecilnya, tapi itu sama sekali tidak membantu. Tangisnya malah semakin pecah. Ia benar-benar marah terhadap dirinya sendiri. “Aku bodoh… aku terlalu lelah… kenapa aku nggak cek datanya dulu…” “Kenapa aku malah buka celananya? Kenapa aku sentuh semuanya tanpa mikir?” Suaranya tenggelam di balik tangisan. Ia menggigit bibirnya sampai terasa perih. Ia tahu betul aturan rumah sakit ini seketat ujian masuk kampus impian. Sedikit saja salah prosedur… sedikit saja laporan masuk… Kariernya tamat. Semua perjuangannya selama berbulan-bulan… Shift panjang tanpa tidur… B

  • Dokter, Jangan Gitu Dong    Bab 3

    Pria itu sudah berbaik hati memberi Alicia kesempatan memperbaiki kesalahannya. Tanpa menunda, Alicia dengan cepat melepas kaos yang dikenakan Devan, gerakannya refleks, terlatih.“Ternyata kamu memang mahir dalam buka-membuka, ya?” sindir Devan tajam.Alicia tertawa kecil, gugup. Wajahnya memerah sampai ke telinga, tapi beruntung masker menutup separuh wajahnya sehingga pria itu tidak melihat betapa malunya ia saat ini.“Dasar dokter mesum,” gumam Devan lagi.Alicia mendengarnya jelas, setiap kata menusuk, namun ia memilih diam. Memang kesalahan itu ada padanya.Ia menunduk, berada tepat di sisi tempat tidur. Devan kini berbaring menahan kesal, rahangnya mengeras. Luka di pinggulnya masih berdarah, dan setiap kali Alicia menyentuh sedikit saja, keningnya langsung berkerut tajam.“Pelan,” perintah Devan, dingin.Sorot matanya menatap Alicia seolah wanita itu adalah penyebab semua rasa sakitnya.Alicia langsung mengangguk, terlalu cepat. Bahkan hampir seperti takut membuatnya makin mar

  • Dokter, Jangan Gitu Dong    Bab 2

    "Santai saja jika bersama dengan dokter. Saya melakukan segala sesuatu sesuai dengan SOP."Ia mengenakan sarung tangan lateks.Lampu pemeriksaan ia tarik ke arah depan.Detik berikutnya, Alicia mulai melakukan pemeriksaan medis standar, sesuai teknis, klinis, terfokus.Bukan sensual, bukan menggoda.Murni prosedural.Ia memeriksa dengan sangat detail. "Tidak adanya pembengkakan,Tidak tanda-tanda infeksi,Tidak ada iritasi kulit,Tidak ada kelainan bentuk,dan tanda-tanda trauma.Wajah pria itu merah padam. Meskipun ia sudah dilecehkan oleh Alicia, namun mengapa bagian kejantanan nya tidak bisa diajak bekerja sama. Pentungan nya justru berdiri dengan gagah."Bentuk Ok, ukuran besar, untuk standar pria dewasa. Ini juga tidak bengkok. Sedikit dipegang saja, sudah berdiri kokoh. Kemudian bagian biji, ada dua dengan bola yang besar-besar." Alicia berkata dengan sedikit tersenyum. Namun bulir bening di dahinya, menjadi pertanda bahwa dia sSemuanya dilakukan dengan keseriusan seorang dokt

  • Dokter, Jangan Gitu Dong    Bab 1

    Bab 1Alicia menutup berkas rekam medis terakhir hari itu, lalu memijat tengkuknya yang kaku. Shift hari ini benar-benar melelahkan. Bukan hanya karena tidak tidur selama 24 jam saja, tapi juga karena telepon dari orang tuanya pagi tadi masih terngiang nyata di kepala.“Alicia, kamu sudah cukup umur. Charlotte juga sudah siap menikah dengan Jerry,”suara ibunya terdengar lembut… namun penuh tekanan.Alicia hanya terdiam waktu itu.Bagaimana ia bisa menjawab?Dadanya terasa sakit dan juga sesak saat mendengar nama Jerry di sebut Jerry adalah pacarnya.Bukan milik Charlotte.Bukan milik anak angkat orang tuanya.Yang lebih menyakitkan, mereka mengucapkannya seolah itu hal paling wajar di dunia.“Kamu akan kami nikahkan dengan calon lain yang lebih cocok. Kamu harus mengalah terhadap adik mu. Ingat kondisi tubuh Charlotte lemah,”ucap ayahnya dingin sebelum telepon terputus sepihak.Alicia memejam lama. Napasnya berat.Ia menyandarkan punggungnya disandar kursi. Hal seperti ini sangat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status