Share

46. Kecelakaan

Author: Cutegurl
last update Last Updated: 2025-07-29 03:32:42

Pagi itu, langit kota Samara tampak cerah. Sinar matahari menerobos jendela-jendela kaca besar di Rumah Sakit Samara, menciptakan pantulan hangat di lantai marmer koridornya. Namun ketenangan itu tidak bertahan lama.

Satu notifikasi di ponsel seorang perawat, lalu disusul gumaman rendah di ruang istirahat dokter, dan dalam waktu kurang dari satu jam, berita itu menyebar lebih cepat dari infeksi virus.

Nama Tama mendadak memenuhi setiap layar ponsel di rumah sakit—baik itu melalui media sosial, grup pesan internal, atau portal berita resmi. Semua mengarah pada satu hal: rekaman suara yang bocor dari panggilan teleponnya dengan Elvario.

"Astaga... ini benar-benar dia? Tama?" ujar seorang residen sambil memegang ponselnya dengan tangan gemetar.

"Iya. Suaranya jelas banget. Dia... dia ngaku nyoba meracuni dokter El? Dan dokter Sara terlibat?" timpal seorang perawat senior.

"Ya Tuhan... aku kerja bareng dia selama tiga tahun. Dan aku nggak pernah nyangka..."

Semua lorong di Rum
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    72. Gadis penyelamat?

    Ruangan IGD yang sebelumnya hanya dipenuhi suara mesin pemantau kini menjadi pusat perhatian karena teriakan seorang ibu yang sedang dikuasai emosi. Suara Sinta masih menggema, memekakkan lorong rumah sakit dengan amarah dan tangis yang bercampur menjadi satu. Para perawat dan staf medis tak berani menyela. Sementara dua satpam hanya bisa berdiri siaga, menunggu aba-aba untuk bertindak. Namun sebelum siapa pun sempat melakukan sesuatu, suara langkah cepat menghentak lantai, ringan, tapi pasti. Seorang perempuan muda dengan jas dokter putih muncul di ujung lorong. Residen tahun keempat itu, dokter Azalea muncul dengan wajah serius. Rambutnya disanggul rapi, dan sorot matanya tajam namun tidak liar. Ia bukan siapa-siapa di antara keluarga pasien, bukan pula tokoh besar di rumah sakit, tapi saat melihat pemandangan itu, dia tahu dia harus bicara. Tanpa ragu, Azalea berjalan melewati beberapa perawat yang menahan napas, lalu berdiri tegak di samping Elvario. “Saya minta maaf, Bu

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    71. Kemarahan

    Langit mendung menggantung di atas atap rumah sakit pagi itu, seakan ikut merasakan duka yang menyelimuti keluarga kecil yang baru saja tiba. Di lorong yang sepi dan dingin, langkah Sinta dan Ari bergema pelan, penuh kecemasan. Wajah mereka pucat, lelah karena semalaman menahan perasaan campur aduk. Tak satu pun dari mereka berbicara sejak mereka menerima kabar, bahwa Tama, putra tunggal mereka, ditemukan bersimbah darah di dalam sel tahanannya, dan tiga luka tusuk menghantam tubuhnya, dan kini ia terbaring tak sadarkan diri di ruang ICU. Mereka berhenti tepat di depan dinding kaca ruang perawatan intensi. Ada dua polisi yang berjaga di sana. Di balik kaca, tubuh Tama terbujur diam di atas ranjang. Selang-selang menempel di sekujur tubuhnya, dadanya naik-turun dengan bantuan ventilator, wajahnya pucat dan tampak begitu rapuh. Sinta menempelkan tangannya ke kaca, suaranya tercekat saat menyebut nama anaknya. “Tama…” Air matanya jatuh begitu saja, tak terbendung. Ari berdiri di

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    70. Pasien itu, ternyata musuhnya

    Malam itu, Elvario berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan langkah tenang, meski napasnya masih sedikit berat setelah hari yang begitu panjang. Setelah berjam-jam menghadapi berbagai operasi mendesak akibat kecelakaan, El akhirnya bisa bernapas lega. Ia bahkan sempat mengatur jadwal kunjungan untuk pasien-pasien rawat inap yang memerlukan evaluasi lebih lanjut esok hari. Langkahnya tertuju ke ruang ganti. Ia telah bersiap untuk pulang. Namun baru saja tangannya hendak menyentuh gagang pintu, suara panggilan dari interkom IGD terdengar nyaring memenuhi ruang kosong malam itu. "Dr. Elvario, mohon segera ke IGD. Ada kasus darurat. Pihak kepolisian baru saja menelepon tentang pasien narapidana dengan kondisi luka tusuk multipel akibat perkelahian di dalam lapas.” El terdiam sejenak, menarik napas panjang. Matanya menatap langit-langit ruangan seakan menenangkan pikirannya sebelum ia kembali melangkah menuju lift. Langkahnya kini lebih cepat dari sebelumnya. Di lantai bawah,

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    69. Pertanyaan berani

    Setelah berjam-jam bergelut dengan darah, luka terbuka, dan detak jantung yang hampir berhenti, El akhirnya bisa menghembuskan napas lega. Pasien terakhir yang ia tangani berhasil stabil setelah perjuangan panjang di ruang operasi. Dengan tangan yang masih terasa kaku dan peluh yang belum sempat ia lap, El melangkah ke ruangannya dan menjatuhkan tubuhnya ke sofa panjang di pojok ruangan. Tubuhnya berat, tulangnya seperti habis digerus waktu, tapi ada secercah kepuasan yang membuat sudut bibirnya mengembang. Hari ini, nyawa-nyawa yang nyaris direnggut oleh maut telah berhasil ia rebut kembali. Itu cukup sebagai alasan untuk ia mengistirahatkan tubuhnya, meski sejenak. Matanya mulai terpejam perlahan. Tapi belum sempat ia terlelap, suara yang sangat tidak sopan terdengar nyaring dari arah perutnya sendiri. “Krucukkk—” El membuka mata, menatap langit-langit ruangan seolah menyalahkan dunia atas nasibnya yang lupa makan. “Hhh…” ia menghela napas, bangkit dengan malas. “Sehari

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    68. Korban kecelakaan

    Alarm telepon rumah sakit meraung pelan namun jelas, memecah konsentrasi semua orang di ruang IGD pagi itu. El yang baru saja duduk di kursinya, langsung mendongak cepat ke arah perawat jaga yang menerima telepon. Wajah perawat itu pucat. "Apa yang terjadi?" tanya El cepat sambil mendekat. Perawat itu menelan ludah. "Kecelakaan... mobil pengangkut siswa sekolah. Lokasi di jalan tol arah barat, sekitar dua puluh kilometer dari sini. Mereka sudah mengirimkan ambulans dan dalam perjalanan ke sini. Kata petugas di lokasi, korban lebih dari sepuluh orang, dan beberapa di antaranya dalam kondisi kritis." Suasana langsung berubah tegang. Tidak ada waktu untuk ragu atau panik. El menghela napas pendek lalu berseru, "Tim trauma, persiapkan diri! Sekarang!" Para dokter, perawat, dan tenaga medis lain yang tergabung dalam tim trauma langsung bergerak. Wajah-wajah mereka menegang, namun semuanya sigap dan profesional. Mereka tahu, dalam kondisi seperti ini, detik adalah nyawa. El berj

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    67. Dokter untuk bedah trauma

    Elvario berdiri membelakangi jendela besar ruangannya. Tangannya sibuk menata hadiah-hadiah yang baru saja diterimanya di atas lemari kecil dekat rak buku. Sebagian kotak ia tumpuk rapi, sebagian lagi ia letakkan di sudut ruang untuk dibuka nanti sore. Vas berisi bunga dari Alya sudah berdiri manis di atas meja, sementara kotak dari dokter Azalea ia letakkan di laci dengan hati-hati. Ia bahkan belum berani membuka hadiah dari Clara, karena masih terlalu banyak pertanyaan dalam kepalanya soal kenapa gadis itu tiba-tiba muncul hari ini. Baru saja El hendak duduk, mengetik laporan di laptopnya, suara ketukan terdengar dari arah pintu. Tok. Tok. Ia menoleh. “Masuk.” Pintu terbuka perlahan, dan sosok lelaki paruh baya dengan jas abu-abu dan wajah tenang itu melangkah masuk dengan senyum tipis. “Tuan Sujana,” ujar El sambil segera berdiri. “Silakan duduk, Pak.” “Terima kasih,” sahut Tuan Sujana, mengambil tempat di kursi tamu tanpa ragu. Senyap beberapa detik menyelimuti rua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status