Share

Bab 6

"Coba aja tadi nurut, mau pakai selimut untuk nutupin anunya, pasti nggak bakalan aku kasih daster seperti ini," batinnya. Meskipun ada rasa bersalah terhadap pria itu, namun menurutnya ini merupakan solusi terbaik.

"Besok, jika situasi di luar sudah aman, aku akan ke pasar untuk membelikan kamu baju dan ikan gabus." Zahira berkata sambil memotong kentang.

"Aku tidak suka ikan gabus." Mendengar nama ikan itu saja, sudah membuatnya ragu untuk mencoba.

"Rasa ikannya sangat enak, kamu harus mencobanya dulu," bujuk Zahira.

Arion hanya diam saat mendengar ucapan gadis tersebut.

Zahira sudah tidak berbicara lagi. Gadis itu mulai sibuk dengan menu yang akan dimasaknya.

Sebenarnya Arion ingin beranjak dari duduknya dan berdiri di samping Zahira. Dia ingin melihat secara langsung, apa yang sedang di masakan oleh gadis tersebut. Namun luka-luka ditubuhnya terasa amat sakit, perih, nyeri dan berdenyut-denyut, hingga membuat pria itu memilih untuk tetap duduk

"Apa sudah selesai?" Arion memandang Zahira yang menuang sup ke dalam mangkok. Dari aromanya saja sudah terbayang rasa lezatnya.

"Sudah kita bisa makan, namun aku tidak membuat sambal. Aku juga tidak terlalu menyukai makanan yang pedas." Zahira tersenyum dan meletakkan mangkok yang berisi sup.

"Aku juga tidak begitu suka yang pedas. Sepertinya ini sangat enak." Arion menghirup aroma wangi dari sup tersebut.

"Kamu coba dulu rasanya, apakah enak atau tidak. Jujur saja aku tidak pandai dalam memasak." Zahira tersenyum memandang si pria. Setiap kali melihat wajah Arion, membuatnya ingin selalu tertawa. Namun dengan susah payah ditahannya. Ia takut si pria merasa curiga dengan baju yang melekat di tubuhnya.

"Dari aromanya aku yakin rasanya enak." Arion sudah tidak sabar untuk segera menikmati hidangan lezat yang sudah dimasak langsung oleh gadis yang saat ini mencuri perhatiannya.

Zahira hanya tersenyum dan memasukkan nasi ke dalam piring, lengkap dengan daging, sayur wortel dan kentang. Kemudian meletakkan piring itu di depan Arion.

"Terima kasih." Arion tersenyum. Perutnya sudah terasa amat lapar saat ini. Pria itu ingin segera menyantap makan malamnya, namun tangannya terasa nyeri dan sakit ketika diangkat. Hingga membuatnya kesulitan ketika memegang sendok dengan mengunakan tangan kiri yang sedang terpasang selang infus.

"Apa kamu mau, aku membantu mu?" tanya Zahira.

Dengan cepat Arion menganggukkan kepalanya. Kesempatan seperti ini, tidak akan dilewatkannya begitu saja. "Tanganku ternyata sakit bila di angkat, sedangkan yang satunya di infus dan aku tidak terlalu pintar menggunakan tangan kiri untuk bekerja."

Zahira hanya tersenyum mendengar penjelasan si pria. Ia berpindah posisi dan duduk di samping Arion.

Arion fokus memperhatikan gadis yang duduk di sampingnya. Untuk pertama kalinya, ia merasakan jantung yang berdegup dengan cepat. Selama ini, ia tidak pernah menyukai wanita lebih dulu. Pada umumnya wanitalah yang lebih dulu tertarik kepadanya. Para wanita itu akan dengan suka rela memberikan tubuhnya hanya untuk mendapatkan pria yang nyari sempurna tersebut. Namun walau mereka sudah memberikan semuanya, Arion tidak pernah mau terikat hubungan apapun dengan para wanita yang mendambakannya.

"Rasanya sungguh sangat lezat. Masakan kamu, tidak kalah enaknya dengan rasa sup daging yang ada di restoran." Pria itu menikmati rasa lezat sup daging yang saat ini disantapnya.

"Ngarang." Zahira merasa malu dengan apa yang didengarnya. Masakannya dipuji enak, tentu membuat Zahira senang. Hingga dia memukul lengan Arion.

Arion hanya meringis menahan sakit.

"Eh, maaf aku tidak sengaja." Dengan cepat Zahira mengusap lengan si pria.

"Tidak apa-apa." Pria itu mengulum senyumnya.

"Apa kamu serius?" Zahira menatap wajah Arion dengan mata yang terbuka lebar.

"Iya, ini sangat lezat." Arion tersenyum. Mulutnya kembali menyambar sendok yang sudah dekat dengan bibirnya.

"Jujur saja, aku tidak begitu pandai memasak. Bisa dibilang sangat tidak pintar dalam memasak. Hanya saja, disini aku harus mandiri. Karena sulit mencari warung makan. Pasar juga cukup jauh." Zahira tersenyum dan kembali memasukkan nasi ke dalam mulut Arion yang sudah terbuka. Ia sangat senang dengan pujian si lelaki yang diyakininya, 50% bohong.

Arion hanya tersenyum ketika mendengar ucapan gadis tersebut. "Aku rasa kamu harus mencicipinya biar tidak penasaran dengan apa yang kukatakan."

"Aku sudah mencoba tadi, tapi aku tidak yakin dengan perkataan mu. Menurutku, rasanya biasa saja."

"Apa kamu tahu, bagiku sekarang kamu adalah superhero ku," ucap Arion.

"Kamu tidak perlu berkata seperti itu. sudah kewajiban ku untuk menolong semua orang, tanpa terkecuali," balas Zahira.

"Apa kamu dokter?" Arion bertanya untuk mengusir keraguannya.

"Apa mungkin, aku akan menjahit perut mu, bila aku tidak dokter?" Zahira menatap Arion dengan sedikit memiringkan matanya.

Arion hanya tertawa kecil saat mendengar pertanyaan dari Zahira. Bodoh sekali bila ia menanyakan hal ini. Melihat keahlian si gadis, seharusnya sudah menebak tanpa harus bertanya. Namun melihat wajah Zahira yang masih sangat muda, membuatnya ragu. Bila dilihat dari wajahnya, gadis itu seperti seorang mahasiswa, bukan dokter. Bahkan lebih pantas lagi jika memakai seragam SMA.

"Bagaimana ceritanya kamu bisa mengalami hal seperti ini?" Melihat apa yang terjadi dengan Arion, Zahira tahu bahwa ini sudah masuk ke dalam kasus kriminal.

"Aku dijebak." Arion tersenyum dan kembali memakan nasi yang sudah berada di ujung bibirnya.

"Dijebak?"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status