Share

Bab 7

Pria itu menatap wajah cantik Zahira. Sampai saat ini ia masih belum percaya bahwa gadis itu seorang dokter.

"Bila melihat wajahmu aku sangat tidak percaya kalau kamu itu seorang dokter, karena kamu tampak masih sangat muda." Akhirnya Arion mengungkapkan keraguannya.

Zahira tersenyum ketika mendengar keraguan yang dirasakan oleh pria tersebut.

"Usia 5 tahun aku sudah kelas 1 SD dan aku selalu mendapat juara kelas di sekolahku. Bahkan aku selalu memegang juara umum di sekolah. Aku selalu berprestasi, mulai dari sejak di taman kanak-kanak hingga sampai aku tamat SMA. Di usia 17 tahun aku sudah menyelesaikan sekolah SMA dan aku lulus di kedokteran. Umur 21 tahun aku berhasil menyelesaikan studi S1 kedokteranku dan cumlaude dengan IPK 3,95 dan menyelesaikan studi 3,6 bulan. 1,6 tahun, aku selesai koas." Dengan penuh kebanggaan gadis itu menceritakan presentasi yang dimilikinya.

Mulut Arion terbuka ketika mendengar penjelasan dari Zahira. Ini untuk pertama kalinya, ia mendengar cerita gadis yang memiliki otak jenius dan terbukti dengan prestasi akademik yang dimiliki si gadis.

"Aku tidak menyangka ada gadis cantik yang paket komplit seperti dirimu." Meskipun terdengar gombal tapi itu memang kata-kata yang keluar dari ungkapan hatinya.

Zahira hanya tersenyum saat mendengar ucapan si pria.

"Bila aku menebak, apa usiamu, 22 tahun?"

Aira menganggukkan kepalanya.

"Ternyata kamu masih sangat muda. Kalau begitu kamu tidak boleh memanggil namaku saja." Arion tersenyum tipis.

"Kalau begitu apa aku harus panggil, om?" Zahira tersenyum mengejek si pria. Berapa umur Arion yang sesungguhnya, ia sudah tahu. Usia mereka terpaut 10 tahun.

Meskipun usianya tidak mudah lagi, namun Arion tidak terima bila di panggil om. "Aku belum tua."

Zahira hanya mencibir mendengar ucapan si lelaki.

"Apa wajah ku sudah terlihat tua? Apa karena dia dokter, sehingga bisa menebak usia ku?" Arion membatin.

Untuk pertama kalinya, dia merasa tidak percaya diri mendekati seorang gadis. Bila Zahira sama seperti para wanita yang selalu mengejarnya, mungkin tidak akan sulit untuk didapatkan. Namun gadis ini berbeda.

"Apa yang aku pikirkan, mengapa aku sudah berpikir jauh seperti ini." Arion memaki dirinya sendiri. Lelaki itu menarik napas panjang dan kemudian menghembuskan secara berlahan-lahan. "Aku bukan tua, tapi dewasa."

Zahira tertawa ngakak ketika mendengar pembelaan diri pria tersebut. "Apa susahnya mengakui tua." Gadis itu mengejek dan menjulurkan lidahnya. Entah mengapa, ia suka mengerjai pria tampan tersebut.

Arion menarik napas panjang dan menghembuskan secara berlahan-lahan. Sepertinya perdebatan untuk sebuah panggilan, tidak akan mudah terselesaikan.

***

Wajah pria itu merah padam. Ia begitu sangat takut dan juga panik. Bagaimana mungkin, targetnya bisa lolos. Padahal rencana sudah disusun sebaik-baiknya. kemungkinan gagal hanya 5% dan pria itu tidak menyangka bahwa kegagalan lima persen itulah yang sekarang dialaminya.

"Apa kalian masih tidak bisa menemukannya?" Pria itu berkata dengan nada suara yang tinggi.

"Belum pak."

"Bodoh." Pria itu mengamuk kepada anak buahnya. Ditendangnya dengan keras bagian perut orang suruhannya tersebut, hingga pria itu terjatuh dan terduduk di lantai.

"Orang kita berhasil menusuk bagian perutnya dan juga luka-luka dibagiqn tubuhnya yang lain. Saya yakin dia sudah mati." Pria itu masih bisa berkata dan menjelaskan.

"Aku tidak akan bisa percaya dengan ucapan mu, jika mayatnya tidak ditemukan." Satu tendangan keras mendarat di kepal laki-laki tersebut. Laki-laki itu hanya bisa mengerang kesakitan. Tapak sepatu pantofel yang dipakainya, membuat kepala anak buahnya berdarah. Tidak puas hanya menendang 1 kali, pria itu kembali menengadah bagian kepala berulang-ulang kali, hingga anak buahnya itu tergeletak dan pingsan.

Pria yang baru saja masuk ke dalam rumah, tampak ketakutan saat melihat kondisi rekannya yang sudah tergeletak. "Saya belum menemukan keberadaannya pak," lapor seorang pria yang berdiri tidak jauh dari sang bos. Sorot mata big bosnya itu, seakan menguliti tubuhnya.

Pria itu semakin marah ketika mendengar laporan anak buahnya. Hanya menghadapi satu orang Arion saja kalian tidak bisa.

Ditamparnya wajah pria tersebut dengan keras. Bukan hanya sekedar menampar, pria itu juga meninju hidung pria yang masih berdiri Koko di depannya. Hingga hidung pria itu mengeluarkan darah.

David sudah tidak mampu untuk bersabar. Hingga malam seperti ini, tak ada seorangpun anak buahnya yang memberikan laporan yang memuaskan.

"Bagaimana dengan rumah yang sudah kalian awasi itu?" David bertanya saat dua orang anak buahnya masuk ke dalam rumah. Rumah yang menjadi markas mereka memang berada jauh dari pemukiman padat penduduk. Ia sudah merencanakan untuk membawa Arion ke rumah ini, namun ternyata rencananya berantakan.

"Rumah itu tampak sepi pak, namun di dalamnya ada orang karena memang yang menjadi penghuni rumah itu seorang perempuan. Menurut keterangan warga yang ada di dekat sana, dia seorang dokter." Pria bertubuh tinggi dan berkulit hitam itu menjelaskan susuai dengan laporan warga tempatan.

"Apalagi yang telah kau dengar?" David sedikit memicingkan matanya. Saat ini, hanya ada dua pilihan untuknya. Arion mati atau dirinya sendiri yang mati.

"Namun saya tidak yakin bila orang yang kita cari ada di rumah wanita itu. Tidak ada seorangpun yang melihat orang yang kita cari disekitar tempat tersebut. Rumah itu juga, terlihat tenang seakan tidak ada apa-apa." Pria itu mengungkapkan praduga nya.

Senyum mereka di bibir David setelah mendengar informasi yang disampaikan oleh anak buahnya. Kini setidaknya ada harapan untuk menemui orang yang sedang dicarinya, meskipun tidak yakin orang itu ada di rumah yang dicurigai.

Leo mengambil samurai di atas meja. Tanpa ada rasa kasihan pria itu melayangkan samurai bermata tajam itu ke bahu anak buahnya. Hingga membuat pria yang tadi dihajarnya menjerit kesakitan.

"Bahwa dia ke rumah dokter itu katakan kalau dia dibegal di jalan. Ingat kau perhatikan rumah itu dan kau harus memastikan, apakah dokter itu yang menyimpan Arion di rumahnya." Leo berkata dengan senyum mengembang di bibirnya.

"Baik pak," jawab kedua pria itu yang kemudian membawa temannya yang saat ini sedang merintih kesakitan. Samurai yang begitu sangat tajam hampir membuat pria itu kehilangan tangannya.

David kembali duduk di kursinya. Meskipun sudah mendengar informasi dari kedua anak buahnya namun pria itu masih tetap tidak bisa tenang. Bila misi ini gagal maka nyawanya yang akan menjadi taruhan. Bukan hanya dirinya saja yang terancam tapi juga keluarganya. Hal inilah yang ditakutinya.

Ada rasa menyesal ketika berkhianat kepada pria yang sudah menaikkan derajatnya. Namun keserakahan dan mimpi untuk memiliki kekuasaan yang membuat dirinya kilap mata. Yang saat ini harus dilakukannya adalah menemukan Arion dalam keadaan hidup ataupun mati....

"Aku tak bisa membuat rencana ini gagal."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status