Share

Bab 06

"Mau pulang bersama?" tawar Nana.

"Berlawanan arah, Na. Lagi pula kamu mau pergi ke rumah sakit, kan?" balas Cleona mengingatkan.

"Oh iya, yasudah kalau gitu aku duluan," kata Nana melesat pergi dengan menggunakan motor matiknya. Nana memang sangat bersemangat ke rumah sakit, karena ada hal penting yang harus dilakukan di sana.

Beberapa menit perjalanan, Nana pun tiba di rumah sakit. Ia langsung bergegas menuju ruang kerja suaminya. Saat masuk ke dalam ruangan, Nana tak melihat keberadaan Calvin, yang ada justru suster Maria yang tengah mengganti alas brankar.

"Nana," sambut suster Maria dengan senyuman manisnya.

"Di mana Calvin?"

"Baru saja berangkat makan siang berdua dengan dokter Dona," balas suster Maria dengan ekspresi sedih yang seakan tak ingin mengatakannya kepada Nana. mendengar itu, Nana tampak diam.

"Kamu baik-baik saja?" suster Maria memastikan.

"Kamu pikir aku akan apa?" kesal Nana mengambil seragam susternya dengan cepat, kemudian masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pakaian.

Begitu selesai, Nana keluar dari kamar mandi. Seperti biasa sudah ada makan siang yang tersaji di atas meja. Memang suster Maria ditugaskan oleh Calvin untuk mengurusi Nana. Termasuk menyediakan makan siangnya. Akan tetapi, Nana tak pernah sekalipun memakan hidangan yang disajikan.

"Pasti menyenangkan makan berdua dengan wanita lain," kesal Nana membuang makanan ke dalam tong sampah. Kemudian barulah ia melakukan pekerjaan seperti biasa.

"Belum juga kembali, makan siang saja hampir satu jam," protes Nana sambil menatap pintu dengan kesal.

Ceklek!

Pintu terbuka, Nana kembali fokus pada catatannya.

"Tuhkan Nana sudah datang," terdengar suara dokter Dona, Nana pun langsung mengangkat wajah dan tersenyum dengan ramah.

"Maaf, Na. Tadi aku sudah minta Calvin untuk menunggumu sebentar agar kita bisa makan siang bersama, tapi—"

"Aku baru saja datang, memang lebih baik tidak perlu menungguku," potong Nana dengan nada suara lembutnya.

"Benarkah begitu?" Nana menganggukkan kepala sebagai jawaban, sementara Calvin sudah duduk di singgasananya.

"Kamu pasti belum makan siang, kan? Ini makanan kesukaanmu, selamat menikmati," katanya kemudian bergegas pergi untuk kembali melayani pasien yang menunggu.

Setelah kepergian dokter Dona, Nana bangkit dari duduknya. Dan tanpa ragu ia membuang makanan yang dokter Dona berikan ke tong sampah.

"Apa yang kamu lakukan, Nana?" tanya Calvin dengan emosi di wajahnya.

Nana tersenyum manis, kemudian mengatakan, "Membuang SAMPAH ke tempatnya!"

"PASIEN ATAS NAMA ZAVIYA!" seru Nana dan seorang pasien pun masuk ke dalam ruangan, membuat Calvin mengurungkan niatnya untuk memberi pelajaran kepada sang istri.

Beberapa jam kemudian.

"Wajah suster pucat sekali," kata pasien untuk yang kesekian kalinya, Nana hanya tersenyum manis dan tetap melanjutkan tugasnya dengan baik.

"Ini resep obatnya, suster Maria di luar akan membantu ibu untuk mendapatkan obatnya," ucap Calvin dengan ekspresi ramahnya, ekspresi yang hanya ia perlihatkan kepada pasien, tapi tidak pada istrinya sendiri.

"Terima kasih banyak dokter," Calvin menganggukkan kepala sebagai jawaban dan pasien terakhir di hari itu pun keluar dari ruangan sebagai pertanda dari selesainya tugas Calvin sebagai seorang dokter.

Setelah kepergian pasiennya, Calvin mendekat pada Nana sang istri. "Kau tidak makan?"

"Aku memang sudah gila, bisa-bisanya rela tidak makan seharian demi mendapatkan perhatian dari suaminya," tutur Nana merapikan mejanya dengan kasar.

"Seharian!" bentak Calvin kaget.

"Lihatlah, suamiku memang kejam," ketus Nana lagi, bahkan ia menepis tangan sang suami yang ingin menyeretnya. Calvin menghela napas berat.

"Hubunganku dan Dona hanya sebatas rekan kerja, tidak lebih. Apa perlu seberlebihan ini?" Calvin mencoba bersabar.

"Aku tidak bertanya," balas Nana santai.

"Lagian mana mungkin dokter Dona mampu menggantikan posisi Cleona di hatimu," lanjut Nana membatin.

"Cepat berkemas, aku tunggu di mobil," ucap Calvin tak ingin berdebat.

"Aku bawa motor," sahut Nana melangkah cepat, melewati Calvin.

"Jangan berharap aku akan peduli dan memperhatikanmu," batin Calvin tak peduli, ia membiarkan Nana pulang dengan motornya.

Namun, saat mengingat ucapan pasien terakhir yang mengomentari wajah pucat Nana, Calvin pun mempercepat laju kendaraan untuk menyusul Nana yang sudah jauh di depan sana.

Calvin menginjak rem mendadak saat tiba-tiba lampu merah menyala, yang membuat Calvin syok adalah adanya kecelakaan motor di depan sana.

"Nanaaa....

Calvin panik bukan main, ia keluar dari mobil, berlari menghampiri gerombolan orang-orang yang mengerumuni korban kecelakaan. Tanpa disadari, Calvin telah menangis histeris kala mendengar ucapan orang-orang yang mengatakan bahwa korban telah meninggal dunia. Detik itu juga Calvin merasa dunianya runtuh, rasa bersalahnya meningkat berjuta kali lipat. Bukannya menjaga Nana untuk menebus dosa, Calvin justru lalai hingga kehilangan Nana. Calvin merasa tak pantas dimaafkan, kali ini ia benar-benar akan memastikan bahwa dirinya akan mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya.

"Nanaaa!" teriak Calvin langsung memeluk Nana yang sekujur tubuhnya sudah bersimbah darah.

"Maafkan aku, Nana. Maafkan suamimu yang tidak berguna ini. Jangan pergi, aku mohon jangan pergi, kamu mau aku lebih perhatian, lebih peduli padamu, kan? Akan aku lakukan asalkan kan jangan pergi. Aku berjanji akan melakukan apa pun yang kamu mau," lanjut Calvin dengan tangisan histerisnya.

"NANA JANGAN PERGI!" teriak Calvin.

Gerombolan orang-orang pun mulai menepi ketika polisi telah datang.

"Apa tuan keluarga korban?" tanya seorang polisi berusaha membantu Calvin berdiri.

"SAYA SUAMINYA!" bentak Calvin dengan penampilan yang begitu berantakan. Sementara para polisi dibuat terdiam, bukan karena bentakkan Calvin, melainkan karena....

"Korban kecelakaannya berjenis kelamin laki-laki," celetukan sang polisi membuat Calvin terdiam beberapa detik, kemudian mengalihkan pandangan pada korban kecelakaan yang ternyata benar-benar adalah laki-laki. Calvin kaget bukan main.

"Mohon maaf bapak-bapak polisi, sepertinya suami saya salah mengenali orang. Ayo sayang, kita pulang," Nana yang rupanya ada di gerombolan orang-orang langsung menyeret Calvin kembali ke mobil. Sedangkan polisi tampak terheran.

Melihat keadaan Calvin yang masih syok dan tak percaya, Nana pun memutuskan untuk mengemudikan mobil, sementara Calvin duduk di sebelahnya.

"Haha...." Nana mengemudikan mobil sambil terus menertawakan suaminya. Sulit baginya menahan tawa saat mengingat adegan sebelumnya. Ya, dari awal Nana sudah ada di gerombolan orang-orang yang mengerumuni korban kecelakaan. Ia kaget saat melihat Calvin yang panik dan berlarian memanggil namanya.

Sampai di apartemen, Nana tak kunjung berhenti menertawakan Calvin. Baginya adegan tadi amatlah lucu.

"Berhenti tertawa," kata Calvin sambil melangkah masuk ke dalam kamarnya. Nana tak peduli dan terus tertawa sampai masuk ke dalam kamarnya sendiri.

Di dalam kamar mandi, Calvin menyesali kebodohannya. Saking paniknya ia sampai salah mengenali orang. Benar-benar memalukan, bukan hanya di depan polisi dan banyak orang, tapi di depan Nana.

"Sial!" umpat Calvin di bawah shower yang terus mengguyur tubuh kekarnya.

Setelah selesai mandi dan siap dengan dengan piyama tidurnya, barulah Calvin keluar dari kamar. Sebelum pergi ke dapur untuk makan malam, Calvin memilih mengetuk pintu kamar Nana yang berada tepat di sebelah kamarnya.

"Nana," panggil Calvin tapi tak terdengar sahutan, membuatnya terpaksa membuka pintu kamar yang tak dikunci, dan betapa kagetnya ia saat mendengar suara seseorang yang muntah-muntah dari dalam kamar mandi yang terkunci.

"Nana, kamu di dalam? Apa yang terjadi?" tanya Calvin panik.

"Tidak apa-apa, hanya kebanyakan tertawa sampai muntah-muntah," balas Nana dengan suara lemahnya.

"Sudah kukatakan berhenti tertawa, kenapa kau sangat keras kepala. Cepat buka pintunya, kamu tidak makan seharian, aku akan memeriksamu," lanjut Calvin lagi.

"Tapi aku belum selesai mandi," sahut Nana.

"Buka saja, biar aku bantu," jawab Calvin yakin.

"Tapi aku telan jang, apa tidak masalah?" Nana menekan kalimatnya.

"Buka sekarang!" pinta Calvin dan Nana pun membuka pintu kamar mandi. Calvin masuk dan benar saja, istri kecilnya itu tidak mengenakan sehelai benangpun di tubuh polosnya. Persetan dengan senjatanya yang langsung merespon, Calvin berusaha fokus pada tujuan utamanya meski sangat sulit dilakukan.

Sementara Nana tidak merasa canggung sedikit pun. Ia justru kesal, andai tidak sedang sakit, sudah dari tadi ia goda suami tampannya itu. Tidak makan seharian membuatnya tak bertenaga, ulu hatinya benar-benar terasa nyeri. Belum lagi mual yang membuatnya merasa ingin muntah.

"Duduk di sana," pinta Calvin dan Nana pun duduk dengan patuh, Nana duduk membelakangi Calvin yang menyabuni tubuhnya.

"Sebelum aku, apa ada wanita lain yang telan jang di hadapanmu?" tanya Nana dengan santai.

"Banyak."

"APA!? BANYAK!?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status