Share

Bab 05

"Dokter Calvin," panggil Nana menatap kagum sang suami yang duduk tepat di sebelahnya.

"Mulai sekarang panggil namaku saja," balas Calvin tanpa menoleh dan tetap fokus membelah jalan raya.

"Nana ingin mengatakan sesuatu."

"Apa?" perasaan Calvin mulai tak enak.

"Nana mau punya anak. Boleh, ya," tekan Nana, saking kagetnya Calvin menginjak rem mendadak. Beruntung mobilnya canggih hingga Nana sang istri tak terluka meski keningnya terbentur.

"Aku masih hidup?" tanya Nana sambil memegangi keningnya yang terbentur.

"Apa kamu pikir mengandung, melahirkan dan mengurus anak itu mudah? Ada ngidam dengan segala drama, melahirkan bertaruh nyawa hingga baby blues syindrome. Dengarkan aku baik-baik, kita baru saja menikah, tolong jangan bahas sampai ke sana. Lebih baik kamu fokus benahi nilaimu yang berantakan," terang Calvin dengan nada suara yang meninggi. Nana mulai kebal dengan ejekan Calvin terhadap nilainya.

"Lagian aku akan menceraikanmu bila kamu sudah menemukan cinta sejati," lanjut Calvin dalam hati.

"Bohong! Mama bilang mengandung itu enak karena akan dimanjakan, melahirkan sama seperti buang air besar," tukas Nana yang memang telah dibodohi oleh Elsa mama mertuanya sendiri.

"Melahirkan sama seperti buang air besar?" dari semua perkataan Nana, hanya kalimat ini yang membuatnya tercengang.

"Iya," respon Nana dengan cepat.

Calvin mengusap rambut hingga wajah dengan kasar, "Ini bukan lagi polos, tapi KOSONG!" batin Calvin tak habis pikir dengan jalan pikiran istri kecilnya.

"Nana, bayi lahir bukan dari a nus," kata Calvin dengan nada yang ia buat selembut mungkin.

"Lalu dari mana?" Nana mengerutkan dahi penasaran. Mana mungkin mama mertua membohonginya.

Calvin menghirup banyak oksigen, kemudian menghembuskannya dengan perlahan. Setelah dirasa sedikit lebih tenang, barulah Calvin bertindak dengan merebut ponsel di genggaman Nana, kemudian mengotak-atiknya.

"Apa yang kamu lakukan, Calvin? Berikan ponselku!"

"Tonton dan perhatian baik-baik video ini," kata Calvin memperlihatkan sebuah video simulasi melahirkan yang dipraktekkan oleh seorang dokter dengan menggunakan patung khusus.

"Jadi bayi brojol bukan lewat a nus, tapi...." Nana menutup mulut dengan salah satu telapak tangan, ia tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Adegan simulasi di hadapan matanya saat ini amatlah mengerikan, entah apa yang akan terjadi bila yang ia lihat adalah adegan asli.

Tak puas dengan adegan simulasi yang Calvin perlihatkan, Nana memberanikan diri untuk melihat seperti apa melahirkan yang sebenarnya. Sementara Nana fokus menonton di ponselnya, Calvin pun mulai melajukan mobil dengan kecepatan sedang hingga sampailah di apartemen.

Saking fokusnya, Nana tak berhenti menonton berbagai video seputar melahirkan di ponselnya. Calvin mengabaikan sang istri, ia kembali untuk istirahat di kamarnya sendiri. Sedangkan Nana masih di ruang tamu, ia tak lagi menonton dengan ponsel, melainkan dengan televisi yang telah ia nyalakan.

Keesokan paginya.

Seperti biasa, bangun tidur Calvin langsung mandi dan bersiap untuk berangkat ke rumah sakit. Begitu siap, ia pun segera keluar dari kamar dan betapa kagetnya ia saat melihat Nana yang masih terjaga dengan lingkaran mata yang menghitam serta senyuman kecil di bibir ranumnya. Nana terbaring di sofa, menghadap televisi yang memperlihatkan seorang ibu muda yang tampak sangat bahagia begitu berhasil membawa kehidupan baru ke dunia.

"Kau tidak tidur?" tanya Calvin berdiri tepat di hadapan Nana guna menghalangi pandangan sang istri pada televisi. Menyadari kehadiran sang suami, Nana pun langsung bangkit penuh dengan semangat.

"Aku tetap mau punya anak!" seru Nana tetap teguh pada pendirian. Nana akui sempat mengurungkan niatnya untuk memiliki seorang anak karena takut kala melihat betapa sakitnya bertaruh nyawa saat melahirkan. Namun, semua rasa takutnya sirna saat melihat setiap ibu yang melahirkan seketika tersenyum lebar begitu melihat bayi mungilnya. Hal itulah yang membuat Nana kembali pada pendiriannya untuk memiliki seorang anak dari suami tercintanya, Calvin.

Mendengar keteguhan sang istri, Calvin mengerjabkan mata beberapa kali. Rencananya untuk menakut-nakuti sang istri dinyatakan gagal total. Dengan menonton video melahirkan, Nana bukannya takut dan mengurungkan niatnya untuk hamil, tapi malah sebaliknya. Nana semakin yakin untuk memiliki seorang anak.

"Baiklah aku setuju," balas Calvin dengan seringai di bibirnya.

"Serius!?" sahut Nana antusias.

"Tapi tidak sekarang, tunggu sampai kamu menyelesaikan kuliah," balas Calvin bergegas pergi menuju ruang makan.

"Kau kenal aku, bukan? Aku tidak akan menyerah!" Nana menghentak kedua kaki dengan kesal, kemudian melangkah cepat menyusul sang suami.

"Cepat mandi dan bersiap, kau tak punya banyak waktu," balas Calvin membuat Nana terpaksa menghentikan langkah.

"Sial!" umpat Nana saat melihat jam di dinding. Calvin benar, ia tak punya banyak waktu. Nana tak mau mengulang semester. Meski tidak pandai, setidaknya ia bisa menjadi mahasiswa teladan agar dapat dipertimbangkan untuk lulus dengan nilai yang tidak terlalu baik.

"Sesuai permintaan tuan, saya sudah memenuhi kulkas dengan banyak jenis makanan. Nona tidak perlu masak dan hanya tinggal memanaskannya saja," ucap seorang wanita paruh baya yang bertugas mengantar makanan ke apartemen Calvin. Tentu saja makanan yang ia bawa berasal dari rumah utama yang bisa jadi adalah masakan mamanya.

Calvin menelan makanannya dengan cepat, kemudian barulah berkata, "Tunggu ... Kapan aku memintamu memenuhi kulkas dengan makanan?"

"Jadi bukan tuan? Tapi Nyonya bilang—"

"Sudahlah, lanjutkan saja tugasmu," potong Calvin pasrah, sang pelayan pun kembali melanjutkan tugasnya untuk membersihkan apartemen.

Saat tengah fokus menikmati sarapannya, Calvin dibuat kaget akan kedatangan Nana dengan penampilan yang agak sedikit berbeda dari biasanya. Hari ini Nana mengenakan rok yang lebih pendek serta kemeja yang lebih ketat.

"Kau mau ke kampus atau ke club malam?" Calvin bertanya dengan tatapan mata posesif.

"Rencananya mau cari selingkuhan, kali aja ketemu gigolo yang mau jual supermanya," celetuk Nana membuat Calvin kehabisan kata-kata.

"Ganti atau aku yang gantikan!" ancam Calvin salah target, sepertinya ia lupa siapa Nana.

"Kamu yang gantikan!" sahut Nana tersenyum menggoda.

"Jangan macam-macam denganku, Nana. Cepat ganti pakaianmu!" tegas Calvin sampai bangkit dari duduknya. Tak lupa mengarahkan pisau dan garpu di kedua tangannya pada Nana sebagai ancaman.

"Sebelum kita buat anak, aku tidak akan menurutimu, titik!" keukeuh Nana tak dapat dibantah. Kepalanya sejuta kali lebih keras daripada batu.

Calvin yang sudah berada di puncak amarah, seketika menyeret Nana masuk kembali ke dalam kamar. Dengan kasar ia melempar Nana ke atas ranjang, kemudian melangkah pergi.

"Ganti pakaianmu atau tidak perlu ke kampus," bentak Calvin bersamaan dengan pintu kamar yang ia kunci dari dalam. Bukannya kesal, Nana justru tersenyum senang. Senang karena rencananya membuat sang suami kesal telah berhasil.

Namun, Nana tak ingin ketinggalan pelajaran. Untuk itulah ia segera turun dari ranjang guna mengganti seragam dengan yang tidak terlalu mengekspos tubuh seksinya. Begitu selesai barulah Nana keluar dari kamar, sang bibik yang membukakan pintu kamar untuknya.

"Mana Calvin, Bik?" tanya Nana tergesa-gesa.

"Tuan sudah berangkat karena ada operasi mendadak. Tuan berpesan agar Nona berangkat ke sekolah sendiri, tuan juga sudah menyiapkan kendaraan untuk nona, mari ikut saya," ajak sang pelayan membuat Nana seketika tak bersemangat. Jelas ia ingin berangkat ke kampus diantar oleh suaminya seperti Cleona sang sahabat.

"Apa nona bisa mendengarai—"

"Tentu saja bisa, Bik," balas Nana kembali bersemangat kala melihat beberapa mobil mewah berharga milyaran rupiah di hadapannya.

"Kali begitu ini kuncinya, Nona. Hati-hati di jalan dan semoga pelajaran hari ini menyenangkan," ucap sang pelayan mengulurkan sebuah kunci kepada Nana.

Nana menatap kunci tersebut dengan mata membulat sempurna. Di luar dugaan, ia kira Calvin berbaik hati membiarkannya berangkat ke kampus dengan menggunakan mobil mewah seperti yang dilakukan oleh mahasiswa konglomerat lain. Tak disangka, Calvin memberikannya sebuah motor matik.

"Bersyukurlah Nana, setidaknya dia memberikan motor, bukan sepeda." batin Nana.

"Terima kasih, Bik!" seru Nana mengambil kunci motor dan langsung melesat pergi ke kampusnya.

Beberapa menit perjalanan, Nana pun tiba di pelataran parkir sebuah universitas populer di Oesteria. Bagaimana dia dan Cleona bisa masuk? Tentu saja dengan menggunakan kekuatan orang dalam. Castin dan Calvin masuk dalam jajaran investor terbesar.

Setelah mengamankan motornya, barulah ia berjalan cepat menuju kelas. Sampai di dalam kelas, kedatangan Nana langsung disambut pertanyaan aneh dari sahabatnya, siapa lagi kalau bukan Cleona.

"Bagaimana malam pertamanya?" tanya Cleona berbisik tapi masih bisa didengar.

Sebelum menjawab, Nana menoleh kiri dan kanan, takut ada orang lain yang mendengar. Setelah dirasa aman, barulah ia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi semalam.

"Jadi, kamu tetap mau hamil?" tanya Cleona dan Nana pun menganggukkan kepala dengan cepat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status