Share

Pulang Bareng

Penulis: Yuniartinoor
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-05 12:38:25

Aku bingung bagaimana cara menyampaikan pesan Saina untuk Maminya. Harus benar-benar tepat penyampaiannya, kalau aku salah sedikit saja aku bisa di sangka orang gak war*s. Apa mungkin orang tua Saina percaya aku bisa berkomunikasi dengan anaknya? zaman sekarang kadang orang sudah tidak percaya hal-hal begini.

"De, ngapain kamu mundar-mandir sudah seperti setrikaan, Abang pusing tau lihatnya." keluh abangku.

"Abang usil banget sih suka-suka Geeza."

"Cerita donk ke Abang, kenapa? Nanti Abang bantu."

"Serius Bang?" Abang mengangguk. Akupun menceritak apa yang sedari tadi membuatku bingung dan galau beuud.

"Ya menurut Abang sih ceritakan saja semuanya sampaikan sedetail mungkin, itu 'kan amanat dari Saina. Perihal nanti mereka percaya apa enggak kamu gak usah pikirkan, Dek."

"Gitu ya Bang, makasih ya Abang sayang," ucapku.

Aku segera berlari ke kamar untuk mandi dan bersiap-siap, hari ini shift kerja jam tiga sore sampai jam sebelas malam.

Ibu menyiapkan donat topping gula halus kesukaanku untuk bekal dengan teh hijau hangat di termos mini milikku. Setelah berpamitan pada Ibu, Abang mengantarku menuju Rumah sakit. 

"Jam dua siang itu di luar panas nanti kulitku bisa gosong," kata Abang.

Abang memang kakak yang baik dia begitu sayang dan perhatian pada ku.

"Nanti malam Abang jemput jam berapa, Dek?"

"Nanti Geeza kabari ya, Bang, makasih sudah diantar, Assalamualaikum." Aku mencium punggung tangan Abang.

"Waalaikumsalam, kerja yang rajin ya!"

"Assiyaaap, Bang," jawabku.

Aku berlalu sambil melambaikan tangan pada Abang.

Masih setengah jam lagi untuk mulai bekerja, aku sengaja berbelok ke ruangan tempat Saina di rawat.

"Assalamualsikum, Kak?" sapaku.

"Waalaikumsallam, masuk Suster! Mau cek kondisi Saina ya?"

"Maaf Kak, saya teman Saina."

"Teman? Teman-teman Saina seumuran dia semua, Suster kenal Saina dimana?"

"Nama saya Ageeza, Kak, Perawat di rumah sakit ini. Saya baru beberapa minggu bertugas disini. Saya indigo kak, saya kenal Saina di sini."

"Kamu yakin!"

"Saya yakin, Kak. Beberapa hari ini Saina mengikuti saya. Besok kakak ulang tahun?" tanyaku.

"Iya besok istri saya ulang tahun," jawab papinya Saina, sementara Maminya tampak menitikan air mata.

"Saina sudah menyiapkan hadiah untuk kakak, dia menyimpannya di laci nakas deretan kedua yang berada di kamarnya. Ini ucapannya, saya yang menuliskannya untuk Saina," terangku.

"Sainaaa...Pih!" Tangis sang Ibu muda itupun akhirnya pecah.

"Maafkan Geeza, Kak, gak bermaksud buat kakak sedih. Aku hanya menyampaikan amanat dari Saina, kakak gak usah sedih setiap hari Saina berada di samping kakak."

Mami Saina yang ku panggil kakak itu masih muda umurnya mungkin 27 atau 28 tahun. Dia langsung berhambur memelukku.

"Katakan pada Saina, Suster ... Mami sayang sama dia, dia harus kembali, harus sembuh!" pinta maminya Saina.

"Iya, Kak. Kakak yang kuat ya! Aku harus pamit, aku kerja jam tiga. Kalau kakak sama abang butuh aku cari di pavilliun Anggrek, namaku Ageeza. Assalamualaikum," pamitku.

"Iya, terimakasih Suster. Waalaikumsalam."

Satu tugasku selesai beban di pundak rasanya berkurang. Semoga dengan hadiah dari Saina Maminya sedikit terhibur. Kerja hari ini mungkin sedikit beda partnerku bukan Susan, hari ini dia shift pagi. Shift kali ini aku di temani Anya, dia lucu suka bercanda dan tak seserius Susan.

"Heii Za ... sudah sholat belum?" tanyanya.

"Belum, Nya, kemu mau duluan?" aku balik bertanya.

"Lo duluan deh nanti kita giliran,"jawab Anya.

Akupun bergegas menuju Mushala.

Selesai Shalat aku segera kembali ke ruangan sambil mengamati kanan kiri siapa tahu bertemu dr. Doddy. Penasaran aku duduk di bangku tempat biasa kami mengobrol tapi nihil tidak ada tanda-tanda keberadaan Dokter tampan itu. 

Sudah beberapa hari tak bertemu rasanya begitu rindu. Ehhh ... Rindu 'katanya' siapa aku yang merindukan nya? Memang boleh ya? Aku menggelengkan kepalaku berulang-ulang lalu meninggalkan pavilliun menuju ruanganku di pavilliun anggrek.

"Nya, giliran kamu!"

"Aku gak jadi sholat, Za, tadi pas pipis eh malah dapet. Kamu gimana betah kerja disini?"

"Betah, dong ... kalian pada baik semua, mau ngajarin aku banyak."

"Kamu juga baik jadi kita juga baik, kita ke lab yuk ngambil hasil lab pasien!" ajak Anya.

"Ayooo!"

Kerja shift siang ternyata lebih enak, rasanya waktu terasa begitu cepat. Sudah jam sebelas saatnya aku pulang. Setelah mencatat semua laporan dan beres-beres aku mengambil tas di loker lalu berjalan ke lobi.

"Mau pulang bareng gak, Za?" tamya Anya.

"Makasih, Nya, aku di jemput Abang," tolakku.

Aku berjalan keluar Rumah Sakit berniat menunggu Abang di jalan utama. Hendak menelpon Abang, aku oprerasikan benda pipih milikku. Suara klakson berbunyi berulang. Mobil vw klasik berwarna cream berhenti di hadapanku, sedikit menunduk ku intip siapa yang berada di balik kemudi.

"Dokter!" Ya Allah pesonanya itu, di tambah kaca mata hitam tampannya semakin waahhh.

"Mau ku antar?" tawarnya 

"Tidak merepotkan, Dok? Apa kita searah?" tanyaku.

"Searah atau tidak bukan masalah, ayo naik!"

"Sebentar, Dok, aku telpon Abangku dulu biar gak jadi jemput."

Setelah memastikan pada Abang, aku gak jadi dijemput, aku naik mobil dr. Dody. Tumben sekali jalanan begitu ĺengang sedari berangkat dari pelataran rumah sakit rasanya hanya mobil yang kami tumpangi saja yang melintasi jalanan.

"Kenapa?"

"Jalanan kok sepi ya, Dok?"

"Manusia, macet salah, sepi salah."

"Bukan gitu, Dok ... ini gak tidak seperti biasanya, sepinya pakai banget. Dokter keren mobilnya antik."

"Kamu suka?"

"Abangku yang suka mobil-mobil klasik gini dok."

"Ini buat kamu!"

"Jepitan rambut, punya siapa?"

"Ya punya kamu Geeza, aku kan barusan kasih. Boleh aku pakai 'kan?" aku mengangguk lalu Dokter Doddy memakaikan jepitan rambut itu.

"Terimakasih pak Dokter," ucapku.

"Haha...jangan panggil bapak. Geli rasanya."

"Geli itu kalau di gelitikin, Dok." 

"Kamu bawel, dikasih tau jawab terus."

"Maaf, di depan belok, Dok ! rumahku yang pagarnya warna kuning."

"Oke."

Mobil unik itu berhenti tepat di depan rumah, setelah aku turun dr. Doddy langsung berpamitan.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, pulang sama siapa Dek?" tanya Abang. 

"Di anter temen, Bang," jawabku.

"Naik apa?"

"Ih Abang kepo, ya naik mobil dong!"

"Iya ih Abang ngapain sih nanya-nanya adiknya kan cape pulang kerja," 

"Bukan gitu bu, Abang kok gak dengar suara mobil nya."

"Iya Ayah juga gak denger, Bu, sepi ... kan biasanya jangankan mobil suara motor saja suka kedengeran jelas."

"Kenapa jadi ngeributin suara mobil sih semuanya, yang penting Geeza udah pulang dengan selamat."

"Iya nih sibuk banget Ayah sama Abang. Udah Za kamu mandi dulu pake air hangat setelah itu baru makan," titah ibu.

Kusimpan tas kerjaku di atas nakas, sambil memandang bunga mawar pemberian dr. Doddy yang mulai menguning itu. Sengaja dibiarkan mengering bila perlu akan kubingkai nanti. Jepitan rambut pemberiannya pun kusimpan di atas nakas yang sama.

Tubuh ini masih belum biasa bekerja rupanya, seluruh badan terasa pegal setelah mandi dan makan malam aku kembali ke kamar merebahkan tubuh di atas singgasana ternyamanku. Menarik selimut sebatas leher, lampu di matikan dan...

"Aaa ... Ayahhhhh!" Aku berteriak begitu keras. Betapa kagetnya, ketika baru saja akan menutup mata wajah dr. Doddy tiba-tiba berada tepat di hadapaku. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dokter Tampan di Pavilliun   Mencoba untuk Ikhlas

    Setelah ini, Ageeza belum tahu untuk apa hidupnya. Gadis itu hanya berusaha untuk ikhlas dan bersahabat dengan takdir. Meratapi kepergian Mas Doddy begitu lama tak akan mengembalikannya. Ageeza masih bisa melihat makhluk lain yang kasat mata tapi entah mengapa ia tak pernah melihat Mas Doddy lagi? Dokter tampan itu seperti menjauh dan tak ingin menampakan lagi wujudnya pada Ageeza.Kekuasaan Sang Pencipta memang tidak akan pernah ada tandingannya, segala rencana dan mimpi Ageeza semuanya berubah seketika. Apalah artinya angan sepasang manusia dibanding Kuasa-Nya, bahkan bumi dan seluruh isinyapun bisa hancur dalam sekali tiupan saja.Hidup baru, semangat baru, mimpi dan harapan baru. Aggeza akan memulai lagi semuanya dari awal meniti kehidupan untuk mencapai semua asa yang selama ini ia angankan."Ceria sekali adik abang, mau kemana?" tanya Bang Gaza."Hari ini Geeza mau memulai semuanya dari awal lagi, Bang. Bukan Geeza melupakan Mas Doddy tapi Geeza mau

  • Dokter Tampan di Pavilliun   PoV Ageeza

    Entah berapa lama tak sadarkan diri, saat terbangun aku yang baru saja sadar tidak bisa melihat apapun. Sekeliling terasa gelap dan mata tak bisa melihat apapun. Aku berteriak histeris dan tidak bisa ditenangkan. Apa aku buta?"Istighfar, dek. Jangan teriak-teriak begini ... tenang ya, Abang disini jagain kamu." Bang Gaza berusaha menenangkan."Ibu mana, Bang? Kenapa Geeza gak bisa lihat Abang? Mata Geeza gelap, Bang, Geeza gak bisa melihat apapun," cerocosku."Ibu lagi Shalat dulu, benturan di kepalamu waktu kecelakaan sangat keras, Dek, syaraf yang ke mata terganggu jadi berakibat sama penglihatan kamu," terang Bang Gaza."Geeza mau ketemu Mas Doddy, Bang. Dia baik-baik saja, kan?" Aku penasaran.Bang Gaza tak menjawab, yang sekarang aku dengar malah suara Bang Reza. Bang Reza memeluk dan berbisik di telinga kalau aku tak perlu khawatir karena Mas Doddy baik-baik saja."Geeza gak bisa lihat, Abang!" keluhku pada Bang Reza, sambil men

  • Dokter Tampan di Pavilliun   Keterpurukan

    Butuh waktu lama bagi Ageeza untuk sembuh, luka hatinya teramat dalam sehingga ia sulit untuk bangkit dan hidup normal seperti dulu. Ageeza yang begitu ceria dan cerewet kini cenderung lebih pendiam. Setiap hari setelah pulang bertugas ia lebih memilih mengurung diri di kamar dibanding berkumpul dengan keluarga atau teman-temannya yang lain. Seminggu sekali setiap hari jumat, Ageeza tak pernah absen datang ke makam Mas Doddy untuk mendoakan dan menaburkan bunga mawar putih kesukaan Ageeza di atas pusara laki-laki yang pernah ia sayangi itu."Sampai kapan kamu mau begini, Za?""Bang Reza!" Ageeza kaget melihat Bang Reza datang dan berjongkok tepat di sampingnya."Percayalah, Doddy tidak akan suka melihat kamu begini. Mana Ageeza yang Abang kenal? Ageeza yang cerewet, periang dan selalu ceria?"Ageeza tak menjawab sepatah katapun, gadis itu hanya menunduk sambil terus menitikan air matanya."Lihat Abang! Abang sayang sama kamu, b

  • Dokter Tampan di Pavilliun   Kenyataan yang Menyakitkan

    Telapak tangan Ageeza mengusap tanah merah itu, ini nyata, dia tidak bermimpi. Kedua Abangnya satu persatu dia pandangi dan spontan keduanya berhambur memeluk Ageeza dari kanan dan kiri."Kamu kuat, Dek. Jangan takut masih ada abang dan bang Reza yang akan menjaga dan menemanimu. Doddy sudah tenang, dia sudah bahagia di syurga," ucap bang Gaza, menenangkan.Ageeza meraba gundukan bunga yang sudah mulai mengering diatas pusara Mas Doddy, sambil sesekali ia usap nisan bertuliskan nama orang yang amat dia sayang itu.Remuk ... seluruh tulang di tubuhnya rasanya hancur. Semua rencana yang telah ia susun bersama Mas Doddy kini hanyalah sebuah angan, tak ada lagi pernikahan impian dan villa masa depan."Doddy tak seutuhnya pergi, Sayang ...," ucap Bang Reza.Ageeza berteriak! Tangisnya pecah, kenapa saat matanya bisa melihat harus ini yang ia lihat? Dia bahkan tak melihat Mas Doddy mengembuskan nafas terakhirnya.Hancur tak bersisa. Rasanya

  • Dokter Tampan di Pavilliun   Kematian Mas Doddy

    Ageeza berteriak histeris, sampai Ibu dan Bang Gaza harus menenangkannya. Setelah memberi minum Bang Gaza menyeka keringat di pelipis Geeza."Kamu cuma mimpi, Dek. Gak usah khawatir Doddy baik-baik saja, sekarang tidur lagi, ya!"Dengan napas yang masih memburu Ageeza menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan, entah kenapa Ageeza merasa semuanya begitu nyata dan bukan sekedar mimpi.Sayup-sayup suara Ibunya melantunkan Ayat Suci mulai menenangkan perasaan Ageeza,Abang Gaza begitu yang begitu perhatian kembali memasangkan selimut hingga batas dada adiknya lalu ia cium kening Ageeza penuh sayang."Bismillah ... berdoa dulu, jadi nanti gak mimpi buruk lagi!" titah Bang Gaza.Ageeza membalas dengqn anggukan.Lantunan Ayat Suci yang Ibu baca dan elusan tangan Bang Gaza dipucuk kepalanya, mengantarka Ageeza kembali ke alam bawah sadarnya.*******Aggeza sudah bisa pul

  • Dokter Tampan di Pavilliun   Gelap

    Dingin menusuk ketulang, kabut pagi ini juga begitu tebal karena gerimis. Jarak pandang jadi terganggu, belum lagi jalan arah Ciwidey yang relaif kecil. Sekitar beberapa kilo dari villa tiga motor yang mereka tumpangi masih beriiringan tapi setelah memasuki daerah yang lumayan berkabut mereka terpisah.Masih di kawasan jalan Kabupaten Bandung, entah masih mengantuk atau karena kabut tebal yang mengurangi jarak pandang. Motor yang Mas Doddy kendarai menabrak pembatas jalan dan terjatuh ke semak-semak yang berada tepat di bawah jalan raya.Saat itu Geeza berteriak sambil memeluk erat tubuh Mas Doddy sebelum mereka tergelincir kesemak-semak cukup dalam sekitar 5 sampai 6 meter dari atas jalan raya."Za ... Ageeza ....," panggil Mas Doddy parau.Mas Doddy terdengar beberapa kali memanggil nama Geeza sebelum akhirnya mereka berdua sama-sama tak sadarkan diri.Medan yang lumayan terjal dan kabut yang sangat tebal hari itu menyulitkan pe

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status